Menolak Keraguan Seputar Riwayat Fadak

Menolak Keraguan Seputar Riwayat Fadak

Berkaitan dengan tulisan saya yang berjudul Analisis Riwayat Fadak Antara Sayyidah Fatimah Az Zahra AS Dan Abu Bakar RA., telah muncul beberapa komentar yang menanggapi tulisan tersebut. Walaupun sedikit mengecewakan (sayangnya tanggapan itu malah mengabaikan sepenuhnya panjang lebar tulisan saya) tetap saja komentar tersebut layak untuk ditanggapi lebih lanjut.

Di antara komentar-komentar itu ada juga yang berlebihan dengan mengatakan bahwa yang saya tuliskan itu adalah salah kaprah alias mentah. Anehnya justru sebenarnya dialah yang mengemukakan argumen yang mentah. Sejauh ini saya berusaha menulis dengan menggunakan dalil-dalil yang shahih dan argumen yang logis :mrgreen: , makanya saya heran dengan kata salah kaprah itu, Kira-kira dimana letak salah kaprahnya ya? Mari kita bahas

Ada beberapa orang yang menolak riwayat Fadak bahwa Sayyidah Fatimah AS marah dan mendiamkan Abu bakar selama 6 bulan dengan alasan tidak mungkin seorang putri Rasul SAW bersikap seperti itu kepada sahabat Rasulullah SAW. Padahal telah jelas sekali berdasarkan dalil yang shahih seperti yang saya kemukakan yaitu dalam Shahih Bukhari dinyatakan Sayyidah Fatimah marah dan mendiamkan Abu Bakar selama 6 bulan

Dari Aisyah, Ummul Mukminah RA, ia berkata “Sesungguhnya Fatimah AS binti Rasulullah SAW meminta kepada Abu Bakar sesudah wafat Rasulullah SAW supaya membagikan kepadanya harta warisan bagiannya dari harta yang ditinggalkan Rasulullah SAW dari harta fa’i yang dianugerahkan oleh Allah kepada Beliau.[Dalam riwayat lain :kamu meminta harta Nabi SAW yang berada di Madinah dan Fadak dan yang tersisa dari seperlima Khaibar 4/120] Abu Bakar lalu berkata kepadanya, [Dalam riwayat lain :Sesungguhnya Fatimah dan Abbas datang kepada Abu Bakar meminta dibagikan warisan untuk mereka berdua apa yang ditinggalkan Rasulullah SAW, saat itu mereka berdua meminta dibagi tanah dari Fadak dan saham keduanya dari tanah (Khaibar) lalu pada keduanya berkata 7/3] Abu Bakar “Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda “Harta Kami tidaklah diwaris ,Harta yang kami tinggalkan adalah sedekah [Sesungguhnya keluarga Muhammad hanya makan dari harta ini, [maksudnya adalah harta Allah- Mereka tidak boleh menambah jatah makan] Abu Bakar berkata “Aku tidak akan biarkan satu urusan yang aku lihat Rasulullah SAW melakukannya kecuali aku akan melakukannya] Lalu Fatimah binti Rasulullah SAW marah kemudian ia senantiasa mendiamkan Abu Bakar [Ia tidak mau berbicara dengannya]. Pendiaman itu berlangsung hingga ia wafat dan ia hidup selama 6 bulan sesudah Rasulullah SAW.
Ketika Fatimah meninggal dunia, suaminya Ali RA yang menguburkannya pada malam hari dan tidak memberitahukan kepada Abu Bakar. Kemudian Ia menshalatinya (Mukhtasar Shahih Bukhari Kitab Fardh Al Khumus Bab Khumus oleh Syaikh Nashiruddin Al Albani jilid 3 hal 608 dengan no hadis 1345 terbitan Pustaka Azzam Cetakan pertama 2007 dengan penerjemah :Muhammad Faisal dan Thahirin Suparta.)

Ada juga orang yang mempermasalahkan hadis itu atas dasar penolakannya terhadap Syaikh Al Albani, padahal jelas sekali bahwa saya hanya mengutip hadis dalam Shahih Bukhari. Kitab Shahih Bukhari Syarh siapa saja baik Fath Al Bari Ibnu Hajar, Irsyad Al Sari Al Qastallani atau Umdah Al Qari Badrudin Al Hanafi pasti memuat hadis itu. Jadi tidak ada masalah dengan referensi hadis yang saya kemukakan.

Sebagian orang lain menolak bahwa Sayyidah Fatimah marah dan mendiamkan Abu Bakar sampai beliau meninggal berdasarkan riwayat Baihaqi dalam Sunan Baihaqi atau Dalail An Nubuwwah berikut

Diriwayatkan oleh Al Hafidz Al Baihaqi dari Amir As Sya’bi, dia berkata, ketika Fatimah sakit Abu Bakr datang menemuinya dan meminta diberi izin masuk. Ali berkata padanya, “Wahai Fatimah, Abu Bakr datang dan meminta izin agar diizinkan masuk.” Fatimah bertanya, “Apakah engkau ingin agarku memberikan izin baginya?” Ali berkata, “Ya!” Maka Abu Bakr masuk dan berusaha meminta maaf kepadanya sambil berkata, “Demi Allah tidaklah aku tinggalkan seluruh rumahku, hartaku, keluarga dan kerabatku kecuali hanya mencari redha Allah, redha RasulNya dan Redha kalian wahai Ahlul Bayt.” Dan Abu Bakr terus memujuk sehingga akhirnya Fatimah rela dan akhirnya memaafkannya. (Dala’il An Nubuwwah, Jil. 7 Hal. 281)

Seseorang yang dikenal sebagai Ustad dari Malay(Asri) menyatakan berkaitan dengan riwayat ini

Riwayat tersebut datang dengan sanad yang baik dan kuat. Maka jelas sekali di situ bahawa Fatimah meninggal akibat sakit, dan bukanlah disebabkan oleh penyeksaan dari Abu Bakr. Malahan di situ turut dijelaskan bahwa Fatimah telah memilih untuk memaafkan Abu Bakr di akhir hayatnya.

Sayang sekali bahwa apa yang dikatakan sang Ustad itu tidak benar, sama seperti halnya dengan tuduhan aneh beliau terhadap Ibnu Ishaq(saya sudah menanggapi tuduhan beliau itu lihat Pembelaan Terhadap Ibnu Ishaq), apa yang beliau kemukakan itu adalah Apologia semata. Beliau telah dipengaruhi dengan kebenciannya terhadap syiah alias Syiahphobia dan juga dipengaruhi kemahzaban Sunninya yang terlalu kental hingga berusaha meragukan dalil yang shahih dalam hal ini Shahih Bukhari dengan dalil yang tidak shahih dalam hal ini adalah riwayat Baihaqi. Tujuannya sederhana hanya untuk membantah orang Syiah. Tidak ada masalah soal bantah-membantah, yang penting adalah berpegang pada dalil yang shahih.

Saya sependapat dengan Beliau bahwa Sayyidah Fatimah meninggal bukan disebabkan penyiksaan dari Abu Bakar tetapi saya tidak sependapat dengan dakwaan beliau bahwa riwayat Baihaqi itu memiliki sanad yang kuat.

Dhaifnya Riwayat Baihaqi
Riwayat Baihaqi yang dikemukakan Ustad Malay itu memiliki cacat pada sanad maupun matannya. Berikut analisis terhadap sanad dan matan riwayat tersebut.

Analisis Sanad Riwayat
Sebelumnya Mari kita bahas terlebih dulu apa syarat hadis atau riwayat yang shahih
Ibnu Shalah merumuskan bahwa hadis shahih adalah hadis yang musnad, yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh orang yang berwatak adil dan dhabith dari orang yang berwatak seperti itu juga sampai ke puncak sanadnya, hadis itu tidak syadz dan tidak mengandung illat.(Hadis Nabi Sejarah Dan Metodologinya hal 88 Dr Muh Zuhri , cetakan I Tiara Wacana :Yogyakarta, 1997). Atau bisa juga dilihat dalam Muqaddimah Ibnu Shalah fi Ulumul Hadis.

Mari kita lihat Riwayat Baihaqi, baik dalam Sunan Baihaqi atau Dalail An Nubuwwah Baihaqi meriwayatkan dengan sanad sampai ke Asy Sya’bi yang berkata (riwayat hadis tersebut).
Ibnu Hajar dalam Fath Al Bari berkata bahwa sanad riwayat ini shahih sampai ke Asy Sya’bi.

