Shahih Riwayat Syi’ah : Pengakuan Keislaman Ahlus Sunnah

Shahih Riwayat Syi’ah : Pengakuan Keislaman Ahlus Sunnah

Salah satu propaganda para Pembenci Syi’ah untuk merendahkan mazhab Syi’ah adalah mereka menuduh bahwa Syi’ah telah mengkafirkan Ahlus sunnah. Kami tidak menafikan bahwa ada sebagian ulama Syi’ah yang bersikap berlebihan dalam perkara ini [terutama dari kalangan akhbariyun] menyatakan baik itu dengan isyarat atau dengan jelas mengindikasikan kekafiran ahlus sunnah. Tetapi terdapat juga sebagian ulama Syi’ah yang justru menegaskan keislaman Ahlus sunnah dan tidak menyatakan kafir.

Perkara ini sama hal-nya dengan sebagian ulama ahlus sunnah yang mengkafirkan Syi’ah baik itu secara isyarat ataupun dengan jelas dan memang terdapat pula sebagian ulama ahlus sunnah yang tetap mengakui Syi’ah walaupun menyimpang tetap Islam bukan kafir. Kebenarannya adalah baik Ahlus Sunnah dan Syi’ah keduanya adalah Islam. Silakan mazhab yang satu merendahkan atau menyatakan mazhab yang lain sesat tetapi hal itu tidak mengeluarkan salah satu mereka dari Islam. 

.

.

.

Riwayat Pengakuan Keislaman Ahlus Sunah

Berikut adalah riwayat-riwayat Syi’ah yang menunjukkan pengakuan akan keislaman Ahlus sunnah. Kami cukupkan pada riwayat-riwayat yang kedudukannya shahih dan muwattsaq berdasarkan ilmu hadis Syi’ah, walaupun sebenarnya cukup banyak riwayat yang dhaif dari segi sanad yang membuktikan keislaman ahlus sunnah. Sengaja riwayat tersebut tidak kami nukilkan karena riwayat shahih dalam mazhab Syi’ah lebih baik kedudukannya sebagai hujjah.

.

.

Riwayat Pertama

أبي (ره) قال حدثنا سعد بن عبد الله عن يعقوب بن يزيد عن محمد ابن أبي عمير عن محمد بن حمران عن أبي عبد الله عليه السلام قال من قال لا إله إلا الله مخلصا دخل الجنة وإخلاصه بها ان يحجزه لا إله إلا الله عما حرم الله

Ayahku [rahimahullah] mengatakan telah menceritakan kepada kami Sa’d bin ‘Abdullah dari Ya’qub bin Yaziid dari Muhammad Ibnu Abi Umair dari Muhammad bin Hamraan dari Abi ‘Abdullah [‘alaihis salaam] yang berkata barang siapa mengatakan “laa ilaaha illallah dengan ikhlas maka ia masuk surga dan ikhlas dengannya adalah ia menjaga laa ilaaha illaallah dari perkara yang diharamkan Allah” [Tsawab Al A’maal Syaikh Ash Shaaduq hal 24 no 1]

Riwayat ini sanadnya shahih sesuai standar ilmu Rijal Syi’ah, berikut keterangan para perawinya

  1. Aliy bin Husain bin Musa bin Babawaih Al Qummiy Ayah Syaikh Ash Shaaduq adalah Syaikh di Qum terdahulu faqih dan tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 261 no 684]
  2. Sa’d bin ‘Abdullah Al Qummiy seorang yang tsiqat [Al Fahrasat Syaikh Ath Thuusiy hal 135]
  3. Yaqub bin Yaziid bin Hamaad seorang yang tsiqat shaduq [Rijal An Najasyiy hal 450 no 1215]
  4. Muhammad bin Abi Umair, ia termasuk orang yang paling terpercaya baik di kalangan khusus [Syi’ah] maupun kalangan umum [Al Fahrasat Ath Thuusiy hal 218]
  5. Muhammad bin Hamraan An Nahdiy seorang yang tsiqat termasuk yang meriwayatkan dari Abu ‘Abdullah [‘alaihis salaam] [Rijal An Najasyiy hal 359 no 965]

Riwayat serupa ini juga terdapat dalam kitab ahlus sunnah dan menjadi dalil bahwa syahadat adalah pintu yang membedakan antara seorang muslim dengan nonmuslim dan akan memasukkan seseorang ke dalam surga.

