Barakah Kubur Ma’ruf Al Karkhiy dan Imam Musa bin Ja’far

Barakah Kubur Ma’ruf Al Karkhiy dan Imam Musa bin Ja’far

Ada kelompok sempalan dalam islam yang gemar menuduh orang muslim yang bertawasul atau mengambil barakah di kubur wali atau ulama tertentu sebagai orang yang telah melakukan kesyirikan. Mungkin mereka lupa atau tidak tahu bahwa sebagian ulama salafus shalih telah melakukannya. Berikut akan kami tunjukkan riwayat yang menunjukkan pengakuan ulama akan barakah di kubur Ma’ruf Al Karkhiy dan Musa bin Ja’far

.

.

Barakah Kubur Ma’ruf Al Karkhiy

أخبرني أبو إسحاق إبراهيم بن عمر البرمكي قال نبأنا أبو الفضل عبيد الله بن عبد الرحمن بن محمد الزهري قال سمعت أبي يقول قبر معروف الكرخي مجرب لقضاء الحوائج ويقال إنه من قرأ عنده مائة مرة قل هو الله أحد وسأل الله تعالى ما يريد قضى الله له حاجته

Telah mengabarkan kepadaku Abuu Ishaaq Ibrahim bin ‘Umar Al Barmakiy yang berkata telah memberitakan kepada kami Abul Fadhl Ubaidillah bin ‘Abdurrahman bin Muhammad Az Zuhriy yang berkata aku mendengar Ayahku mengatakan “Kubur Ma’ruf Al Karkhiy mujarrab untuk menunaikan hajat-hajat dan dikatakan sesungguhnya barang siapa yang membaca di sisinya [kubur tersebut] qul huwallahu ahad [surat al ikhlas] seratus kali dan meminta kepada Allah ta’ala apa saja yang dikehendaki maka Allah SWT akan mengabulkan hajatnya” [Tarikh Baghdaad Al Khatib 1/445]

Riwayat yang disebutkan Al Khatib di atas, para perawinya tsiqat. Berikut keterangan tentang para perawinya

  1. Abuu Ishaaq Ibrahim bin ‘Umar Al Barmakiy, Al Khatib mengatakan bahwa ia shaduq seorang yang faqih mazhab ahmad bin Hanbal [Tarikh Baghdaad 7/63 no 3133]. Ibnu Nuqthah berkata “faqiih mazhab hanbali yang tsiqat” [Takmil Al Ikmaal Ibnu Nuqthah 1/499-500]
  2. Abu Fadhl Ubaidillah bin ‘Abdurrahman bin Muhammad Az Zuhriy, Al Khatib berkata “tsiqat”. Al Azhariy berkata “Abu Fadhl Az Zuhriy tsiqat”. Daruquthniy menyatakan ia tsiqat shaduq. Al Barqaniy berkata “tsiqat” [Tarikh Baghdaad 12/96-97 no 5484]
  3. Abdurrahman bin Muhammad bin Ubaidillah Abu Muhammad Az Zuhriy, Al Khatib berkata tentangnya “tsiqat” [Tarikh Baghdaad 11/587 no 5373]

.

حدثنا أبو عبد الله محمد بن علي بن عبد الله الصوري قال سمعت أبا الحسين محمد بن أحمد بن جميع يقول سمعت أبا عبد الله بن المحاملي يقول اعرف قبر معروف الكرخي منذ سبعين سنة ما قصده مهموم الا فرج الله همه

Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Abdullah Muhammad bin ‘Aliy bin ‘Abdullah Ash Shuuriy yang berkata aku mendengar Abul Husain Muhammad bin Ahmad bin Jumai’ mengatakan aku mendengar Abu ‘Abdullah bin Al Mahaamiliy mengatakan “Aku mengenal kubur Ma’ruf Al Karkhiy sejak tujuh puluh tahun, tidaklah seorang yang sedang mengalami kesusahan mendatanginya kecuali Allah melapangkan kesusahannya” [Tarikh Baghdaad Al Khatib 1/445]

Riwayat yang disebutkan Al Khatib di atas, para perawinya tsiqat dan shaduq. Berikut keterangan tentang para perawinya

  1. Abu ‘Abdullah Muhammad bin ‘Aliy bin ‘Abdullah Ash Shuuriy, Al Khatib berkata “shaduq” [Tarikh Baghdaad 4/172-173 no 1363]. Adz Dzahabiy menyebutnya Imam hafizh hujjah [Siyaar A’laam An Nubalaa’ 17/627 no 424]. As Sam’aaniy menyebutkan bahwa ia tergolong hafizh mutqin [Al Ansab As Sam’aaniy 8/106]
  2. Abu Husain Muhammad bin Ahmad bin Jumai’ seorang Syaikh ‘alim shalih. Ash Shuuriy berkata bahwa ia syaikh shalih tsiqat ma’mun. Al Khatib dan yang lainnya berkata “tsiqat” [Siyaar A’laam An Nubalaa’ 17/152-155 no 96]
  3. Abu ‘Abdullah Husain bin Ismaiil Al Mahaamiliy seorang qadhiy imam allamah muhaddis tsiqat [Siyaar A’laam An Nubalaa’ 15/258 no 110]

Adapun Ma’ruf Al Karkhiy yang dimaksud adalah Abu Mahfuudzh seorang ahli ibadah dari penduduk Iraq dan termasuk qurra’ mereka, banyak hikayat yang menyebutkan tentang karamahnya dan maqbul doanya [Ats Tsiqaat Ibnu Hibbaan 9/206 no 16037]

.