Walaupun sanad riwayat ini dinyatakan shahih oleh Ibnu Hajar sampai ke Asy Sya’bi tetapi riwayat ini adalah riwayat mursal artinya terputus sanadnya. Asy Sya’bi meriwayatkan seolah beliau sendiri menyaksikan peristiwa itu, lihat riwayat tersebut

Diriwayatkan oleh Al Hafidz Al Baihaqi dari Amir As Sya’bi, dia berkata, ketika Fatimah sakit Abu Bakr datang menemuinya dan meminta diberi izin masuk. Ali berkata padanya,

Padahal pada saat Sayyidah Fatimah AS dan Abu Bakar RA masih hidup Asy Sya’bi jelas belum lahir.

Amir bin Syurahbil Asy Sya’bi adalah seorang tabiin dan beliau lahir 6 tahun setelah masa khalifah Umar RA (Shuwaru Min Hayati At Tabiin, Dr Abdurrahman Ra’fat Basya, terjemah : Jejak Para Tabiin penerjemah Abu Umar Abdillah hal 153).

Hal ini menimbulkan dua kemungkinan

  1. Asy Sya’bi mendengar riwayat tersebut dari orang lain tetapi beliau tidak menyebutkan siapa orang tersebut, atau.
  2. Asy Sya’bi membuat-buat riwayat tersebut.

Singkatnya kemungkinan manapun yang benar tetap membuat riwayat tersebut tidak layak untuk dijadikan hujjah . Dalam hal ini saya lebih cenderung dengan kemungkinan pertama yaitu Asy Sya’bi mendengar dari orang lain, dan tidak diketahui siapa orang tersebut. Hal ini jelas menunjukkan mursalnya sanad riwayat ini. Riwayat mursal sudah jelas tidak bisa dijadikan hujjah.

Dalam Ilmu Mushthalah Hadis oleh A Qadir Hassan hal 109 cetakan III CV Diponegoro Bandung 1987. Beliau mengutip pernyataan Ibnu Hajar yang menunjukkan tidak boleh menjadikan hadis mursal sebagai hujjah,

Ibnu Hajar berkata”Boleh jadi yang gugur itu shahabat tetapi boleh jadi juga seorang tabiin .Kalau kita berpegang bahwa yang gugur itu seorang tabiin boleh jadi tabiin itu seorang yang lemah tetapi boleh jadi seorang kepercayaan. Kalau kita andaikan dia seorang kepercayaan maka boleh jadi pula ia menerima riwayat itu dari seorang shahabat,tetapi boleh juga dari seorang tabiin lain. Demikianlah selanjutnya memungkinkan sampai 6 atau 7 tabiin, karena terdapat dalam satu sanad ,ada 6 tabiin yang seorang meriwayatkan dari yang lain”. Pendeknya gelaplah siapa yang digugurkan itu, sahabatkah atau tabiin?. Oleh karena itu sepatutnya hadis mursal dianggap lemah.

Analisis Matan Riwayat
Perhatikan Riwayat Baihaqi itu

dari Amir As Sya’bi, dia berkata, ketika Fatimah sakit Abu Bakr datang menemuinya dan meminta diberi izin masuk. Ali berkata padanya, “Wahai Fatimah, Abu Bakr datang dan meminta izin agar diizinkan masuk.” Fatimah bertanya, “Apakah engkau ingin agarku memberikan izin baginya?” Ali berkata, “Ya!” Maka Abu Bakr masuk dan berusaha meminta maaf kepadanya sambil berkata, “Demi Allah tidaklah aku tinggalkan seluruh rumahku, hartaku, keluarga dan kerabatku kecuali hanya mencari redha Allah, redha RasulNya dan Redha kalian wahai Ahlul Bayt.” Dan Abu Bakr terus memujuk sehingga akhirnya Fatimah rela dan akhirnya memaafkannya. (Dala’il An Nubuwwah, Jil. 7 Hal. 281).

Matan riwayat ini menunjukkan bahwa Sayyidah Fatimah AS berbicara kepada Abu Bakar RA, padahal berdasarkan riwayat Aisyah Shahih Bukhari dinyatakan Sayyidah Fatimah marah dan mendiamkan Abu Bakar RA sampai Beliau AS meninggal. Lihat kembali hadis Shahih Bukhari

Lalu Fatimah binti Rasulullah SAW marah kemudian ia senantiasa mendiamkan Abu Bakar [Ia tidak mau berbicara dengannya]. Pendiaman itu berlangsung hingga ia wafat dan ia hidup selama 6 bulan sesudah Rasulullah SAW.

Dalam hal ini kesaksian Aisyah bahwa Sayyidah Fatimah AS marah dan mendiamkan Abu Bakar RA hingga beliau wafat lebih layak untuk dijadikan hujjah karena Aisyah RA melihat sendiri sikap Sayyidah Fatimah AS tersebut sampai akhir hayat Sayyidah Fatimah AS. Seandainya apa yang dikatakan Asy Sya’bi itu benar maka sudah tentu Aisyah RA akan menceritakannya.

Salah Satu Kekeliruan Asy Sya’bi Berkaitan Dengan Tasyayyu
Asy Sya’bi pernah menyatakan dusta terhadap Al Harits Al Hamdani Al A’war hanya karena Al Harits mencintai Imam Ali dan mengutamakannya di atas sahabat Nabi yang lain. Pernyataan Asy Sya’bi telah ditolak oleh ulama, salah satunya adalah Syaikh Hasan As Saqqaf dalam Shahih Sifat Shalat An Nabiy yang menyatakan tsiqah pada Al Harits Al Hamdani dan menolak tuduhan terhadap Al Harits . Selain itu,

Al Qurthubi mengatakan “Al Harits Al A’war yang meriwayatkan hadis dari Ali dituduh dusta oleh Asy Sya’bi padahal ia tidak terbukti berdusta, hanya saja cacatnya karena ia mencintai Ali secara berlebihan dan menganggapnya lebih tinggi daripada yang lainnya, dari sini Wallahu a’lam ia dianggap dusta oleh Asy Sya’bi . Ibnu Abdil Barr berkata “Menurutku Asy Sya’bi pantas dihukum untuk tuduhannya terhadap Al Harits Al Hamdani. (Jami Li Ahkam Al Quran Al Qurthubi 1 hal 4&5 Terbitan Darul Qalam Cetakan Darul Kutub Al Mashriyah).

Pernyataan di atas hanya menunjukkan bahwa apa yang dikatakan Asy Sya’bi tidak selalu benar. Bukan berarti saya menolak kredibilitas beliau sebagai perawi hadis, yang saya maksudkan jika beliau menyampaikan riwayat dengan cara mursal atau tanpa sanad yang jelas atau tidak menyebutkan dari siapa beliau mendengar maka riwayat itu tidak layak dijadikan hujjah karena dalam hal ini beliau Asy Sya’bi juga bisa saja keliru seperti tuduhan yang beliau kemukakan terhadap Al Harits. Kekeliruan itu sepertinya didasari rasa tidak senang dengan orang-orang yang mencintai Imam Ali di atas sahabat Nabi yang lain. Kekeliruan seperti itu jelas dipengaruhi oleh unsur kemahzaban semata.

Sudah jelas sekali kesimpulan saya adalah hadis riwayat Baihaqi yang dikemukan Ustad Asri itu adalah mursal atau dhaif.

Sayangnya ada orang yang begitu mudahnya bertaklid,

untuk mereka “ya terserah”

Sekali lagi tulisan ini hanya memaparkan analisis penulis berdasarkan dalil yang penulis anggap kuat. Oleh karenanya kritik yang substantif dan fokus pada tulisan jelas diharapkan.