.

.

 Riwayat Kedua

حدثني أبي رضي الله عنه قال: حدثنا سعد بن عبد الله عن إبراهيم بن هاشم، عن محمد بن أبي عمير، عن جعفر بن عثمان، عن أبي بصير قال: كنت عند أبي جعفر عليه السلام فقال له رجل: أصلحك الله إن بالكوفة قوما يقولون مقالة ينسبونها إليك فقال: وماهي؟ قال: يقولون: الايمان غير الاسلام، فقال أبوجعفر عليه السلام: نعم، فقال الرجل: صفه لي قال: من شهد أن لاإله إلا الله وأن محمدا رسول الله صلى الله عليه وآله وأقر بما جاء من عند الله وأقام الصلاة وآتى الزكاة وصام شهر رمضان وحج البيت فهو مسلم، قلت: فالايمان؟ قال: من شهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله وأقر بما جاء من عند الله وأقام الصلاة وآتى الزكاة وصام شهر رمضان وحج البيت ولم يلق الله بذنب أو عد عليه النار فهو مؤمن قال أبو بصير: جعلت فداك، وأينا لم يلق الله بذنب أو عد عليه النار؟ فقال: ليس هو حيث تذهب إنما هو لم يلق الله بذنب أو عد عليه النار ولم يتب منه

Telah menceritakan kepadaku Ayahku [radiallahu ‘anhu] yang berkata telah menceritakan kepada kami Sa’d bin ‘Abdullah dari Ibrahim bin Haasyim dari Muhammad bin Abi Umair dari Ja’far bin ‘Utsman dari Abi Bashiir yang berkata aku berada di sisi Abu Ja’far [‘alaihis salaam] maka seorang laki-laki berkata kepadanya “semoga Allah memberikan kebaikan kepadamu, sesungguhnya di Kufah terdapat kaum yang mengatakan sesuatu dengan menisbatkan kepadamu?. Beliau berkata “apa itu?”. Orang tersebut berkata “mereka mengatakan bahwa Iman bukanlah Islam”. Abu Ja’far [‘alaihis salaam] berkata “benar”. Orang tersebut berkata “jelaskan kepadaku”. Beliau berkata “barang siapa yang bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah SWT dan Muhammad adalah Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wa alihi], dan meyakini apa yang datang dari sisi Allah, menunaikan shalat, memberikan zakat, puasa di bulan Ramadhan, haji ke baitullah maka ia adalah Muslim. Aku berkata “maka Iman?”. Beliau berkata “barang siapa yang bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah SWT dan Muhammad adalah Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wa alihi], dan meyakini apa yang datang dari sisi Allah, menunaikan shalat, memberikan zakat, puasa di bulan Ramadhan, haji ke baitullah dan tidak menghadap Allah dengan dosa yang dapat memasukkannya ke neraka maka ia adalah Mu’min. Abu Bashiir berkata “aku menjadi tebusanmu, siapakah diantara kita yang tidak menghadap Allah dengan dosa yang dapat memasukkannya ke neraka?. Maka Beliau berkata “itu bukan seperti yang kau pikirkan, sesungguhnya yang dimaksud hanyalah ia tidak menghadap Allah dengan dosa yang dapat memasukkannya ke neraka dimana ia tidak bertaubat dari dosa tersebut” [Al Khisaal Syaikh Shaaduq 2/411 no 14]

Riwayat Syaikh Shaaduq di atas sanadnya shahih sesuai standar ilmu Rijal Syi’ah, berikut keterangan para perawinya