.

Barakah Kubur Imam Musa bin Ja’far

أخبرنا القاضي أبو محمد الحسن بن الحسين بن محمد بن رامين الإستراباذي قال أنبأنا أحمد بن جعفر بن حمدان القطيعي قال سمعت الحسن بن إبراهيم أبا علي الخلال يقول ما همني أمر فقصدت قبر موسى بن جعفر فتوسلت به إلاّ سهل الله تعالى لي ما أحب

Telah mengabarkan kepada kami Al Qaadhiy Abu Muhammad Hasan bin Husain bin Muhammad bin Raamiin Al Istaraabaadziy yang berkata telah memberitakan kepada kami Ahmad bin Ja’far bin Hamdan Al Qathii’iy yang berkata aku mendengar Al Hasan bin Ibrahim Abu ‘Aliy Al Khalaal mengatakan “tidak ada perkara yang menyusahkanku maka aku mendatangi kubur Muusa bin Ja’far dan bertawasul dengannya kecuali Allah ta’ala akan memudahkan apa yang kuinginkan” [Tarikh Baghdaad Al Khatib 1/442]

Riwayat yang disebutkan Al Khatib di atas, para perawinya tsiqat dan shaduq. Berikut keterangan tentang para perawinya

  1. Al Qaadhiy Abu Muhammad Hasan bin Husain Al Istaraabaadziy, Al Khatib berkata “aku menulis darinya dan ia seorang yang shaduq fadhl shalih”[Tarikh Baghdaad 8/255 no 3764]
  2. Ahmad bin Ja’far bin Hamdaan Al Qathii’iy, Daruquthniy menyatakan ia tsiqat [Mausu’ah Aqwaal Daruquthniy no 175]. Ibnu Jauziy berkata “tsiqat banyak meriwayatkan hadis” [Al Muntazham Fii Tarikh 14/260-261 no 2740]
  3. Hasan bin Ibrahiim Al Khallaal adalah salah satu dari guru Ibnu Hibban yang ia keluarkan hadisnya dalam kitab Shahih-nya [Shahih Ibnu Hibbaan no 6947]. Ibnu Hibbaan telah menyebutkan syarat dalam kitab Shahih-nya salah satunya adalah bahwa perawi dalam kitabnya seorang yang shaduq dalam hadis. Maka berdasarkan hal ini kedudukan Hasan bin Ibrahim Al Khallaal adalah seorang yang shaduq.

Sedikit catatan tentang Hasan bin Ibrahiim Al Khallaal. Ibnu Hibban dalam Shahih-nya menyebutkan “telah mengabarkan kepada kami Hasan bin Ibrahim Al Khallaal di Wasith yang berkata telah menceritakan kepada kami Syu’aib Ibnu Ayuub” [Shahih Ibnu Hibban no 6947].

Al Khatib menyebutkan bahwa kuniyahnya adalah Abu ‘Aliy. Dalam kitab Tarikh Baghdaad hanya ada satu perawi yang sesuai dengan nama Hasan bin Ibrahiim Abu ‘Aliy Al Khallaal yaitu Hasan bin Ibrahiim bin Taubah Abu ‘Aliy Al Khallaal dan Al Khatib tidak menyebutkan jarh dan ta’dil terhadapnya [Tarikh Baghdaad 8/228 no 3733]. Dalam biografi tersebut tidak disebutkan nisbah Al Waasithiy tetapi dalam biografi Yahya bin Muhammad bin Ruzbahaan Al Khatib menyebutkan bahwa ia meriwayatkan dari Abu ‘Aliy Hasan bin Ibrahim Al Khallaal Al Waasithiy [Tarikh Baghdad 16/351 no 7500].

Disebutkan pula bahwa Hasan bin Ibrahim Al Khallaal adalah guru dari Daruquthniy. Daruquthniy menyebutkan “telah menceritakan kepada kami Hasan bin Ibrahim bin Husain Al Khallaal di Waasith” [Al Ilal Daruquthniy 10/187]. Dan dalam kitab Atraaf Al Gharaa’ib Wal Afraad Lil Daruquthniy disebutkan bahwa nama Syaikh-nya adalah Abu ‘Aliy Husain bin Ibrahiim Al Khallaal [Atraaf Al Gharaa’ib Wal Afraad Lil Daruquthniy no 5897]. Penyebutan nama Husain disini kemungkinan adalah tashif dan yang benar adalah Abu ‘Aliy Hasan bin Ibrahim Al Khallaal.