Saya sudah bosan dengan tuduhan dan semua bentuk Ad Hominem, Tapi ya tidak dipaksa Kan. Sudah biasa memang siapa saja yang memihak Sayyidah Fatimah dan menyalahkan Abu Bakar maka ia akan langsung dituduh Syiah. Dan seperti biasa Yang syiah akan selalu dihina-hina

Ah penyakit ini memang kronis sekali, Syiahphobia

Salam damai

Nb: tulisan ini tidak dikhususkan buat menjawab seseorang, tetapi secara umum untuk tulisan blog yang membantah tulisan sebelumnya, tulisan Ustad Asri atau komentar dari salah seorang yang sering berkomentar :mrgreen:

23 Tanggapan

  1. Ho ho ho
    masih ya
    ah ya, memangnya kenapa U menganggap kitab Imamah Was Siyasah tidak bisa dijadikan hujjah?
    lupa nanya tuh kemarin

  2. @almirza
    Pertama, riwayat itu sendiri dalam Imamah Was Siyasah tidak memiliki sanad
    kedua, Terdapat keraguan seputar kitab Imamah Was Siyasah, apa benar itu ditulis Ibnu Qutaibah?
    Dalam hal ini saya memang tidak bisa memastikan
    Salam

  3. @ second alhamdulillah , saya bertaklid, insya Allah tidak akan apa apa , karena saya bertaklid dengan orang yang punya keturunan ahlul bait, gak masalah
    mursal, doif, gak kaget ………………… yang meriwayatkan ibnu hajar, dan para muhadist, mau nolak boleh, bilang saya taklid boleh wong semua ada ilmunya ……….
    kata anda
    Al Qurthubi mengatakan “Al Harits Al A’war yang meriwayatkan hadis dari Ali dituduh dusta oleh Asy Sya’bi padahal ia tidak terbukti berdusta, hanya saja cacatnya karena ia mencintai Ali secara berlebihan dan menganggapnya lebih tinggi daripada yang lainnya,

    jawab saya
    apa makna dari cacatnya karena …………..

    kata anda
    dari sini Wallahu a’lam ia dianggap dusta oleh Asy Sya’bi . jawab saya
    dari sini wallahu a’lam itu maksutnya siapa ………..

    jawab saya juga
    siapa asy sya’bi = seorang Al Hafidh, (hafal lebih dari 100 ribu hadits berikut sanad dan hukum matannya, dan berkata Imam Ahmad Al :Ajliy : “Mursal nya Assyah’biyy adalah shahih” (Tadzkiratul Huffadh juz 1 hal 79).

    dan anda minta di kitab mana boigrafi guru saya, maka saya jawab banyak mas, kata guru saya ratusan sanad beliau, klo maksa kasih e-mile kamu nanti saya kirim, silahkan koreksi sendiri, mau ……………..

    kata anda
    Adapun sedekah Beliau di Madinah, oleh Umar diserahkan kepada Ali dan Abbas. Adapun tanah Khaibar dan Fadak maka Umarlah yang menanganinya, Ia berkata “Keduanya adalah sedekah Rasulullah keduanya untuk hak-hak Beliau yang biasa dibebankan kepada Beliau dan untuk kebutuhan-kebutuhan Beliau. Sedangkan urusan itu diserahkan kepada orang yang memegang kekuasaan.

    Sebenarnya baik tanah Khaibar, Fadak dan sedekah Nabi SAW di madinah adalah sama-sama sedekah kalau menurut apa yang dikatakan Abu Bakar RA dan Umar RA tetapi anehnya Umar RA justru memberikan sedekah Nabi SAW di Madinah kepada Ahlul Bait yaitu Ali dan Abbas. Padahal berdasarkan hadis Shahih sedekah diharamkan bagi Ahlul Bait. Jadi jika hadis yang dinyatakan Abu Bakar itu benar maka pendapat Umar yang menyerahkan sedekah Nabi SAW di Madinah adalah keliru karena bertentangan dengan hadis shahih bahwa sedekah diharamkan bagi Ahlul Bait.

    jawab guru saya
    bukan begitu, Umar bin Khattab ra memberikan pada Abbas dan Ali ra untuk agar mereka yg membagikannya, dari tangan mereka, untuk disedekahkan, karena Rasul saw yg selalu membagikannya, maka umar ra menganggap mereka (Abbas dan Ali) lebih tahu siapa saja yg akan diberi shadaqah itu, bukan memberi mereka sedekah, tapi mewakilkan pada mereka. (Fathul Baari Bisyarh Shahih Bukhari Bab Fardhul Khumus).

  4. @bara

    saya bertaklid, insya Allah tidak akan apa apa , karena saya bertaklid dengan orang yang punya keturunan ahlul bait, gak masalah
    mursal, doif, gak kaget ………………… yang meriwayatkan ibnu hajar, dan para muhadist, mau nolak boleh, bilang saya taklid boleh wong semua ada ilmunya ………

    Terserah, kalau saya tetap berpegang pada dalil yang shahih Mas

    kata anda
    Al Qurthubi mengatakan “Al Harits Al A’war yang meriwayatkan hadis dari Ali dituduh dusta oleh Asy Sya’bi padahal ia tidak terbukti berdusta, hanya saja cacatnya karena ia mencintai Ali secara berlebihan dan menganggapnya lebih tinggi daripada yang lainnya,

    jawab saya
    apa makna dari cacatnya karena ……

    Cacat disana artinya keraguan pada Al Harits hanya terletak pada sikapnya yang mencintai Ali secara berlebihan dan menganggapnya lebih tinngi dari yang lain. Al Qurthubi jelas menolak tuduhan dusta buat Al Harits

    kata anda
    dari sini Wallahu a’lam ia dianggap dusta oleh Asy Sya’bi . jawab saya
    dari sini wallahu a’lam itu maksutnya siapa ………..

    Maksudnya Al qurthubi tidak tahu mengapa Asy Sya’bi menuduh dusta buat Al Harits karena memang tidak ada buktinya.

    jawab saya juga
    siapa asy sya’bi = seorang Al Hafidh, (hafal lebih dari 100 ribu hadits berikut sanad dan hukum matannya, dan berkata Imam Ahmad Al :Ajliy : “Mursal nya Assyah’biyy adalah shahih” (Tadzkiratul Huffadh juz 1 hal 79).

    Ah ini jawaban Guru anda itu bukan, saya tidak menafikan kredibilitas beliau Asy Sya’bi, tetapi jelas Mas. Jumhur ulama hadis menyatakan hadis mursal dhaif.
    Pendapat Al Ajliy jelas tidak menjadi hujjah oleh jumhur ulama hadis. Alasan sederhana saja Mas coba sebutkan alasan Al Ajli menyatakan mursal Asy Sya’bi itu shahih padahal jumhur ulama hadis menyatakan dhaifnya riwayat mursal, bahkan Ibnu Hajar sendiri.

    bukan begitu, Umar bin Khattab ra memberikan pada Abbas dan Ali ra untuk agar mereka yg membagikannya, dari tangan mereka, untuk disedekahkan, karena Rasul saw yg selalu membagikannya, maka umar ra menganggap mereka (Abbas dan Ali) lebih tahu siapa saja yg akan diberi shadaqah itu, bukan memberi mereka sedekah, tapi mewakilkan pada mereka. (Fathul Baari Bisyarh Shahih Bukhari Bab Fardhul Khumus).

    oh ya, saya pernah membaca pendapat ini. walaupun memang dalam hadisnya hanya disebutkan “diserahkan”. Tidak ada keterangan untuk dibagikan.
    Tapi walaupun begitu tetap saja kan keputusan Umar itu beda dengan keputusan Abu Bakar. Mengapa Abu Bakar tidak menyerahkan Fadak atau kurma bani Nadhir itu kepada Sayyidah Fatimah dan membiarkan Beliau membagikn kepada yang berhak menerimanya.

  5. @secondprince

    Pertama, riwayat itu sendiri dalam Imamah Was Siyasah tidak memiliki sanad

    Tidak semua keterangan yang tidak bersanad adalah tidak benar, coba lihat Sirah Ibnu Ishaq atau Al Maarif Ibnu qutaibah, ada kan riwayat yang tidak bersanad.

    kedua, Terdapat keraguan seputar kitab Imamah Was Siyasah, apa benar itu ditulis Ibnu Qutaibah?
    Dalam hal ini saya memang tidak bisa memastikan

    Sudah jelas kalau kitab itu karya Ibnu Qutaibah
    sepertinya dalam hal ini anda sudah dipengaruhi oleh pendapat Syaikh-syaikh Salafy itu

  6. @ second
    kata anda
    Tapi walaupun begitu tetap saja kan keputusan Umar itu beda dengan keputusan Abu Bakar. Mengapa Abu Bakar tidak menyerahkan Fadak atau kurma bani Nadhir itu kepada Sayyidah Fatimah dan membiarkan Beliau membagikn kepada yang berhak menerimanya.
    jawab saya
    beda mas …………. klo sahabat umar kan meberikan utuk selanjutnya diberikan kepada yang berhak, jadi maksutnya dari tangan Imam Ali yang membagikan, tapi harta tersebut tetap bagikan kepada orang yang tidak mampu, bukan menjadi harta waris yang dimiliki, mas
    karena dari semula kan bunda fatimah meminta hak warisnya, jadi beda dong ……………… tapi klo menurut mas sama ya ( belajar bahasa indonesia lagi saja ya )

  7. @almirza

    Tidak semua keterangan yang tidak bersanad adalah tidak benar, coba lihat Sirah Ibnu Ishaq atau Al Maarif Ibnu qutaibah, ada kan riwayat yang tidak bersanad.

