Tanggapan Tulisan “Makna Hadis Tanah Fadak”

Tanggapan Makna Hadis Tanah Fadak

Tulisan ini dikhususkan untuk menanggapi tulisan salah seorang yang secara tidak langsung menanggapi tulisan saya soal Fadak. Kalau tidak salah tulisannya itu dikutip dari Majelis Rasulullah.
Langsung saja,
Ada orang yang mempermasalahkan hadis yang saya kutip dari Mukhtasar Shahih Bukhari, dia bertanya kepada seseorang yang ia kenal sebagai Ulama “duh bahasanya” :mrgreen:

Setelah mengutip hadis yang saya tulis, dia berkata

pertanyaan saya bib :
1. apa benar riwayat diatas, saya kawatir itu riwayat yang sengaja dibuat- buat, atau dalam penterjemahannya terdapat kesalahan Bib, karena Habib pernah menerangkan tidak ada satu keterangan mengenai marahnya Bunda Suci Fatimah, mohon penjelasan

Tanggapan saya;
Kalau melihat pertanyaan di atas, Pada awalnya orang yang bertanya ini pernah mendengar penjelasan dari Habib(Ulama tempatnya bertanya) bahwa tidak ada satu keterangan mengenai marahnya Sayyidah Fatimah dalam Shahih Bukhari. Oleh karena itu setelah melihat tulisan saya dia berkata “saya kawatir itu riwayat yang sengaja dibuat- buat, atau dalam penterjemahannya terdapat kesalahan Bib”.

Kemudian pertanyaan dia yang kedua

2. kalau memang ada unsur kesengajaan untuk menyelewengkan makna yang sebenarnya, jadi makna yang tepat unutk hadist di atas itu bunyinya bagaimana Bib.

Tanggapan: Perkataan di atas menunjukkan keraguan atau dugaan saudara itu bahwa ada unsur-unsur sengaja menyelewengkan makna hadis yang sebenarnya di dalam tulisan saya. Menurut saya, hal ini cukup menarik untuk dibahas. Maksud saya pada bagian “menyelewengkan makna”. Berikutnya akan dibahas lebih lanjut Siapa yang sebenarnya lebih cenderung menyelewengkan makna?

Pertanyaan terakhir saudara itu

3. siapakah Syaikh Nashiruddin Al Albani, apakah termasuk dari jajaran ulama’ yang bisa dirujuk golonga kita Bib , mohon penjelasan

Tanggapan: Sekarang saudara itu mempermasalahkan Syaikh Al Albani ulama hadis yang saya kutip. Sama seperti sebelumnya, ini juga tak kalah menariknya. Perhatikan pada kata-kata yang bisa dirujuk golongan kita :mrgreen:

Ok, sekarang mari kita lihat jawaban Sang Habib. Sebelumnya tanpa berniat merendahkan siapapun, perlu dijelaskan bahwa saya hanya ingin menanggapi jawaban dari Habib tersebut. Tidak ada maksud bagi saya untuk menyinggung Sang Habib (Semoga Allah memberikan rahmat kepada beliau) atau saudara-saudara yang sangat memuliakan beliau.

Jawaban Pertanyaan Pertama dan Kedua (sepertinya Sang Habib langsung menjawab sekaligus dua pertanyaan tersebut)
Jawaban Habib, saya cetak miring

Saudaraku yg kumuliakan,
1. kalau benar riwayat yg anda tulis itu adalah dari Al Albani, maka jelaslah sudah kebodohannya.

Sang Habib mengawali tulisannya dengan menyatakan kebodohan entah kepada siapa, Syaikh Al Albani atau saya. Argumentum Ad Hominem :mrgreen:

hadits itu adalah riwayat Aisyah ra sbgbr :
ُ
أَنَّ فَاطِمَةَ عَلَيْهَا السَّلَام ابْنَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَأَلَتْ أَبَا بَكْرٍ الصِّدِّيقَ بَعْدَ وَفَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَقْسِمَ لَهَا مِيرَاثَهَا مِمَّا تَرَكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِمَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَيْهِ فَقَالَ لَهَا أَبُو بَكْرٍ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا نُورَثُ مَا تَرَكْنَا صَدَقَةٌ فَغَضِبَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهَجَرَتْ أَبَا بَكْرٍ فَلَمْ تَزَلْ مُهَاجِرَتَهُ حَتَّى تُوُفِّيَتْ وَعَاشَتْ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ
Bahwa Fathimah alaihassalam (Imam Bukhari salah satu imam yg mengucapkan alaihissalam pada Fathimah ra dan Ali bin Abi Thalib kw), putri Rasulullah saw menanyakan pada Abubakar Shiddiq ra setelah wafatnya Rasulullah saw agar membagikan padanya hak warisnya dari apa apa yg diberikan Allah swt pada beliau saw, maka berkatalah padanya Abubakar shiddiq ra : Sungguh Rasul saw bersabda : “Kami tidak mewarisi, apa yg kami tinggalkan adalah sedekah”. maka marahlah Fathimah putri Rasul saw dan menghindar dari Abubakar shiddiq ra dan ia terus menghindar darinya hingga wafat, dan beliau hidup hingga 6 bulan setwlah wafatnya Rasul saw. (Shahih Bukhari bab fardhulkhumus).

Tanggapan saya: sebelumnya perhatikan kata-kata Habib (Imam Bukhari salah satu imam yg mengucapkan alaihissalam pada Fathimah ra dan Ali bin Abi Thalib kw). Nah saya tujukan buat pengidap Syiahphobia “hendaknya jangan terburu-buru menuduh orang Syiah hanya karena orang tersebut mengucapkan Alaihis Salam pada Ahlul Bait” . Karena sudah jelas bahkan Imam Bukhari juga mengucapkan AS pada Ahlul bait (lihat sendiri di Kitab Shahih Bukhari). Intermezo :mrgreen:
Nah dari jawaban di atas, maka dapat disimpulkan hadis marahnya Sayyidah Fatimah itu memang ada dalam Shahih Bukhari. Dalam hal ini terbuktilah kekeliruan Sang Habib sebelumnya seperti yang diungkapkan saudara penanya

karena Habib pernah menerangkan tidak ada satu keterangan mengenai marahnya Bunda Suci Fatimah.

Hadis tersebut ternyata ada (sekarang dikutip oleh Habib sendiri) dan mari bandingkan hadis yang saya kutip dan yang Habib kutip
Hadis yang saya kutip redaksi terjemahannya adalah

Lalu Fatimah binti Rasulullah SAW marah kemudian ia senantiasa mendiamkan Abu Bakar [Ia tidak mau berbicara dengannya]. Pendiaman itu berlangsung hingga ia wafat dan ia hidup selama 6 bulan sesudah Rasulullah SAW.