  1. Aliy bin Husain bin Musa bin Babawaih Al Qummiy Ayah Syaikh Ash Shaaduq adalah Syaikh di Qum terdahulu faqih dan tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 261 no 684]
  2. Sa’d bin ‘Abdullah Al Qummiy seorang yang tsiqat [Al Fahrasat Syaikh Ath Thuusiy hal 135]
  3. Ibrahim bin Haasyim Al Qummiy seorang yang tsiqat jaliil. Ibnu Thawus pernah menyatakan hadis yang dalam sanadnya ada Ibrahim bin Haasyim bahwa para perawinya disepakati tsiqat [Al Mustadrakat Ilm Rijal Al Hadis, Asy Syahruudiy 1/222]
  4. Muhammad bin Abi Umair, ia termasuk orang yang paling terpercaya baik di kalangan khusus [Syi’ah] maupun kalangan umum [Al Fahrasat Ath Thuusiy hal 218]
  5. Ja’far bin Utsman sahabat Abu Bashiir adalah seorang yang tsiqat [Al Mufiid Min Mu’jam Rijal Al Hadits hal 108]
  6. Abu Bashiir Al Asdiy yaitu Yahya bin Qaasim ia meriwayatkan dari Abu Ja’far [‘alaihis salaam] dan Abu ‘Abdullah [‘alaihis salaam], ia seorang yang tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 441 no 1187]

.

.

Riwayat Ketiga

محمد بن يحيى عن أحمد بن محمد عن الحسن بن محبوب عن جميل بن صالح عن سماعة قال قلت لأبي عبد الله (عليه السلام) أخبرني عن الاسلام والايمان أهما مختلفان؟ فقال إن الايمان يشارك الاسلام والاسلام لا يشارك الايمان فقلت فصفهما لي فقال الاسلام شهادة أن لا إله إلا الله والتصديق برسول الله (صلى الله عليه وآله) به حقنت الدماء وعليه جرت المناكح والمواريث وعلى ظاهره جماعة الناس، والايمان الهدى وما يثبت في القلوب من صفة الاسلام وما ظهر من العمل به والايمان أرفع من الاسلام بدرجة إن الايمان يشارك الاسلام في الظاهر والاسلام لا يشارك الايمان في الباطن وإن اجتمعا في القول والصفة

Muhammad bin Yahya dari Ahmad bin Muhammad dari Hasan bin Mahbuub dari Jamiil bin Shalih dari Sama’ah yang berkata aku berkata kepada Abi Abdullah [‘alaihis salaam] “kabarkanlah kepadaku tentang islam dan iman apakah keduanya berbeda?. Maka Beliau berkata “sesungguhnya iman mencakup islam dan islam belum mencakup iman”. Aku berkata “jelaskanlah keduanya kepadaku”. Maka Beliau berkata “Islam adalah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan membenarkan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wa alihi], dengannya darah terlindungi, dan karenanya bisa terjadi pernikahan dan pewarisan, dan itulah yang nampak pada jama’ah manusia. Sedangkan Iman adalah petunjuk, apa yang ada di dalam hati dari yang disifatkan islam dan apa yang nampak dari amal perbuatan dengannya, iman lebih tinggi derajatnya dari islam, iman mencakup islam dalam zahir dan islam belum mencakup iman dalam bathin dan sesungguhnya keduanya bergabung dalam perkataan dan sifat [Al Kafiy Al Kulainiy 2/19 no 1]

Riwayat Al Kulainiy di atas sanadnya muwatstsaq sesuai standar ilmu Rijal Syi’ah, para perawinya tsiqat hanya saja Sama’ah bin Mihraan disebutkan ia bermazhab waqifiy, berikut keterangan para perawinya

  1. Muhammad bin Yahya Al Aththaar seorang yang tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 353 no 946].
  2. Ahmad bin Muhammad bin Iisa seorang yang tsiqat [Mu’jam Rijal Al Hadits Sayyid Al Khu’iy 3/85 no 902]
  3. Hasan bin Mahbuub seorang yang tsiqat [Rijal Ath Thuusiy hal 354]
  4. Jamil bin Shalih Al Asadiy seorang yang tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 127 no 329]
  5. Sama’ah bin Mihraan seorang yang tsiqat tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 193 no 517]. Disebutkan bahwa ia bermazhab waqifiy [Rijal Ath Thuusiy hal 337]

.