    Ya memang tapi , walaupun begitu saya hanya ingin mengedepankan dalil yang kuat Mas

    Sudah jelas kalau kitab itu karya Ibnu Qutaibah
    sepertinya dalam hal ini anda sudah dipengaruhi oleh pendapat Syaikh-syaikh Salafy itu

    Ah benarkah, kayaknya kita kurang sependapat soal ini 😀

    @bara
    Begitu ya, padahal kata-katanya itu diserahkan lho,
    tapi ya ok lah bukan ini pokok bahasan sebenarnya
    Yang jelas keputusan Abu Bakar dan Umar berbeda
    Kalau menurut pengertian Mas
    Abu Bakar tidak melibatkan Ahlul bait dalam membagikan sedekah
    Sedangkan Umar justru menyerahkan kepada Ahlul Bait agar bisa dibagikan, begitu ya 😀
    Ini pengertian Mas kan
    Intinya tetap beda kan

  8. @ second
    ceriwis yo wes, terserah lah ………. kan kita tidak tahu kesibukan sahabat abubakar dalam pemerintahannya, jadi mending saya tetap harus bertanya, daripada menelaah mentah mentah yang akal kita tidak sama dengan pemikiran beliau beliau, para terdahulu

  9. @ second
    kata anda
    #

    Begitu ya, padahal kata-katanya itu diserahkan lho,
    tapi ya ok lah bukan ini pokok bahasan sebenarnya
    Yang jelas keputusan Abu Bakar dan Umar berbeda
    Kalau menurut pengertian Mas
    Abu Bakar tidak melibatkan Ahlul bait dalam membagikan sedekah
    Sedangkan Umar justru menyerahkan kepada Ahlul Bait agar bisa dibagikan, begitu ya 😀
    Ini pengertian Mas kan
    Intinya tetap beda kan

    jawab saya
    hi hi hi hi hi pengertian sama, intinya beda ……………. contohnya apa ya ???????

  10. TANAH FADAK
    HUBUNGAN SITI FATHIMAH RA DENGAN SAYYIDINA ABUBAKAR RA

    Benarkah keterangan Ulama-Ulama Syi’ah, bahwa Siti Fathimah ra, putri Rasulullah SAW itu meninggal dunia dalam keadaan dendam pada Sayyidina Abubakar ra, karena persoalan tanah Fadak, warisannya yang dikelola oleh Kholifah Abu Bakar ra .

    Pembaca yang kami hormati !
    Pantaskah Siti Fathimah ra yang mendapat gelar sebagai Sayyidatu Nisa’ Ahlil Jannah itu mempunyai sifat dendam terhadap orang lain, apalagi terhadap orang yang sangat berjasa kepada ayahnya?.
    Sebab sebagaimana kita ketahui, bahwa Siti Fathimah ra adalah putri Rasulullah SAW yang telah mendapat pendidikan langsung dari Rasulullah Saw, sehingga tidak diragukan lagi bahwa Siti Fathimah ra telah mewarisi sifat-sifat baik ayahnya, seperti Al Akhlaqul Karimah (akhlak yang mulia), Al’afwu’indal magdirah (pemberian maaf disaat ia dapat membalas) dan Husnuddhon (baik sangka) serta sifat baik Rasulullah SAW yang lain.
    Beliau Siti Fathimah ra dikenal sebagai seorang yang berakhlaq mulia, sopan santun, tidak sombong tapi rendah hati, walaupun beliau putri seorang Nabi. Beliau ramah serta lemah lembut dalam bertutur kata. Berjiwa besar, lapang dada serta pemaaf dan tidak mempunyai rasa ghil ( rasa unek-unek tidak senang kepada orang lain ). Sehingga tepat sekali kalau beliau itu mendapat gelar sebagai Sayyidatu Nisa’ Ahlil Jannah. Sebab di antara tanda-tanda penghuni surga adalah bahwa mereka itu tidak mempunyai rasa Ghil.
    Karenanya kami tidak dapat menerima kalau ada yang mengatakan bahwa Siti Fathimah ra wafat dalam keadaan dendam pada orang lain, dikarenakan urusan duniawi. Itu adalah satu penghinaan dan tuduhan kepada putri tersayang Rasulullah SAW.
    Beliau juga dikenal jujur dan tidak suka berdusta, sebagaimana kesaksian Siti Aisyah ra. Dimana Siti Aisyah ra pernah berkata kepada Rasulullah saw :
    “Bertanyalah kepada Fatimah, sebab dia itu tidak suka dusta.”

    Disamping itu semua, Siti Fathimah ra sangat sabar dalam menerima segala ujian serta ridha dan tawakkal atas takdir yang dialaminya. Walaupun keadaan ekonominya dalam keadaan serba kekurangan, namun beliau menerimanya dengan senang hati. Padahal beliau adalah putri seorang pemimpin.
    Itulah diantara sifat-sifat mulia putri Rasulullah SAW, dan apa yang kami sampaikan diatas adalah merupakan keyakinan dan kesaksian golongan Ahlussunnah Waljamaah. Oleh karena itu kami tidak bisa menerima tulisan-tulisan ulama Syi’ah yang berakibat dapat mendiskriditkan Siti Fathimah ra.
    Dengan demikian dapat kita pastikan bahwa Siti Fathimah ra tidak mungkin mempunyai sifat dendam, karena sifat dendam itu bukan sifatnya Ahlil Jannah, tetapi yang pasti beliau mempunyai sifat pemaaf (sifatnya Ahlil Jannah).
    Oleh karena itu, kata-kata dendam yang ada dalam cerita Syi’ah tersebut merupakan satu penghinaan pada Siti Fathimah ra.
    Adapun masalah tanah Fadak warisan Rasulullah SAW, maka Siti Fathimah ra dan Imam Ali kw serta Istri-Istri Rasulullah Saw dan pamannya Abbas ra telah menerima dengan baik keputusan Khalifah Abu Bakar ra, karena keputusan tersebut sesuai dengan perintah Rasulullah saw. Begitu pula keputusan tersebut telah berlaku di zaman Khalifah Umar ra dan Khalifah Utsman ra.
    Bahkan di zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib kw keputusan tersebut terus diberlakukan oleh Imam Ali kw.
    Andaikata keputusan Khalifah Abu Bakar ra tersebut oleh Imam Ali kw dianggap tidak benar dan melanggar agama, pasti akan dirubahnya dan pasti warisan tersebut akan diserahkan kepada pemilik-pemiliknya.
    Inilah keputusan Khalifah Abu Bakar ra mengenai warisan Rasulullah saw
    Dasar keputusan Khalifah Abu Bakar ra adalah Hadits Nabi yang berbunyi :

    نحن معاشر الا نبياء لا نورث ، ما تركنا صدقة
    ( البخارى (
    “Kami para Nabi tidak mewariskan, apa yang kami tinggalkan menjadi sodaqoh.”
    (HR. Bukhari)