Sedangkan hadis yang Habib kutip dari Fath Al Bari redaksi terjemahannya

maka marahlah Fathimah putri Rasul saw dan menghindar dari Abubakar shiddiq ra dan ia terus menghindar darinya hingga wafat, dan beliau hidup hingga 6 bulan setwlah wafatnya Rasul saw.

Dua redaksi terjemahan di atas secara umum sama hanya pada terjemahan yang saya kutip diterjemahkan sebagai Pendiaman atau tidak berbicara, sedangkan pada redaksi terjemahan yang Habib kutip diterjemahkan sebagai Menghindar.
Soal yang mana yang lebih tepat, bagi saya tidak masalah karena pengertiannya tetap sama saja. Tapi perlu ditekankan dalam masalah ini saya telah bertindak objektif dengan menampilkan referensi yang lengkap termasuk siapa penerjemahnya. Sedangkan Habib, maaf tidak mencantumkan siapa yang menerjemahkan hadisnya (saya mengira itu terjemahan Beliau sendiri).

Habib kemudian melanjutkan

kita lihat syarh tentang hadits ini, Berkata Al Hafidh Al Imam Ibn Hajar didalam kitabnya Fathul Baari Bisyarah Shahih Bukhari :
Bahwa Fathimah ra marah bukan karena ditolak, namun karena Abubakar shiddiq ra mendengarnya bukan dari Rasul saw namun dari orang lain, dan berkata Imam Ibn Hajar pada halaman yg sama : diriwayatkan oleh Al Baihaqiy dari Assya’biyy bahwa kemudian Abubakar shiddiq ra menjenguk Fathimah ra, dan berkata Ali bin Abi Thalib kw kepada Fathimah ra : Ini Abubakar mohon izin padamu.., maka berkata Fathimah ra : apakah kau menginginkan aku mengizinkannya?, Ali kw berkata : betul, maka Fathimah ra mengizinkan Abubakar shiddiq ra, lalu Abubakar shiddiq ra meminta maaf dan ridho pada Fathimah ra, hingga Fathimah ra ridho padanya

Habib merujuk pada penjelasan hadis tersebut berdasarkan syarh Ibnu Hajar dalam Fath Al Bari. Berikut analisis saya,
Ibnu Hajar berkata

Bahwa Fathimah ra marah bukan karena ditolak, namun karena Abubakar shiddiq ra mendengarnya bukan dari Rasul saw namun dari orang lain,

Maka tanggapan saya, apa dasar atau dalil Ibnu Hajar berkenaan kata-kata ini, jelas sekali kata-kata ini tidak ada keterangannya dalam hadis Shahih Bukhari yang dimaksud,
Maka Ada dua kemungkinan

  1. Ibnu Hajar berdalil dengan riwayat atau sumber lain
  2. Ibnu Hajar sekedar berpendapat

Kemungkinan pertama, maka saya katakan kenapa tidak ditunjukkan riwayat yang dimaksud atau sumber yang mengatakan Bahwa Fathimah ra marah bukan karena ditolak, namun karena Abubakar shiddiq ra mendengarnya bukan dari Rasul saw namun dari orang lain, ini jelas kemusykilan pertama

Kemudian siapakah orang lain dimana Abu Bakar mendengar hadis tersebut?kenapa tidak disebutkan. Ini kemusykilan kedua

Mengapa Sayyidah Fatimah AS marah jika Abu Bakar menyampaikan hadis Rasulullah SAW yang Abu Bakar dengar dari orang lain? Apakah Abu Bakar menyampaikan hadis tersebut dengan berkata “Saya mendengar dari seseorang atau fulan bahwa Rasulullah SAW bersabda”. Hal ini kok beda sekali dengan redaksi hadis yang dikutip Habib sendiri maka berkatalah padanya Abubakar shiddiq ra : Sungguh Rasul saw bersabda seolah-olah menunjukkan Abu Bakar mendengar hadis langsung dari Rasulullah SAW.

Kemusykilan ketiga adalah bagaimana bisa Ibnu Hajar menyimpulkan Abu Bakar tidak mendengar hadis itu langsung dari Rasulullah SAW.

Kalau kita melihat hadis Shahih Bukhari itu jelas sekali kemarahan Sayyidah Fatimah berkaitan dengan isi perkataan Abu Bakar. Lihat lagi selepas Abu Bakar berkata Sungguh Rasul saw bersabda : “Kami tidak mewarisi, apa yg kami tinggalkan adalah sedekah”. maka marahlah Fathimah putri Rasul saw dan menghindar dari Abubakar shiddiq ra dan ia terus menghindar darinya hingga wafat, dan beliau hidup hingga 6 bulan setwlah wafatnya Rasul saw. Sangat jelas bahwa Sayyidah Fatimah marah setelah mendengar apa yang dikatakan Abu Bakar. Jadi Zhahir hadis menunjukkan sikap Sayyidah Fatimah yaitu marah dan menghindar disebabkan setelah beliau mendengar perkataan Abu Bakar. Sudah selayaknya untuk berpegang kepada zhahir hadis sampai ada dalil shahih yang bisa memalingkan maknanya ke makna lain.

Dan sepertinya Ibnu Hajar menunjukkan dalil berikut

dan berkata Imam Ibn Hajar pada halaman yg sama : diriwayatkan oleh Al Baihaqiy dari Assya’biyy bahwa kemudian Abubakar shiddiq ra menjenguk Fathimah ra, dan berkata Ali bin Abi Thalib kw kepada Fathimah ra : Ini Abubakar mohon izin padamu.., maka berkata Fathimah ra : apakah kau menginginkan aku mengizinkannya?, Ali kw berkata : betul, maka Fathimah ra mengizinkan Abubakar shiddiq ra, lalu Abubakar shiddiq ra meminta maaf dan ridho pada Fathimah ra, hingga Fathimah ra ridho padanya.

Berkenaan riwayat ini Ibnu Hajar berkata

jikapun riwayat ini mursal, namun sanadnya kepada Assya’biyyu shahih.
dan riwayat ini menyelesaikan permasalahan dan anggapan permusuhan Abubakar ra dengan Fathimah ra.