Syaikh Naif bin Shalah Abu Thayyib menyebutkan biografi Hasan bin Ibrahim Al Khallaal dalam kitabnya Ad Daliil Al Mughniy Li Syuyuukh Al Imam Abul Hasan Daruquthniy. Beliau menyebutkan “Al Hasan bin Ibrahim bin Husain dan dikatakan Ibnu Taubah, Abu ‘Aliy Al Khallaal Al Waasithiy” [Ad Daliil Al Mughniy no 149]. Nampak bahwa Beliau menganggap perawi yang disebutkan Al Khatib dan guru Daruquthniy adalah perawi yang sama hanya saja diperselisihkan nama kakeknya. Dan Beliau berkata tentangnya “majhul hal”.

Memang benar tidak ternukil jarh dan ta’dil terhadap Hasan bin Ibrahim Al Khallaal tetapi berdasarkan keterangan di atas nampak bahwa Hasan bin Ibrahim Abu ‘Aliy Al Khallaal juga dikenal dengan nisbah Al Waasithiy maka kuat penunjukkannya bahwa ia adalah Hasan bin Ibrahim Al Khallaal guru Ibnu Hibban yang menceritakan hadis kepadanya di Waasith [sebagaimana disebutkan dalam Shahih Ibnu Hibbaan]. Maka hal ini dianggap sebagai ta’dil Ibnu Hibbaan terhadapnya bahwa ia seorang yang shaduq.

Adapun Muusa bin Ja’far adalah Imam pengikut Syi’ah yang diyakini oleh mereka sebagai Imam yang ma’shum. Sedangkan di sisi Ahlus Sunnah, Muusa bin Ja’far dikenal sebagai seorang Imam yang tsiqat. Ibnu Abi Hatim menyebutkan dalam kitabnya

موسى بن جعفر بن محمد بن على بن الحسين بن على بن ابى طالب روى عن ابيه روى عنه ابنه على بن موسى واخوه على بن جعفر سمعت ابى يقول ذلك نا عبد الرحمن قال سئل ابى عنه فقال ثقة صدوق امام من ائمة المسلمين

Muusa bin Ja’far bin Muhammad bin ‘Aliy bin Husain bin ‘Aliy bin Abi Thalib, meriwayatkan dari Ayahnya dan telah meriwayatkan darinya anaknya ‘Aliy bin Muusa dan saudaranya ‘Aliy bin Ja’far. Aku mendengar ayahku mengatakan demikian. Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman yang berkata Ayahku [Abu Hatim] ditanya tentangnya, maka ia berkata “seorang yang tsiqat shaduq Imam dari imam-imam kaum muslimin” [Al Jarh Wat Ta’dil 8/139 no 625]

.

.

.

Kesimpulan

Di sisi kami perkataan atau perbuatan ulama tidak menjadi hujjah secara mutlak jika tidak berlandaskan kepada dalil tetapi bukan itu inti permasalahan di atas. Kami hanya ingin menunjukkan bahwa perkara barakah kubur ulama tertentu dan tawasul dengannya juga telah dilakukan sebagian ulama tsiqat. Mari kita lihat apakah kelompok sempalan itu akan menuduh para ulama tersebut dengan kesyirikan ataukah mereka akan terdiam seribu bahasa termangu-mangu dan pura-pura tidak tahu.

5 Tanggapan

  1. Di sisi kami perkataan atau perbuatan ulama tidak menjadi hujjah. Terlebih lagi bila ulama itu tidak bergelar Syaikhul Islam dan tidak bernama Abul Abbas Taqiyuddin Ahmad bin Abdus Salam bin Abdullah bin Taimiyah al Harrani.

  2. @Antikonyol

    Maaf komentar anda konyol sekali. Justru tulisan diatas yang lebih tepat dikatakan menanggapi tulisan abul-jauzaa. Atsar yang dibahas oleh abul-jauzaa memang dhaif tetapi atsar-atsar yang saya bawakan di atas itu shahih. Lucunya atsar-atsar di atas itu juga berasal dari kitab yang sama dengan atsar yang didhaifkan abul-jauzaa yaitu Tarikh Baghdad

  3. @Antikonyol

    Benar kata bung @SP . . .komentar anda benar-benar konyol, masa sebuah tulisan yang terbit tertanggal 26 Februari 2015 telah ditanggapi oleh tulisan tertanggal 14 Februari 2015. Ini artinya tulisan yang menanggapi lebih cepat 12 hari dari tulisan yang ditanggapi. Anda pikir Abul-jauzaa’ itu orang yang tahu perkara yg akan terjadi dimasa depan yah ? he. . he. . he

  4. Penulisnya sendiri sudah bilang, perkataan ulama tidak bisa menjadi hujjah secara mutlak jika tidak ada dalil. Jadi jangan kegeeran.

Tinggalkan komentar