    Dalam kitab-kitab Hadits disebutkan bahwa diantara yang meriwayatkan hadits tersebut adalah Imam Ali kw, Sayyidina Abu Bakar ra, Sayyidina Umar ra, Sayyidina Usman ra, Sayyidina Abbas ra (paman Rasulullah saw) dan beberapa Sahabat yang lain serta istri-istri Rasulullah saw.
    Dengan dasar Hadits tersebut, maka peninggalan Rasulullah Saw yang berupa sebidang tanah perkebunan di Fadak dll, dikuasai dan dikelola oleh pemerintah (Khalifah).
    Selanjutnya oleh Khalifah Abu Bakar ra hasil dari kebun tersebut digunakan untuk keperluan keluarga Rasulullah Saw dan sebagian diberikan kepada Fakir Miskin.
    Hal mana sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Rasulullah Saw semasa hidupnya. Oleh karenanya Siti Fathimah ra dan Imam Ali kw serta Abbas paman Rosululloh SAW dan Istri Istri Rosululloh Saw menerima keputusan Khalifah Abu Bakar tersebut.
    Yang mengherankan dan menjadi tanda tanya, mengapa dalam masalah Fadak tersebut,ulama-ulama Syi’ah itu selalu menjadikan Siti Fathimah ra sebagai pelaku dalam masalah Fadak, padahal bukan hanya beliau saja yang berkepentingan. Mengapa tidak Sayyidina Abbas ra (paman Rasulullah) atau mengapa tidak istri-istri Rasulullah Saw?. Katanya mereka itu mencintai Siti Fathimah ra, mengapa justru Siti Fatimah ra yang dijadikan obyek?
    Mengapa dalam cerita-cerita yang dibuat oleh ulama-ulama syi’ah mereka tega memberi sifat kepada Siti Fathimah ra dengan kata-kata yang tidak baik seperti; dendam, bermusuhan, berselisih, mengancam orang lain, menuntut warisan, menuntut kekhalifahan, tidak mau dilihat bila meninggal, tidak mau dishalati bila meninggal dan lain-lain.
    Tidakkah mereka itu membaca keterangan dan kesaksian para Sahabat yang banyak tertera dalam kitab-kitab Ahlus-sunnah bahwa Siti Fathimah ra itu berakhlak mulia, tutur katanya lembut, pemaaf, dermawan, dan tidak mempunyai ambisi untuk mencari kekayaan apalagi kedudukan. Justru beliau minta kapada Allah agar digolongkan bersama orang-orang miskin, sebagaimana ayahnya Rosulullah SAW. Beliau benar-benar mewarisi sifat-sifat mulia Rosulullah SAW.
    Oleh karena itu beliau Siti Fathimah ra sangat dicintai dan dihormati oleh para Sahabat, sebagaimana yang pernah diucapkan oleh Khafilah Abu Bakar ra, bahwa keluarga Rasulullah saw itu lebih ia cintai dari pada keluarganya.
    Perlu diketahui, bahwa pemberian-pemberian Khalifah Abu Bakar ra kepada Ahlul Bait, jauh lebih besar dari hasil kebun Fadak tersebut. Karenanya hubungan antara Khalifah Abu Bakar ra dengan Ahlul Bait sangat baik. Bahkan hubungan Siti Fathimah ra dengan istri Khalifah Abu Bakar ra yaitu Asma’ binti Umais ra, bagaikan kakak beradik.
    Sehingga sewaktu Siti Fathimah ra wafat, maka yang memandikan adalah Asma’ binti Umais ra atas dasar wasiat beliau.
    Disamping kata-kata dendam diatas, sebenarnya ulama-ulama Syi’ah itu secara tidak langsung sering menghina Siti Fathimah ra, dimana mereka sering membuat cerita-cerita yang isinya menggambarkan bahwa Siti Fathimah ra mempunyai rasa sentiment atau rasa permusuhan terhadap para Sahabat , khususnya terhadap Khafilah Abu Bakar ra. Atau dalam bahasa Al-Qur’an disebut mempunyai rasa Ghil ( Unek-unek terhadap orang lain ).
    Misalnya mereka mengatakan :

    – Siti Fathimah ra sakit hati terhadap para Sahabat, karena mereka mengangkat Sayyidina Abu Bakar ra sebagai Khalifah dan tidak memilih suaminya (Sayyidina Ali bin Abi Thalib kw).

    – Setelah Sayyidina Abu Bakar ra terpilih sebagai Khalifah, Siti Fathimah ra keliling menemui pemimpin-pemimpin Suku guna mencari dukungan bagi suaminya (Imam Ali kw).

    – Siti Fathimah ra tidak mau baiat pada Khalifah Abu Bakar ra, karena dianggap merampas kekhalifahan suaminya.

    – Kematian Siti Fathimah ra dikarenakan memikirkan hartanya yang dirampas oleh Khalifah Abu Bakar ra.

    Apa yang mereka tuduhkan tersebut, merupakan satu kekurang-ajaran mereka terhadap Siti Fathimah ra dan merupakan fitnah yang sangat besar, yang harus ditebus oleh penuduhnya dengan membaca syahadat lagi (tajdiid) dan harus banyak baca istighfar.
    Hal mana karena apa yang mereka tuduhkan tersebut, sangat bertentangan dengan sifat putri Rasulullah Saw yang sangat lemah lembut dan pemaaf, serta penuh kasih sayang terhadap sesama Muslimnya. Terutama terhadap orang-orang yang lebih dahulu dalam beriman kepada Allah dan RasulNya . Sehingga sesuai dengan do’a yang diajarkan oleh Allah dalam Al Qur’an yang berbunyi :

    ربنا اغفرلنا ولاخواننا الذين سبقونا بالايمان ولا تجعل
    فى قلوبنا غلا للذين أمنوا ربنا انك رؤف رحيم
    ( الحشر: 10)

    “ Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”
    (QS. Al Hasyr : 10)

    Demikianlah sedikit mengenai hubungan Siti Fathimah ra dengan Sayyidina Abubakar ra, serta cerita-cerita Syi’ah yang apabila kita amati benar-benar justru menghina dan mendiskriditkan Siti Fatimah ra.

  11. @showaaig01
    Luar biasa cerita anda tg Siti Fathimah anak Rasulullah. Hebat4 saya berikan tepuk tangan bagi anda plok5. Cara anda mengangkat nama Siti Fathimah begitu tinggi tdk lain utk membenarkan cacian anda terhdp Syiah. Cara anda bercerita sepertinya anda berada bersama mereka. Luar biasa anda menyusun kebohongan. Memang benar Siti Fathimah tdk mendendam tapi marah . Marah Siti Fathimah anda robah menjadi dendam. Anda sendiri katakan bhw Siti Fathimah tdk pernah bohong. Jd tuntutan Siti Fathimah benar dan Abubakar bohong krn menurut khalifah Abubakar Rasulullah tdk meninggalkan warisan sdgkan menurut Siti Fathimah ada. Bkn saya yg mengatakn khalifah Abubakar bohong tp berdasarkan penjelasan anda. Senjata makan tuan hehehe. Barang yg busuk pembohong akhirnya ketahuan juga. Supaya anda tau bahwa Siti Fathimah wanita termulia dipandangan Allah dan setiap perbuatannya terkontrol dg akhlak yg mulia. Siti Fathimah bukan marah krn harta. Tp marah krn baru tau sahabat nabi msh mau mendalimi hak seseorang. Apa akibat seseorang yg DHALIM?

  12. @showaaiq01

    Pantaskah Siti Fathimah ra yang mendapat gelar sebagai Sayyidatu Nisa’ Ahlil Jannah itu mempunyai sifat dendam terhadap orang lain, apalagi terhadap orang yang sangat berjasa kepada ayahnya?.

    Pertanyaannya perlu dikoreksi Mas, tidak ada kok istilah dendam karena yang ada itu marah. Kemudian Mas soal siapa yang berjasa, menurut saya Sayyidah Fatimah AS sangat tahu siapa yang paling berjasa dan bagaimana sikap kepada mereka yang berjasa. Jangan membalikkkan persoalan seolah Sayyidah Fatimah AS sudah bersikap tidak baik, masalah ini adalah soal kebenaran bukan soal jasa Mas

    Sebab sebagaimana kita ketahui, bahwa Siti Fathimah ra adalah putri Rasulullah SAW yang telah mendapat pendidikan langsung dari Rasulullah Saw, sehingga tidak diragukan lagi bahwa Siti Fathimah ra telah mewarisi sifat-sifat baik ayahnya, seperti Al Akhlaqul Karimah (akhlak yang mulia), Al’afwu’indal magdirah (pemberian maaf disaat ia dapat membalas) dan Husnuddhon (baik sangka) serta sifat baik Rasulullah SAW yang lain.

    Benar Mas

    Beliau Siti Fathimah ra dikenal sebagai seorang yang berakhlaq mulia, sopan santun, tidak sombong tapi rendah hati, walaupun beliau putri seorang Nabi. Beliau ramah serta lemah lembut dalam bertutur kata. Berjiwa besar, lapang dada serta pemaaf dan tidak mempunyai rasa ghil ( rasa unek-unek tidak senang kepada orang lain ). Sehingga tepat sekali kalau beliau itu mendapat gelar sebagai Sayyidatu Nisa’ Ahlil Jannah. Sebab di antara tanda-tanda penghuni surga adalah bahwa mereka itu tidak mempunyai rasa Ghil.