Aneh sekali padahal jelas sekali bahwa Ibnu Hajar sendiri mengakui bahwa hadis tersebut mursal lantas mengapa menjadikannya sebagai dalil. Saya tidak menafikan bahwa ada ulama yang berhujjah dengan hadis mursal tetapi sudah jelas bahwa jumhur ulama hadis berkata hadis mursal adalah dhaif. Sepertinya kali ini Ibnu Hajar bersikap tasahul dengan berhujjah menggunakan riwayat mursal.

Saya katakan riwayat Baihaqi tersebut jelas sekali tidak bisa dijadikan dalil untuk memalingkan makna zahir hadis riwayat Aisyah dalam Shahih Bukhari. Riwayat Aisyah sanadnya muttashil dan shahih kemudian matannya menunjukkan maka marahlah Fathimah putri Rasul saw dan menghindar dari Abubakar shiddiq ra dan ia terus menghindar darinya hingga wafat, dan beliau hidup hingga 6 bulan setwlah wafatnya Rasul saw.

Sedangkan riwayat Baihaqi adalah mursal dan matannya menunjukkan hal yang bertentangan dengan riwayat Aisyah, karena jelas-jelas kesaksian Aisyah bahwa Sayyidah Fatimah AS selalu menghindar untuk bertemu Abu Bakarsampai Beliau AS wafat. Bagimana mungkin Aisyah RA yang hidup semasa Sayyidah Fatimah AS dan Abu Bakar RA bisa tidak menyaksikan apa yang disaksikan oleh Asy Sya’bi yang anehnya jelas belum lahir ketika peristiwa itu terjadi.
Oleh karena itu seharusnya riwayat Baihaqi itu mesti ditolak berdasarkan riwayat Shahih Bukhari, bukan malah riwayat Shahih Bukhari dipalingkan maknanya berdasarkan riwayat Baihaqi.

Kemudian Ibnu Hajar berkata

dan berkata para Muhadditsin, bahwa menghindarnya fathimah ra dari Abubakar adalah menghindari berkumpul bersamanya, dan hal itu bukan hal yg diharamkan, dan Fathimah ra saat selepas kejadian itu sibuk dengan kesedihannya atas wafat Rasul saw dan sakit yg dideritanya hingga wafat. (Fathul Baari Bisyarah Shahih Bukhari Bab Fardhul Khumus)

Mari kita andaikan apa yang dikatakan Ibnu Hajar bahwa menghindarnya fathimah ra dari Abubakar adalah menghindari berkumpul bersamanya adalah sesuatu yang benar. Maka itu justru menjadi dalil tertolaknya riwayat Baihaqi, lihat hadis Shahih Bukhari
dan ia terus menghindar darinya hingga wafat, jika menurut apa yang dikatakan Ibnu Hajar maka kata-kata itu bisa diartikan dan ia terus menghindari berkumpul bersamanya hingga wafat artinya Sayyidah Fatimah AS menghindari berkumpul bersama Abu Bakar RA sampai Beliau AS wafat. Tapi coba lihat riwayat Baihaqi disitu dijelaskan bahwa Sayyidah Fatimah AS malah berkumpul bersama Abu Bakar RA. Sedikit Antagonis memang.

Kemudian Habib mengutip Syarh An Nawawi

dijelaskan pula oleh Imam Nawawi bahwa
hal itu diteruskan hingga dimasa Khalifah Ali bin Abi Thalib kw pun demikian, tidak dirubah, maka jika Abubakar ra salah dalam hal ini atau Umar ra, mestilah Utsman ra mengubahnya, atau mestilah Ali bin Abi Thalib kw mengubahnya, dan berkata Imam Nawawi pada halaman yg sama, mengenai dikuburkannya Fathimah ra dimalam hari maka hal itu merupakan hal yg diperbolehkan. (Syarah Nawawi Ala shahih Muslim Bab Jihad wassayr).

Tanggapan saya : Abu Bakar RA, Umar RA dan Usman RA menetapkan keputusan yang berbeda soal ini. Abu Bakar menolak memberikan tanah Khaibar, Fadak dan kurma bani Nadhir kepada Sayyidah Fatimah AS ketika Beliau memintanya. Sedangkan Umar menetapkan keputusan untuk memberikan kurma bani Nadhir kepada Ali dan Abbas ketika mereka mengajukan permintaan yang sama seperti yang dilakukan Sayyidah Fatimah AS. Kemudian Khalifah Usman bin Affan telah menyerahkan Fadak kepada Marwan bin Hakam.

Mengenai Imam Ali, pada saat beliau menjadi Khalifah, tanah Fadak tidak berada pada Beliau meliankan berada pada Marwan. Jika ada yang mengeluhkan mengapa Imam Ali tidak merebut saja tanah Fadak dari Marwan. Maka jawaban saya sebatas ini adalah dugaan bahwa pada masa pemerintahan Imam Ali beliau mendahulukan hal yang lebih penting yaitu mengatasi pihak-pihak yang berselisih dengannya baik Aisyah, Thalhah dan Zubair dalam Perang Jamal atau Muawiyah dalam Perang Shiffin. Hal ini yang menurut saya membuat Imam Ali menangguhkan penyelesaian masalah Fadak sampai situasi benar-benar memungkinkan. Wallahu A’lam

Sebenarnya soal keputusan yang mana yang benar sudah cukup dilihat dari pendirian Sayyidah Fatimah AS sendiri ketika Beliau marah mendengar hadis yang dibawakan Abu Bakar. Itu menunjukkan bahwa Beliau berpendirian berbeda dengan Abu Bakar. Soal ini sudah saya bahas khusus dalam tulisan saya panjang lebar soal Analisis Fadak, sepenuhnya saya mengatakan Sayyidah Fatimah AS adalah dalam posisi yang benar.

Habib berkata

bahkan Abubakar shiddiq ra pun dikuburkan di malam hari.

Sebenarnya tidak ada masalah dengan ini, sudah jelas berdasarkan hadis tersebut Sayyyidah Fatimah AS dikuburkan tanpa sepengetahuan Abu Bakar .

Habib melanjutkan

marah” kategori mereka ini bukan berarti benci dan rakus harta, masya Allah..,

Tulisan saya tidak menyatakan bahwa Sayyidah Fatimah AS rakus harta, apalagi soal benci-membenci. Bagi saya pribadi sikap Sayyidah Fatimah AS menunjukkan pendirian Beliau terhadap masalah Fadak bahwa itu adalah haknya. Disini tidak ada masalah rakus harta, Sayyidah Fatimah AS adalah Ahlul Bait dimana seharusnya para sahabat berpegang teguh dan Beliau adalah yang paling paham tentang Sunnah Rasulullah SAW. Jadi sikap Beliau AS jelas menjadi hujjah akan kebenaran Beliau AS.

betapa buruknya anggapan orang syiah tentang Sayyidah Fathimah Azzahra ra

Ini juga tidak ada hubungannya, Apakah setiap orang yang membahas masalah Fadak dikatakan Syiah? Apakah setiap yang berpihak kepada Sayyidah Fatimah AS mesti dikatakan Syiah? Apakah Ahlul Bait sebagai Tsaqalain itu hanya untuk Syiah?. Lagipula anggapan buruk Habib soal rakus harta itu adalah persepsinya sendiri. Coba lihat saja tulisan saya sendiri atau tulisan orang Syiah yang membahas masalah Fadak. Tidak ada satupun yang mengatakan Sayyidah Fatimah AS rakus harta. Naudzubillah

marah tentunya sering terjadi bahkan Rasul saw sering pula marah, pernah marah pada Umar bin Khattab ra ketika Umar ra berbuat salah pada Abubakar ra, dan Abubakar ra meminta maaf padanya namun Umar ra belum mau memaafkan,

Tentu Rasulullah SAW bisa marah tetapi sudah jelas marahnya Rasulullah SAW selalu berada dalam kebenaran dan begitu juga berdasarkan dalil yang shahih marahnya Sayyidah Fatimah AS adalah marahnya Rasulullah SAW yang juga selalu berada dalam kebenaran.

Dan banyak riwayat riwayat lainnya, namun sungguh hati mereka suci

Saya setuju bahwa Rasulullah SAW dan Ahlul Bait AS adalah orang-orang yang disucikan oleh Allah SWT.

bukan seperti permusuhan kita dimasa kini yg penuh kebencian dan keinginan untuk saling mencelakakan,

Entahlah ini ditujukan buat siapa, yang jelas kalau dalam tulisan saya tidak ada sedikitpun niat memusuhi orang lain.

dan mustahil pula seorang putri Rasul saw tamak berebut harta waris duniawi, masya Allah dari buruknya sangka orang syiah ini.

Sekali lagi Habib cuma bermain-main dengan kata-katanya sendiri. Saya heran kepada siapa ditujukan perkataan itu. Apakah pada saya? Jika benar untuk saya, maka belum apa-apa saja Beliau sudah menuduh Syiah dan menuduh berburuk sangka. Saya tidak akan membahas lebih lanjut tuduhan seperti ini.

Nah sekarang lihatlah sendiri Siapa sebenarnya yang menyelewengkan Makna hadis Shahih Bukhari riwayat Aisyah tersebut? Saya tetap berpegang pada Zhahir hadis bahwa Sayyidah Fatimah marah dan mendiamkan atau menghindar dari Abu Bakar sampai Beliau AS wafat.
Adakah penyelewengan makna dalam tulisan saya.

Jawaban Pertanyaan Ketiga

3. mengenai syeikh Al Bani beliau tak diakui sebagai Muhaddits, karena Muhaddits adalah orang yg bertemu dengan periwayat hadits, dan Al Bani tak bertemu dengan seorang rawi pun, ia hanya berjumpa dengan buku buku mereka lalu berfatwa, maka fatwanya batil, terbukti penjelasannya tentang hadits diatas jauh bertentangan dg syarah Imam Ibn Hajar pada kitabnya Fathul Baari yg sudah menjadi rujukan seluruh Madzhab dan para Huffadh sesudah beliau.

Sebenarnya apa buktinya Syaikh Al Albani tidak bertemu satu rawi pun? Jika yang dimaksud perwai dalam kitab hadis maka saya jawab benar Beliau Syaikh Al Albani jelas tidak bertemu dengan perawi dalam kitab hadis. Tetapi bukankah ada juga beberapa ulama yang mempunyai sanad sendiri seperti sanad mereka Ulama Alawiyy (termasuk mungkin habib sendiri). Saya sendiri tidak tahu apakah syaikh Al Albani punya sanad sendiri atau tidak. Kalau memang Habib tahu adalah penting untuk menunjukkan bukti bahwa Syaikh Al Albani benar tidak memiliki sanad sendiri.
Lagipula mempelajari hadis tidak hanya dengan metode Sima’ tetapi bisa juga dengan Al Wijadah

Menurut saya Syaikh Al Albani adalah ulama hadis dimana beliau mempelajari Kitab-kitab hadis dan kitab-kitab Rijal hadis. Soal fatwanya itu tergantung dari dalil-dalilnya, silakan saja bagi yang berilmu untuk menelaah dalil-dalil fatwa syaikh Al Albani. Menyatakan bathil fatwa Syaikh Al Albani hanya dengan alasan Syaikh Al Albani tidak bertemu perawi hadis atau hanya belajar dari kitab adalah sesuatu yang bathil. Setiap ulama layak untuk dipelajari dan ditelaah dalil-dalilnya (termasuk juga Habib sendiri)

Kemudian Habib berkata

Saya tambahkan sedikit, dalam ilmu hadits, ada gelar Al Hafidh, yaitu orang yg telah hafal lebih dari 100 ribu hadits berikut sanad dan hukum matannya, adalagi derajat Alhujjah, yaitu yg hafal lebih dari 300 ribu hadits berikut sanad dan hukum matannya,
Imam Ahmad bin Hanbal hafal 1 juta hadits dg sanad dan hukum matannya, namun Imam Ahmad hanya sempat menulis sekitar 20 ribu hadits saja pada musnadnya, maka kira kira 980.000 hadits yg ada padanya tak sempat tertuliskan, dan Imam Ahmad bin Hanbal adalah murid dari Imam Syafii
Imam Bukhari hafal 600 ribu hadits berikut sanad dan hukum matannya dan ia digelari Raja para Ahli Hadits, namun beliau hanya mampu menulis sekitar 7.000 hadits dalam shahihnya bersama beberapa kitab hadits kecil lainnya, lalu kira kira 593.000 hadits sirna dan tak tertuliskan,

Benar sekali apa yang dikatakan Habib, tapi perlu ditambahkan bisa saja hadis yang dihafalkan Imam Ahmad juga dimiliki Imam Bukhari, terus hadis-hadis yang banyak itu bisa saja ada yang matannya juga sama walau sanadnya berbeda. Selain itu hadis-hadis yang sirna dan tak tertuliskan menurut Habib itu bisa saja

  1. Hadis-hadis itu dhaif atau tidak shahih
  2. Hadis-hadis itu tercatat dalam kitab hadis lain, sampai sekarang sudah ada banyak sekali kitab hadis. Sebagai contoh hadis-hadis yang tidak termuat dalam Shahih Bukhari dan Muslim tetapi memenuhi persyaratan Bukhari dan Muslim dapat ditemukan dalam Al Mustadrak Ash Shahihain.