    Juga benar

    Karenanya kami tidak dapat menerima kalau ada yang mengatakan bahwa Siti Fathimah ra wafat dalam keadaan dendam pada orang lain, dikarenakan urusan duniawi. Itu adalah satu penghinaan dan tuduhan kepada putri tersayang Rasulullah SAW.

    hmm cobalah memahami dengan benar, dan gunakan kata yang tepat. Sayyidah Fatimah marah kepada orang lain selama 6 bulan dikarenakan Beliau yakin bahwa Beliau berada dalam kebenaran dan orang lain itu keliru. Lantas bagaimana sikap Mas terhadap sikap Sayyidah Fatimah yang berdasarkan Shahih Bukhari memang marah kepada Abu Bakar selama 6 bulan. Mau menolak hadiskah? atau mau menyelewengkan hadiskah?. Urusan dunia yang mana? Ini soal Hukum Allah Mas 😦

    Beliau juga dikenal jujur dan tidak suka berdusta, sebagaimana kesaksian Siti Aisyah ra. Dimana Siti Aisyah ra pernah berkata kepada Rasulullah saw :
    “Bertanyalah kepada Fatimah, sebab dia itu tidak suka dusta.”

    Benar sekali

    Disamping itu semua, Siti Fathimah ra sangat sabar dalam menerima segala ujian serta ridha dan tawakkal atas takdir yang dialaminya. Walaupun keadaan ekonominya dalam keadaan serba kekurangan, namun beliau menerimanya dengan senang hati. Padahal beliau adalah putri seorang pemimpin.
    Itulah diantara sifat-sifat mulia putri Rasulullah SAW, dan apa yang kami sampaikan diatas adalah merupakan keyakinan dan kesaksian golongan Ahlussunnah Waljamaah.

    Wah Mas yang begitu mah sudah jelas, yang jadi aneh adalah ketika siapa saja termasuk yang mengaku ahlussunnah berpendapat bahwa Sayyidah Fatimah AS keliru atau salah ketika beliau menuntut Fadak atau berpendapat bahwa justru yang benar dalam hal ini adalah Abu Bakar RA maka hal ini menjadi suatu kemusykilan. Bagaimana anda mengaku memuliakan Sayyidah Fatimah AS tetapi tidak membela kebenaran Sayyidah Fatimah AS?. Sikap pembelaan terhadap Sayyidah Fatimah itu tidak terkait Sunni atau Syiah, Jelas kan Mas.

    Oleh karena itu kami tidak bisa menerima tulisan-tulisan ulama Syi’ah yang berakibat dapat mendiskriditkan Siti Fathimah ra.

    Tidak ada satupun karya Ulama Syiah yang saya baca itu mendiskreditkan Sayyidah Fatimah AS, yang ada Mereka malah memuliakan Beliau setinggi-tingginya. Jadi maaf Mas anda keliru. Sejauh yang saya tangkap sikap Ulama Sunni yang menyalahkan Sayyidah Fatimah AS soal Fadak sudah jelas mendiskreditkan Sayyidah Fatimah AS padahal Beliau adalah pedoman kebenaran bagi semua Umat Islam termasuk Abu Bakar RA.

    Dengan demikian dapat kita pastikan bahwa Siti Fathimah ra tidak mungkin mempunyai sifat dendam, karena sifat dendam itu bukan sifatnya Ahlil Jannah, tetapi yang pasti beliau mempunyai sifat pemaaf (sifatnya Ahlil Jannah).

    benar sekali itu Mas, Beliau adalah wanita yang mulia dan selalu berpegang teguh pada kebenaran dan Beliau AS tidak akan sedikitpun ridho dengan kezaliman

    Oleh karena itu, kata-kata dendam yang ada dalam cerita Syi’ah tersebut merupakan satu penghinaan pada Siti Fathimah ra.

    Saya begitu heran sekali dengan kaum pokoknya ini, tulisan di atas itu tidak ada sedikitpun yang menyatakan kata-kata dendam dan tulisan di atas itu tidak ada sedikitpun cerita-cerita Syiah. Yang ada itu hadis Shahih Bukhari, maka lebih baik dilihat dulu benar-benar Mas 🙂

    Adapun masalah tanah Fadak warisan Rasulullah SAW, maka Siti Fathimah ra dan Imam Ali kw serta Istri-Istri Rasulullah Saw dan pamannya Abbas ra telah menerima dengan baik keputusan Khalifah Abu Bakar ra, karena keputusan tersebut sesuai dengan perintah Rasulullah saw. Begitu pula keputusan tersebut telah berlaku di zaman Khalifah Umar ra dan Khalifah Utsman ra.
    Bahkan di zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib kw keputusan tersebut terus diberlakukan oleh Imam Ali kw.

    Saya sudah bahas yang ini Mas dalam tulisan ini, silakan dilihat. Lagipula Mas kalau memang Sayyidah Fatimah menerima keputusan Abu Bakar RA maka Beliau AS tidak perlu marah sampai 6 bulan kepada Abu Bakar seperti yang diriwayatkan Bukhari. Saya berpegang pada bukti bukan pada asumsi

    Dalam kitab-kitab Hadits disebutkan bahwa diantara yang meriwayatkan hadits tersebut adalah Imam Ali kw, Sayyidina Abu Bakar ra, Sayyidina Umar ra, Sayyidina Usman ra, Sayyidina Abbas ra (paman Rasulullah saw) dan beberapa Sahabat yang lain serta istri-istri Rasulullah saw.

    Ck, ck Mas ada buktinya tidak, kalau mau tahu ya Sayyidah Fatimah AS, Imam Ali AS, Abbas RA dan istri-istri Nabi SAW selain Aisyah RA itu adalah termasuk mereka yang menuntut warisan harta Nabi, begitu yang dinyatakan dalam Shahih Bukhari.

    Selanjutnya oleh Khalifah Abu Bakar ra hasil dari kebun tersebut digunakan untuk keperluan keluarga Rasulullah Saw dan sebagian diberikan kepada Fakir Miskin.
    Hal mana sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Rasulullah Saw semasa hidupnya. Oleh karenanya Siti Fathimah ra dan Imam Ali kw serta Abbas paman Rosululloh SAW dan Istri Istri Rosululloh Saw menerima keputusan Khalifah Abu Bakar tersebut.

    Pernah tidak dengar hadis Nabi SAW bahwa keluarga Beliau SAW diharamkan untuk menerima sedekah. Kalau hadis Abu Bakar itu benar maka kebun tersebut yang adalah harta Nabi menjadi sedekah, maka mengapa keluarga Nabi SAW layak memakannya atau kenapa Abu Bakar memberikan sedekah kepada keluarga Nabi SAW, coba camkan Mas

    Yang mengherankan dan menjadi tanda tanya, mengapa dalam masalah Fadak tersebut,ulama-ulama Syi’ah itu selalu menjadikan Siti Fathimah ra sebagai pelaku dalam masalah Fadak, padahal bukan hanya beliau saja yang berkepentingan. Mengapa tidak Sayyidina Abbas ra (paman Rasulullah) atau mengapa tidak istri-istri Rasulullah Saw?. Katanya mereka itu mencintai Siti Fathimah ra, mengapa justru Siti Fatimah ra yang dijadikan obyek?

    Ya silakan saja tanya kepada Mereka Ulama Syiah Mas, saya saja tahu jawabannya karena dalam pandangan merea Ulama Syiah Sayyidah Fatimah AS itu ma’sum jadi tidak mungkin keliru atau menuntut yang bukan-bukan, justru karena itulah mereka membela mati-matian Sayyidah Fatimah AS. wah masalah ini kan sangat sederhana Mas

    Mengapa dalam cerita-cerita yang dibuat oleh ulama-ulama syi’ah mereka tega memberi sifat kepada Siti Fathimah ra dengan kata-kata yang tidak baik seperti; dendam, bermusuhan, berselisih, mengancam orang lain, menuntut warisan, menuntut kekhalifahan, tidak mau dilihat bila meninggal, tidak mau dishalati bila meninggal dan lain-lain.

    bagi saya ini cuma fitnah atau mispersepsi Mas saja

    Tidakkah mereka itu membaca keterangan dan kesaksian para Sahabat yang banyak tertera dalam kitab-kitab Ahlus-sunnah bahwa Siti Fathimah ra itu berakhlak mulia, tutur katanya lembut, pemaaf, dermawan, dan tidak mempunyai ambisi untuk mencari kekayaan apalagi kedudukan. Justru beliau minta kapada Allah agar digolongkan bersama orang-orang miskin, sebagaimana ayahnya Rosulullah SAW. Beliau benar-benar mewarisi sifat-sifat mulia Rosulullah SAW.