Jadi menurut saya tidak ada masalah dengan rujukan kitab-kitab hadis sekarang. Bukan maksud saya menafikan sanad hadis yang dimiliki oleh Ulama Alawiyy. Yang jelas darimanapun hadis itu baik melalui kitab hadis atau sanad dari Ulama layak diterima jika hadis tersebut shahih.

Lalu apa pendapat anda dengan seorang muncul masa kini, membaca dari buku buku sisa sisa yg masih ada ini, yg mungkin tak mencapai 5% hadits yg ada dimasa lalu, ia hanya baca buku buku lalu menilai hadits hadits semaunya?, mengatakan muhaddits itu salah, imam syafii dhoif, imam ini dhoif, imam itu mungkar hadits..

Angka 5 % itu menurut saya juga belum tentu valid dan maaf terkesan seolah-olah umat Islam kehilangan banyak sekali hadis karena tidak tercatat dalam kitab-kitab hadis. Sepertinya syaikh Al Albani juga tidak menilai hadis semaunya, beliau telah mempelajari cukup banyak Kitab Rijal hadis atau Jarh wat Ta’dil. Menurut saya menilai suatu hadis dengan metode Jarh wat Ta’dil adalah langkah yang tepat. Walaupun bukan berarti saya menerima sepenuhnya setiap apa yang dikatakan syaikh Al Albani. Bagi saya beliau bukan satu-satunya Ulama yang mempelajari hadis. Soal masalah pernyataan muhadis lain salah itu adalah hal yang biasa dalam perbedaan pendapat. Yang penting adalah melihat sejauh apa dalil yang dikemukakan, kan pendapat Ulama bisa benar tapi bisa juga tidak.
Lagipula dalam Jarh wat Ta’dil banyak sekali ditemukan hal yang seperti ini. Terus kata-kata imam syafii dhoif, saya ingin tahu dimana syaikh Al Albani berpendapat seperti itu, saya sih justru pernah membaca kalau Yahya bin Main berpendapat Imam Syafii dhaif dan pernyataan Ibnu Main dikecam oleh banyak Ulama hadis tetapi kecaman ini tidak menafikan bahwa Ibnu Main tetap menjadi rujukan bagi para Ulama hadis. Intinya setiap pernyataan Ulama selalu bisa dinilai.

Saya cukup heran dengan orang yang hanya mau menerima hadis dari golongannya saja. Memang ada orang-orang yang terikat dengan golongan tertentu, sehingga hanya mau menerima apa saja yang berasal dari golongannya dan menafikan semua yang ada pada golongan lain. Sikap seperti ini baik sadar maupun tidak sadar hanyalah bentuk fanatisme dan taklid semata. Kebenaran tidak diukur lewat orang atau golongan saja tetapi lebih pada dasar atau landasan dalil yang digunakan. 🙂

Salam damai

21 Tanggapan

  1. Sebuah pembahasan yang bagus mas. Coba baca juga dalam Bidayah wa Nihayah karya Ibnu Katsir tentang pembahasan ‘tanah fadak” ini.

  2. @ second
    kata anda
    Saya cukup heran dengan orang yang hanya mau menerima hadis dari golongannya saja. Memang ada orang-orang yang terikat dengan golongan tertentu, sehingga hanya mau menerima apa saja yang berasal dari golongannya dan menafikan semua yang ada pada golongan lain. Sikap seperti ini baik sadar maupun tidak sadar hanyalah bentuk fanatisme dan taklid semata. Kebenaran tidak diukur lewat orang atau golongan saja tetapi lebih pada dasar atau landasan dalil yang digunakan. 🙂
    jawab saya
    ya terserah deh, wong saya cuma mengutarakan apa yang saya anggap benar menurut ilmu yang saya terima, klo sampean gak setuju ya gak papa, aku gak maksa kok, klo mau bilang Bunda fatimah marah selama 6 bulan …………….. ya monggo, mau bilang khalifah direbut oleh selain Imam Ali ya teruskan …………….Sahabat Abubakar salah ( padahal Kitab mu menerangkan keutamaan beliau ) Sahabat umar salah ( padahal ada beberapa kewajiban turun karena sikap beliau, contoh pengharaman khomer ) Sahabat Utsman keliru ( padahal dari sumbangsihnya islam berdiri )
    klo blog ini masih menganggap …………………… terserah
    saya juga gak bisa ngomong setelah sampean merujuk dari orang yang bukan ahlinya (itupun klo sampean percaya ) klo gak bebas, selere, seperti makan bakso kan ………………..

  3. Sampeyan nulis diakhir tulisan :
    “Kebenaran tidak diukur lewat orang atau golongan saja tetapi lebih pada dasar atau landasan dalil yang digunakan”.

    Setuju banget mas sebagaimana sabda Amirul Mukminin Ali ibn Abi Thalib KW sewaktu salah seorang sahabatnya bertanya kepada beliau as masalah musuh yang dihadapi waktu perang Jamal dimana dipihak lawan ada Thalhah ra dan Zubair ra yang nota bene adalah shahabat-shahabat utama Rasulullah SAW.
    Amirul Mukminin Ali ibn Abi Thalib KW menjawab: “Inna haadzaddiin laa yu’rafu bi rijaalin, i’riful haq ta’rif ahlahu”. (kebenaran atau agama ini tidak diukur dari pribadi-pribadi atau sosok atau ketokohan seseorang, tetapi kenalilah kebenaran itu terlebih dahulu baru kemudian kalian akan mengetahui siapa yang berpegang padanya)

    Ada banyak memang syarah hadits yang saya baca, isinya tidak lebih dari sekedar pembenaran saja atas hadits yang disyarah demi melindungi nama besar muhadits yang meriwayatkan hadits tsb. meskipun dengan tidak disadari -atau disadari- malah melecehkan Rasulullah SAW

  4. Wah sekarang anda jadi pembela Syaikh Al Albani ya :mrgreen:

  5. @ jham
    dari mana ente tahu klo pembenaran semata, emang muhadits itu orang jualan obat ??????? yang turunnya ilmu itu gak pake belajar, emang lebih dari kamu ????? ” ceriwis yo wes ”
    @ almiraz
    HAYOOOOOO, MOLAI LAGI KOMEN GAK JELAS, JANGAN LUPA TULISANMU LOHH tapi kata miraz begini ” Dan Sahabat yang anda agungkan itulah yang salah, jadi dialah yang seharusnya menemui Sayyidah Fathimah dan meminta maaf dengannya. Tapi itu semua tidak terjadi kan, so hadis Shahih Bukhari soal 3 hari itu justru memberatkan Abu Bakar sendiri. ” maksut tiga hari itu seorang muslim dilarang bertegur sapa lebih dari 3 hari

  6. @anas
    ah iya saya tahu kok pendapat Ibnu Katsir soal ini
    Kalau mau dibahas boleh kok 😀
    Bagaimana pertanyaan saya di blog anda itu?

    @bara

    ya terserah deh, wong saya cuma mengutarakan apa yang saya anggap benar menurut ilmu yang saya terima

    Saya juga cuma mengutarakan pandangan saya sesuai dalilnya Mas

    , klo sampean gak setuju ya gak papa, aku gak maksa kok,

    Kita memang gak main paksa disini Mas 😀

    klo mau bilang Bunda fatimah marah selama 6 bulan …………….. ya monggo

    Begitulah yang ada dalam Shahih Bukhari Mas

    , mau bilang khalifah direbut oleh selain Imam Ali ya teruskan

    Maaf Mas, apa saya pernah bilang ini,

    …………….Sahabat Abubakar salah ( padahal Kitab mu menerangkan keutamaan beliau )

    Saya tidak menafikan keutamaan Beliau Abu Bakar RA, tetapi dalam masalah Fadak saya berpegang pada Ahlul Bait yaitu Sayyidah Fatimah AS

    Sahabat umar salah ( padahal ada beberapa kewajiban turun karena sikap beliau, contoh pengharaman khomer )

    Saya oun tidak menafikan keutamaan Beliau Umar RA tetapi tetap saya lebih mengedepankan Sayyidah Fatimah AS.

    Sahabat Utsman keliru ( padahal dari sumbangsihnya islam berdiri )

    Saya juga tidak menafikan keutamaan Beliau Usman RA, saya cuma memaparkan apa yang ada dalam kitab Tarikh, Anehnya Mas sayangnya logika anda itu kurang tepat. Semua sahabat Nabi SAW punya keutamaan tetapi itu tidak membuat mereka selalu benar.
    Salam 😀

    klo blog ini masih menganggap …………………… terserah

    Tolong diperjelas, saya memang lambat mengerti Mas

    saya juga gak bisa ngomong setelah sampean merujuk dari orang yang bukan ahlinya (itupun klo sampean percaya ) klo gak bebas, selere, seperti makan bakso kan ………………..

    Dari awal saya lebih mengedepankan dalil dan metode yang benar baru kemudian Ulama
    Kita memang beda sudut pandang dari awal
    Saya tidak menafikan Ulama anda tetapi Ulama bukan hanya guru anda, nah itu yang saya tahu 😀
    Salam

    @jham

    Ada banyak memang syarah hadits yang saya baca, isinya tidak lebih dari sekedar pembenaran saja atas hadits yang disyarah demi melindungi nama besar muhadits yang meriwayatkan hadits tsb. meskipun dengan tidak disadari -atau disadari- malah melecehkan Rasulullah SAW

    Ini kayaknya soal persepsi, tetapi bagi saya setiap Ulama bisa ditelaah dalilnya
    Salam

    @almirza
    Mesti objektif dong Mas, saya tahu kapan dan siapa yang harus saya bela Mas

    @bara
    Gak perlu emosi Mas, disini kan kita memaparkan pandangan masing-masing
    keluarkan emosi anda kalau memang sudah waktunya(alah afa sih) 😀

  7. @ second
    kata anda
    Dari awal saya lebih mengedepankan dalil dan metode yang benar baru kemudian Ulama
    jawab saya
    emang beda ya, makanya gak ketemu, klo merasa dalilnya pas dengan nafs anda, anda menerima, klo dalilnya kurang pas dengan nafs anda, baru anda mencari rujukan ulama’
    ok deh

  8. maksutnya ok deh itu ………….. kebablasan ………….

  9. @secondprince
    Buat saudara second, lebih baik gak perlu mendengarkan komen-komen burit
    dalam diskusi-diskusi di blog ini yang saya lihat, justru dia yang menuruti hawa nafsunya dan menolak dalil yang shahih
    Maling teriak maling

  10. @ ali
    wahhh ketinggalan deh kamu om, udah mau kelar malah gak nyambung, emang komentar kamu benar apa, hi hi hi hi lucu, mau diteriakin mujtahid apa kamu ????? apa sih yang ada dalam nafs mu ………………………. klo akli mu ( nafsumu ) bilang itu cocok buat saya ( padalah gak cocok untuk khalayak ramai ) mau kamu paksain ?????? lucu deh kamu orang, kayak almiraz

  11. @burit
    silakan mempersepsi, itu terserah anda

    @Ali
    Ya, saya tahu kok bagaimana harus bersikap

    @burit
    Setiap orang bebas mempersepsi Mas, jika anda bisa berkata-kata mengapa orang lain tidak

  12. @ second
    ayok mari kita diskusi dengan baik, kalau hanya mengandalkan kepintaran membaca sesuatu ( yang anda bantai tulisannya itu pintas sekali membaca , tapi ………………….. ) jadi gak jelas jike berbenturan dengan khalayak ramai ……..

  13. @burit
    Oh tentu, saya suka sekali diskusi dengan baik 😀

  14. @ second
    carikan dong hadist tentang …………… klo gak salah redaksinya bunyinya ” jikalau ada kebingungan dari kalian maka kembalilah kepada kitabullah, dan rasul, klo kitab Allah jelas sampai sekarang masih ada, tapi Nabi kan udah wafat, gimana jadinya >>>>>>>>

  15. @burit
    Maka merujuklah dengan Hadis-hadis Rasulullah SAW dan timbanglah dengan metode yang benar
    Salam

  16. @ second
    jadi kita harus berpegang kepada kitab Allah SWT dan hadist2 Nabi SAW, gitu ya ……. kira kira …..
    terus metode yang benar itu contohnya gimana ??