    Mereka Ulama Syiah sudah pasti memuliakan Sayyidah Fatimah AS, jadi ya Mas tidak benar

    Oleh karena itu beliau Siti Fathimah ra sangat dicintai dan dihormati oleh para Sahabat, sebagaimana yang pernah diucapkan oleh Khafilah Abu Bakar ra, bahwa keluarga Rasulullah saw itu lebih ia cintai dari pada keluarganya.

    Saya terima ini karena memang saya temukan riwayat bahwa Abu Bakar RA mengaku seperti itu, begitulah pengakuan Beliau

    Perlu diketahui, bahwa pemberian-pemberian Khalifah Abu Bakar ra kepada Ahlul Bait, jauh lebih besar dari hasil kebun Fadak tersebut. Karenanya hubungan antara Khalifah Abu Bakar ra dengan Ahlul Bait sangat baik

    Sekali lagi Mas keluarga Nabi SAW diharamkan menerima sedekah

    Bahkan hubungan Siti Fathimah ra dengan istri Khalifah Abu Bakar ra yaitu Asma’ binti Umais ra, bagaikan kakak beradik.
    Sehingga sewaktu Siti Fathimah ra wafat, maka yang memandikan adalah Asma’ binti Umais ra atas dasar wasiat beliau.

    Apa yang patut diherankan, buknkah sikap seperti ini menunjukkan kemuliaan sayyidah Fatimah AS yang bersikap proporsional, beliau Sayyidah Fatimah AS marah kepada Abu Bakar RA dan bukan kepada istrinya. Lagipula saya rasa kemarahan tersebut terkait dengan apa yang dilakukan Abu Bakar RA jadi tidak perlu merembet kepada keluarga Abu Bakar RA.

    Disamping kata-kata dendam diatas, sebenarnya ulama-ulama Syi’ah itu secara tidak langsung sering menghina Siti Fathimah ra, dimana mereka sering membuat cerita-cerita yang isinya menggambarkan bahwa Siti Fathimah ra mempunyai rasa sentiment atau rasa permusuhan terhadap para Sahabat , khususnya terhadap Khafilah Abu Bakar ra. Atau dalam bahasa Al-Qur’an disebut mempunyai rasa Ghil ( Unek-unek terhadap orang lain ).

    Maaf Mas begini saja Mas kalau mau berkeras coba tunjukkan literatur Ulama Syiah yang menghina Sayyidah Fatimah AS, semua permisalan Mas itu gak ada referensinya jadi yah gak valid.
    Salam Damai

    @abu rahat
    Begitulah Mas, saya juga menangkapnya seperti itu

  13. […] Satu lagi kekeliruan hakekat.com adalah mereka tidak tahu atau pura-pura tidak tahu bahwa riwayat ini berstatus mursal yang berarti sanadnya terputus. Hadis dengan sanad terputus adalah dhaif menurut jumhur Ulama hadis. Hal ini sudah saya bahas dalam tulisan Menolak Keraguan Seputar Riwayat Fadak […]

  14. bicara mana hadis doif mana tidak..bukan solusi! Sebab SETIAP GOLONGAN BISA MEMBENARKAN ARGUMENTASINYA ,kan kata qur’an KULLUN BIMA LADAIHI FARIIHUNN…sebenarnya simpel akar masalahnya…KAJI SEJARAH DENGAN JUJUR!
    A. Look! Qur’annya satu koq madzhabnya kita sampe ratusan?
    1.Qur’annya memang satu, tapi tafsiran beribu.
    2.Tafsiran tergantung pada hadis
    3. hadis tergantung pada perawi
    4. perawi tergantung vested interest saat itu karena sejarah berdarah-darah membuktikan ada tekanan terhadap segalanya
    5.maka lahirlah buah yang berbeda dari satu batang pohon SYAJARAH /sejarah.
    well, bagi yg ingin kirim dialog tambahan kunjungi SERAMBI BALE SUFI SEULAWAH

  15. @sufi seulawah
    Pertanyaan nih buat mas sufi:
    1. Menurut mas sufi, Allah dan Rasul tau tdk bhw islam akan terpecah spt ini?
    2. Jika tahu apakah Allah & Rasul sdh mempersiapkan dan memberi wasiat gak supaya ini tdk terjadi?.
    3. Apakah Rasul mencontohkan bgm caranya agar tdk terjadi perbedaan tsb?

    Terima kasih.

  16. Dialog Ja’far al-Shiddiq dengan seorang Syi‘ah.[3]

    Seorang rawi[4] menuturkan bahawa ada seorang Syi‘ah mendatangi Ja’far bin Muhammad al-Shiddiq[5] Karramallah Wajha lalu segera mengucap salam: “Assalamu‘alaikum waRahmatullahi waBarakatuhu.” Ja’far terus menjawab salam tersebut.

    (Dialog pertama):

    Syi‘ah tadi bertanya: Wahai putra Rasulullah, siapakah manusia terbaik setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?

    Ja’far al-Shiddiq menjawab: Abu Bakar (radhiallahu ‘anh).

    Syi‘ah bertanya: Mana hujahnya dalam hal itu?

    Ja’far menjawab: Firman Allah Ta‘ala:

    Kalau kamu tidak menolongnya (Nabi Muhammad) maka sesungguhnya Allah telahpun menolongnya, iaitu ketika kaum kafir (di Makkah) mengeluarkannya (dari negerinya Makkah) sedang ia salah seorang dari dua (sahabat) semasa mereka berlindung di dalam gua, ketika ia berkata kepada sahabatnya: “Janganlah engkau berdukacita, sesungguhnya Allah bersama kita.” Maka Allah menurunkan semangat tenang tenteram kepada (Nabi Muhammad) dan menguatkannya dengan bantuan tentera (malaikat) yang kamu tidak melihatnya. [al-Taubah 9:40]

    Ja’far melanjutkan: Cuba fikirkan, apakah ada orang yang lebih baik dari dua orang yang nombor ketiganya adalah Allah ? Tidak ada seorang pun yang lebih afdhal daripada Abu Bakar selain Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

    Maka Syi‘ah berkata: Sesungguhnya ‘Ali bin Abu Thalib ‘alaihi salam telah tidur di tikar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (demi menggantikannya dalam peristiwa hijrah) tanpa mengeluh (jaza’, ertinya tabah) dan tidak takut (faza’, ertinya ia tegar).

    Maka Ja’far menjawab: Dan begitu pula Abu Bakar, dia bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tanpa jaza’ dan faza’.

    Syi‘ah menyanggah: Sesungguhnya Allah Ta‘ala telah menyatakan berbeza dengan apa yang anda katakan !

    Ja’far bertanya: Apa yang difirmankan oleh Allah?

    Syi‘ah menjawab: …ketika ia berkata kepada sahabatnya: “Janganlah engkau berdukacita, sesungguhnya Allah bersama kita” bukankah ketakutan tadi adalah jaza’ ?

    Ja’far menjelaskan: Tidak kerana Huzn (sedih) itu bukan jaza’ dan faza’. Sedihnya Abu Bakar adalah khuatir jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dibunuh dan agama Allah tidak lagi ditaati. Jadi kesedihannya adalah terhadap agama Allah dan terhadap Rasul Allah, bukan sedih terhadap dirinya. Bagaimana (dapat dikatakan dia sedih untuk dirinya sendiri padahal) dia disengat lebih dari seratus sengatan dan tidak pernah mengatakan “His” juga (tidak pernah) mengatakan “Uh” (tidak mengerang kesakitan).

  17. Ahl sunnah , jujur adil tidak pernah berdusta atas nama Allah ,Rasul, ahl baith dan para sahabat rasul

    Ahl sunnah , jujur adil tidak pernah memenggal, menambah ayat2 al-qur’an maupun hadist.