  17. @burit
    Metode yang benar tergantung pokok bahasannya apa
    Kalau soal hadis maka metode yang benar adalah berhujjah dengan hadis shahih
    penentuan hadis shahih dengan metode yang benar adalah salah satunya dengan Kritik Jarh Wat Ta’dil
    Nah, itu contohnya Mas

  18. @ second
    1. yang saya tanya itu ,setelah kitab Allah kita harus merujuk kepada siapa, apa cukup dengan hadist Nabi, atau ada yang lainnya, atau kombinasi diantara keduanya itu salah satu diganti ???
    2. kritik itu apa sih sapa yang mengkritik, emang metode kritik itu ada di jaman Nabi, sahabat, Tabi’in, dll

  19. Semua Golongan Islam Mengakui Alquran dan Alhadist sebagai pedoman ibadah yg benar dan pedoman yg tak terbantahkan dimana selain kedua ini adalah sesat.
    Secara Umum semua Golongan Ahlussunah tidak berseilisih dalam hal Tulisan yg tertulis dalam Mushaf Alquran dan yg tertulis dalam Alhadist dari Kitab2 Hadistnya imam-imam Hadist yg masyhur (Bukhory,Muslim,Nasai,Abu Daud,dll). Semua golongan memegang Kitab yg Sama,Mushaf Alquran yang sama dan Lafal hadist yg sama
    Namun dari tulisan Mushaf Alquran yg sama dari Lafal hadist yg sama ternyata mempunyai pengertian yg berbeda2, perbedaan dalam pengertian beribadah iakan berujung pada masalah kalau pengertiannya tidak seperti ini pasti salah, karena masalah ibadah adalah masalah benar atau salah, Haq atau Bathil.
    Perpecahan, Perbedaan, penyimpangan dan lain2 dalam agama memang sudah diisaratkan Oleh Alloh dan Rosul S.A.w , banyak dalil2 tentang ini.
    Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah: Pengertian Alquran dan Alhadist menurut siapakah yg benar???
    Apakah saat ini Pengertian Alquran dan Alhadist yang diyakini oleh masing-masing Madzhab,Manhaj ,Organisasi,golongan Islam merupakan Pengertian Alquran dan Alhadist yg sebenar-benarnya Menurut Alloh dan Rosul???
    Tentunya umumnya umat islam akan berpendapat “Tatkala seseorang sudah berpedoman dan berpegang teguh pada Alquran dan Alhadist yg Benar atau yang sesuai dg keinginan Alloh dan Rosul atau Alquran dan alhadist yang masih Original / Murni pasti orang itu berada dalam kebenaran”
    Apakah ada criteria atau metoda atau pegangan yg dapat dijadikan pedoman untuk membedakan manakah ilmu agama (Alquran Alhadist) yg benar dan Tidak??
    Dari abu hurairoh nabi Bersabda: Akan ada dikalangan umatku yg akhir manusia2 yg bercerita pada kalian apa2 yg tidak mendengar kalian dan juga bapa2 kalian maka takutlah kalian pada mereka (HR Muslim filMuqoddimah)
    Sabda nabi s.a.w : “Kalian mendengarkan dan didengarkan dari kalian dan di dengar dari orang yang mendengar dari kalian “
    Sabda nabi s.a.w ::”Barang siapa yang berkata dalam kitab Alloh yang maha mulya dan maha Agung dengan pendapat sendiri lalu benar, maka sungguh-sungguh salah.”
    Nabi bersabda: Ambillah ilmu sebelum hilang, berkata shohabat ” bagaimana ilmu dapat hilang, wahai nabinya Alloh , sedangkan dikalangan kita ada kitabbulloh ?” maka nabi marah yang Alloh belum pernah membuat nabi marah seperti itu. Kemudian nabi bersabda : ” celakalah kalian, bukankah taurot dan injil itu masih ada dikalangan bani isroil, kemudian keduanya ( taurot dan injil ) tidak dapat mencukupi mereka sedikitpun, sesungguhnya hilangnya ilmu adalah hilangnya pembawanya. Sesungguhnya hilangnya ilmu adalah hilangnya pembawanya (isnadnya atau ulama’nya)”
    Jika kita melihat kilas balik apa yg dilakukan Sahabat,Tabii’in,Imam2 hadist dalam menseleksi ilmu yg diterimanya dan memberikan sarat mana ilmu yg dapat diterima dan mana yg tidak.
    Diriwayatkan Dalam Hadist Bukhory Kitabul Ilmi:
    Dari ubaidulloh ibnu musa an sufyan jika membaca hadist seorang murid atas gurunya maka boleh dia untuk mengatakan atau mengajarkan hadist itu kepada muridnya dg lafal haddatsani atau Sami’tu
    Dalam Muqoddimah Hadist Muslim Diriwayatkan:
    Ibnu Abbas Berkata: Dulu kami ketika mendengar seorang rojul menceritakan suatu hadist dari Nabi kami cepat-cepatan pada hadist dan menyondongkan diri pada rojul tersebut dg telinga kami, namun tatkala manusia sudah berbuat yg jelek dan hina Kami tidak mengambil (pada hadist) kecuali apa2 yg kami ketahui saja.
    Banyak diriwayatkan dalam hadist para Sahabat sering Melakukan usaha pemastian kebenaran Alquran dan alhadist yang dia terima dari gurunya dengan meminta bersumapah pada sahabat yang mentransfer/menceritakan hadist tersebut dengan ucapan- ucapan antara lain Demi alloh apakah Kamu dengar ini dari Rosululloh SAW???
    Ibnu abbas berkata “Kami dulu bercerita dari nabi ketika belum ada hadist yg didustakan atas nabi, maka tatkala manusia sudah mulai berbuat hal2 yg jelek dan hina maka meninggalkan kami hadist dari nabi (meneliti hadist).
    … Ibnu Abbas melakukan seleksi ilmu ibnu abbas mau menerima Ilmu Hukum2 yg dituils oleh Ali r.a (setelah wafatnya Ali)kalau yg menjelaskan tulisan tersebut Abdulloh bin Masu’ud selain dari Ibnu Masu’d dia tidak Menerimanya.
    Ketika Ibnu Abbas diminta oleh Ibnu Abi Mulaikah menuliskan hadist untuknya ibnu abbas tidak menuliskan seluruh hadist yg diminta namun sebagian saja yg dituliskan lalu ibnu abbas menguji ibnu abi mulaikah untuk memberikan catatan ttg hukum2 nya Ali r.a yg diajarkan padanay ,setelah memeriksa tulisannya Abi mulaikah ttg hukumnya Ali ibnu Abbas mengatakan : Ali tidak pernah menghukumi dg hukum ini kalaupun benar begini berarti ali sesat (maksudnya hukum Ali yg ditulis Abu Mulaikah keliru tidak cocok dg hukum Ali yg sebenarnya)
    Dari Muhammad bin sirin Berkata Sesungguhnya ilmu adalah agama maka lihatlah dari siapa kalian mengambil agama kalian.
    Dari Ibnu sirin berkata dulu tidak ada mereka meminta ttg isnad ketika telah terjadi zaman fitnah berkata mereka(murid) menyebutkanlah pada kami Isnad kalian (guru)……
    Ibnu Mubarok Berkata: “Al-isnad (sandaran guru) merupakan bagian dari agama. Seandainya tidak ada Isnad, niscaya orang akan berkata pada apa yg dia mau” HR.Muslim fi Muqodimah
    “Antara kita dengan kaum-kaum itu (yang berdusta atas nama hadits) adalah isnad”

    Seluruh Imam-imam Hadist (Bukhory,Muslim ,Imam ahmad, dll)dalam menuliskan Hadist dengan menjelaskan Isnad hadist yg diperolehnya)
    Demikianlah sedikit riwayat kilas balik yg dilakukan Para sahabat,Tabii’n dan Imam2 hadist dalam menjaga kemurnian ilmu yg dikaji. Mereka mewajibkan dan mensaratkan ilmu yg diceritakan seseorang Guru Haruslah dg Berisnad dg isnad yg bersambung (muttasil) Hingga Nabi S.a.w meskipun Ilmu tersebut telah ditulis dalam bentuk Catatan .
    Pertanyaanya sekarang apakah Metoda mewajibkan berisnadnya ilmu itu hanya dilakukan oleh orang2 dulu saja???/
    Apakah pada zaman sekarang ini kita menganggap cara belajar dan mengajarkan ilmu dengan berguru berisnad dan muttasil hanya dilakukan dahulu saja??? Kalau sekarang sudah ditinggalkan???
    Padahal zaman ibnu abbas saja kl dibawah 100 thn setelah nabi wafat belajar ilmudan mengajarkannya sudah disaratkan dg berisnad dan muttasil .Terlbih saat ini sudah kl 1400 thn lewat dari zaman Kenabian dimana fitnah agama pada zaman sekarang lebih besar kulaitas dan kuantitasnya disbanding dg zaman ibnu Abbas dahulu.
    Dengan penjelasan ini mudah-mudahan dapat difahami bahwa Membuat sarat belajar dan mengajar haruslah berguru berisnad dan muttashil bukanlah Perkara baru yg diada-adakan.

    Sering dikatakan bahwa ilmu itu sudah ditulis sehingga kalau orang yg kiranya mampu silahkan saja langsung membaca.
    Padahal dalam hadist Ilmu itu bukanlah terletak pada tulisan namun Pada Orang yg Membawa ilmu terebut:
    Diriwayatkan dalam bukhory kitabul ilmi dan Muslim:
    Sabda Nabi: Sesungguhnya Alloh tidak Mengenggam /mencabut ilmu dg mencabut ilmu hilang tiba2 Dri hamba2nya, akan tetapi Alloh Mencabut Ilmu dg mematikan Ulama (orang yg Berilmu), SEHINGGA KALAU SUDAH TIDAK ADA LAGI ORANGberilmu mengambil manusia pada pemimpin yg bodoh, ketika ditanya dia maka akanmemberi petuah dg tanpa ilmu maka sesat mereka dan meyesatkan.
    Mungkin ada yg bertanya berarti belajar ilmu agama tidak boleh membaca??
    Maksud dalil ini bukanlah demikian seseorang bisa saja belajar ilmu dg cara membaca selama ilmu yg dibacanya diperoleh dg Berguru ,Musnad dan Muttashil, cara berguru dg membaca kitab ilmu dijelaskan dalam alhadist dg cara munawalah, dimana Guru telah mengetahui keadaan muridnya sehingga mempersilahkan murid untuk mempelajari dg membaca kitab/tulisan dari Sang Guru,seperti diriwayatkan dalam hadist Bukhory juz 1 kitabul ilmi bab ttg Munawalah

    Ingat ilmu agama itu bukan kabar burung dimana dengan menemukan sebuah catatan ilmu agama seseorang mengklaim inilah Ilmu, tanpa adanya Metode berguru,berisnad dan Muttashil
    Janganlah Kita tertipu dengan merasa diri menjadi orang yg berkemampuan luar biasa sehingga dapat belajar ilmu tanpa guru (membaca-baca sendiri),sedangkan para sahabat,tabi’in dan imam-imam hadist yg secara individual Ahli bahasa tetap dalam mempelajari ilmu agama Mensyaratkan Berguru,bersinad dan Muttashil (lihat keterangan diatas)
    Ingatlah Firman Alloh:”Dan Janganlah kamu berbuat (berkata atau beramal) pada sesuatu dg tanpa Ilmu, ..Al Ayah

    wah kalau membolehkan Alwajadah inilah pangkal kesesatan, nabi S.a.w sendiri diturunkan kitab oleh Alloh mempelajari kitab yg diturunkan tsb bukan dg Cara Alwajadah namun dg berguru pada Jibril selama +- 23 thn,dan nabi mencontohkan cara belajar agama seperti ini (berguru dan menyampaikan pada murid sama dg yg diterima dari gurunya) bukan berarti nabi bodoh dan tidak mampu alwajadah,namun inilah kesempurnaan islam dimana ilmunya diperoleh dg berguru dan mengajarkan pada muridnya sesuai dg yg dia pelajari dari gurunya(Manqul), tidak sperti ajaran agama sebelum Islam dimana Alloh menurunkan Taurot dan Injil dalam bentuk Mushaf kitab yg bisa langsung dibaca,
    Oleh Karena itu bisa kita lihat Injil baru kl 500 th saja injil sudah tidak murni lagi, sedangkan islam kemurnianya akan terjaga sampai sekarang selama orang itu mempelajari Ilmu Agama dengan Metode yg sama dg Nabi dan Sahabat, inilah salah satu kemurnian ilmu dan salah satu dari makna dalil Ma Ana Alihi wa Ashabi
    Nabi, dan Sahabat mempelajari ilmu agama dg Berguru
    Ingat perkataan ahli Bid’ah: ” Praktek itu kan Dulu saja zaman nabi dan sahabat kalau sekarang sudah lain boleh2 saja belajar agama dg baca2″

  20. terima kasih keterangannya yg panjang lebar, namun campu bingung.
    ada uraian bahwa Rosul yang agung berguru dengan Jibril. ini yg saya gak ngerti. mohon penjelasan yg panjang lebar juga.

  21. 1.Dalam menganalisa apapun kita tak bisa emosional. 2.Kita tak perlu mati2an membela sahabat yg memang melakukan kesalahan. Toh semua tau bahwa sahabat tidak selalu benar. 3.Terima kasih atas analisis ini. Thumb ups!

Tinggalkan komentar