    وَإِنَّ أَبَا بَكْرٍ صَاحِبُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَانِيَ اثْنَيْنِ فَإِنَّهُ أَوْلَى الْمُسْلِمِينَ بِأُمُورِكُمْ فَقُومُوا فَبَايِعُوهُ.
    =======================================
    عَنْ عَائِشَةَ, أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْسَلَتْ إِلَى أَبِي بَكْرٍ تَسْأَلُهُ مِيرَاثَهَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِمَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَيْهِ بِالْمَدِينَةِ وَفَدَكٍ وَمَا بَقِيَ مِنْ خُمُسِ خَيْبَرَ. فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لاَ نُورَثُ مَا تَرَكْنَا صَدَقَةٌ. إِنَّمَا يَأْكُلُ آلُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي هَذَا الْمَالِ وَإِنِّي وَاللَّهِ لاَ أُغَيِّرُ شَيْئًا مِنْ صَدَقَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ حَالِهَا الَّتِي كَانَ عَلَيْهَا فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلأَعْمَلَنَّ فِيهَا بِمَا عَمِلَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَأَبَى أَبُو بَكْرٍ أَنْ يَدْفَعَ إِلَى فَاطِمَةَ مِنْهَا شَيْئًا. فَوَجَدَتْ فَاطِمَةُ عَلَى أَبِي بَكْرٍ فِي ذَلِكَ فَهَجَرَتْهُ فَلَمْ تُكَلِّمْهُ حَتَّى تُوُفِّيَتْ. وَعَاشَتْ بَعْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ.

    فَلَمَّا تُوُفِّيَتْ دَفَنَهَا زَوْجُهَا عَلِيٌّ لَيْلاً وَلَمْ يُؤْذِنْ بِهَا أَبَا بَكْرٍ وَصَلَّى عَلَيْهَا. وَكَانَ لِعَلِيٍّ مِنْ النَّاسِ وَجْهٌ حَيَاةَ فَاطِمَةَ فَلَمَّا تُوُفِّيَتْ اسْتَنْكَرَ عَلِيٌّ وُجُوهَ النَّاسِ. فَالْتَمَسَ مُصَالَحَةَ أَبِي بَكْرٍ وَمُبَايَعَتَهُ وَلَمْ يَكُنْ يُبَايِعُ تِلْكَ الأَشْهُرَ. فَأَرْسَلَ إِلَى أَبِي بَكْرٍ أَنْ ائْتِنَا وَلاَ يَأْتِنَا أَحَدٌ مَعَكَ كَرَاهِيَةً لِمَحْضَرِ عُمَرَ فَقَالَ عُمَرُ: لاَ وَاللَّهِ لاَ تَدْخُلُ عَلَيْهِمْ وَحْدَكَ. فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: وَمَا عَسَيْتَهُمْ أَنْ يَفْعَلُوا بِي وَاللَّهِ لآتِيَنَّهُمْ.

    فَدَخَلَ عَلَيْهِمْ أَبُو بَكْرٍ فَتَشَهَّدَ عَلِيٌّ فَقَالَ: إِنَّا قَدْ عَرَفْنَا فَضْلَكَ وَمَا أَعْطَاكَ اللَّهُ وَلَمْ نَنْفَسْ عَلَيْكَ خَيْرًا سَاقَهُ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَكِنَّكَ اسْتَبْدَدْتَ عَلَيْنَا بِالأَمْرِ وَكُنَّا نَرَى لِقَرَابَتِنَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَصِيبًا… حَتَّى فَاضَتْ عَيْنَا أَبِي بَكْرٍ.

    فَلَمَّا تَكَلَّمَ أَبُو بَكْرٍ قَالَ: وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَرَابَةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَبُّ إِلَيَّ أَنْ أَصِلَ مِنْ قَرَابَتِي وَأَمَّا الَّذِي شَجَرَ بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ مِنْ هَذِهِ الأَمْوَالِ فَلَمْ آلُ فِيهَا عَنْ الْخَيْرِ وَلَمْ أَتْرُكْ أَمْرًا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُهُ فِيهَا إِلاَّ صَنَعْتُهُ.

    فَقَالَ عَلِيٌّ لأَبِي بَكْرٍ مَوْعِدُكَ الْعَشِيَّةَ لِلْبَيْعَةِ. فَلَمَّا صَلَّى أَبُو بَكْرٍ الظُّهْرَ رَقِيَ عَلَى الْمِنْبَرِ فَتَشَهَّدَ وَذَكَرَ شَأْنَ عَلِيٍّ وَتَخَلُّفَهُ عَنْ الْبَيْعَةِ وَعُذْرَهُ بِالَّذِي اعْتَذَرَ إِلَيْهِ. ثُمَّ اسْتَغْفَرَ وَتَشَهَّدَ عَلِيٌّ فَعَظَّمَ حَقَّ أَبِي بَكْرٍ وَحَدَّثَ أَنَّهُ لَمْ يَحْمِلْهُ عَلَى الَّذِي صَنَعَ نَفَاسَةً عَلَى أَبِي بَكْرٍ وَلاَ إِنْكَارًا لِلَّذِي فَضَّلَهُ اللَّهُ بِهِ وَلَكِنَّا نَرَى لَنَا فِي هَذَا الأَمْرِ نَصِيبًا فَاسْتَبَدَّ عَلَيْنَا فَوَجَدْنَا فِي أَنْفُسِنَا. فَسُرَّ بِذَلِكَ الْمُسْلِمُونَ وَقَالُوا أَصَبْتَ وَكَانَ الْمُسْلِمُونَ إِلَى عَلِيٍّ قَرِيبًا حِينَ رَاجَعَ الأَمْرَ الْمَعْرُوفَ

  18. @Ali Husein

    “Ahl sunnah , jujur adil tidak pernah berdusta atas nama Allah, Rasul, ahl baith dan para sahabat rasul

    Sama ya seperti Pemilu kita 4 tahun yg lalu, diakui jujur dan adil? 🙂
    Mengenai Ahl sunnah “tidak pernah berdusta”…. Wah mas apa tidak berlebihan? Yakin nih bahwa Ahl sunnah tidak pernah berdusta atas nama Allah, Rasul, ahl baith dan para sahabat rasul?
    Menurut mas hadits2 dan riwayat yang ketahuan dhaif dari yang mengaku Ahl sunnah apakah bukan dikatakan mereka telah berdusta atas nama Nabi saw? Atau menurut mas tidak ada hadits dan riwayat yang dhaif? Atau bahkan mas mau bilang bahwa mereka bukan Ahl sunnah? Yang mana mas?

    Bukannya mas, saya dan beratus-ratus juta manusia lainnya adalah Ahl sunnah? Darimana mas tau bahwa mereka tidak pernah berdusta atas nama Allah, Rasul, ahl baith dan para sahabat rasul?

    Ngomong-ngomong, apa maksudnya angka-angka [3], [4] dan [5] dari komen mas yg ini;

    ……..dengan seorang Syi‘ah.[3]

    Seorang rawi[4] …….Ja’far bin Muhammad al-Shiddiq[5] ………

    Salam

  19. maksudnya itu copy paste le.

  20. […] berbau Syiah, seorang Ulama sunni tidak kritis dalam menilai hujjah yang menguatkan pendapatnya. Hadis Baihaqi di atas adalah hadis mursal dan bertentangan dengan hadis shahih dalam Shahih Bukhari sehingga tidak diragukan kalau status […]

  21. Salam….
    sedikit pencerahan untuk kita semua…
    Muhammad Al-Baqir, imam Syiah kelima ditanya oleh seorang syiah, “Apakah Abu Bakar dan Umar telah menzhalimi anda atau mengambil hak anda?” Dia menjawab, “Tidak, demi Allah yang telah menurunkan Al-Qur’an kepada hamba-Nya, mereka berdua tidak menzhalimi hak kami meskipun hanya seberat biji sawi, “Asy-Sya’bi bertanya, “Apakah saya boleh mencintai dan setia kepada keduanya?” Dia menjawab, “Ya, mengapa tidak? bersikap setialah kepada mereka berdua di dunia dan di akhirat, sedangkan apa yang menimpamu, maka ada di atas pundakku.” (Nahj Al-Balaghah Syarah Ibnu Abi Al-Hadid, juz IV hal. 82)

    Telah ditanya Al-Baqir entang tanah fadak, maka dia menjawab, “Demi Allah, seandainya khilafah itu ditanganku, niscaya aku memutuskannya dengan keputusan Abu Bakar.” (Nahj Al-Balaghah Syarah Ibnu Abi Al-Hadid, juz IV hal. 42)

    sekian

    wassalam….

  22. […] SUMBER: Blog Analisis Pencari Kebenaran […]

Tinggalkan komentar