.

Riwayat Keempat

عدة من أصحابنا، عن سهل بن زياد; ومحمد بن يحيى، عن أحمد بن محمد جميعا، عن ابن محبوب، عن علي بن رئاب، عن حمران بن أعين، عن أبي جعفر (عليه السلام) قال: سمعته يقول: الايمان ما استقر في القلب وأفضى به إلى الله عز وجل وصدقه العمل بالطاعة لله والتسليم لامره والاسلام ما ظهر من قول أو فعل وهو الذي عليه جماعة الناس من الفرق كلها وبه حقنت الدماء وعليه جرت المواريث وجاز النكاح واجتمعوا على الصلاة والزكاة والصوم والحج، فخرجوا بذلك من الكفر وأضيفوا إلى الايمان،

Sekelompok sahabat kami dari Sahl bin Ziyaad, dan Muhammad bin Yahya dari Ahmad bin Muhammad, keduanya [Sahl bin Ziyaad dan Ahmad bin Muhammad] dari Ibnu Mahbuub dari Aliy bin Ri’ab dari Hamran bin ‘A’yan dari Abu Ja’far [‘alaihis salaam], [Hamraan] berkata aku mendengarnya mengatakan Iman adalah apa yang ada di dalam hati dan menuju kepada Allah ‘azzawajalla dan dibenarkan dengan amal taat kepada Allah dan berserah diri pada perintahnya, sedangkan Islam adalah apa yang nampak dari perkataan dan perbuatan, ia yang dianut oleh jama’ah manusia dari semua Firqah [golongan], dan dengannya darah terlindungi dan karenanya berlangsung pewarisan dan bolehnya pernikahan, dan bergabung dengan shalat, zakat, puasa dan haji maka dengan semua itu mereka keluar dari kekafiran dan dimasukkan kedalam iman…[Al Kafiy Al Kulainiy 2/20 no 5]

Riwayat Al Kulainiy di atas sanadnya shahih sesuai standar ilmu Rijal Syi’ah, berikut keterangan para perawinya

  1. Muhammad bin Yahya Al Aththaar seorang yang tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 353 no 946].
  2. Ahmad bin Muhammad bin Iisa seorang yang tsiqat [Mu’jam Rijal Al Hadits Sayyid Al Khu’iy 3/85 no 902]
  3. Hasan bin Mahbuub seorang yang tsiqat [Rijal Ath Thuusiy hal 354]
  4. Aliy bin Ri’aab Al Kuufiy seorang yang tsiqat [Al Fahrasat Syaikh Ath Thuusiy hal 151]
  5. Hamraan bin ‘A’yun ia dikatakan hawaariy Imam Abu Ja’far Al Baqir [‘alaihis salaam], ia seorang yang tsiqat [Al Fa’iq Fii Ruwah Wa Ashabul Imam Shadiq 1/475-476 no 975]. Ia termasuk diantara Syaikh-syaikh Syi’ah yang agung dan memiliki keutamaan yang tidak diragukan tentang mereka [Risalah Fii Alu A’yun Syaikh Abu Ghalib hal 2]

.

.

Riwayat Kelima

علي، عن أبيه، عن ابن أبي عمير، عن جميل بن دراج، عن فضيل بن يسار قال: سمعت أبا عبد الله (عليه السلام) يقول: إن الايمان يشارك الاسلام ولا يشاركه الاسلام، إن الايمان ما وقر في القلوب والاسلام ما عليه المناكح والمواريث و حقن الدماء، والايمان يشرك الاسلام والاسلام لا يشرك الايمان

Aliy dari Ayahnya dari Ibnu Abi ‘Umair dari Jamiil bin Daraaj dari Fudhail bin Yasaar yang berkata aku mendengar Aba ‘Abdullah [‘alaihis salaam] mengatakan sesungguhnya Iman mencakup Islam dan Islam belum mencakup Iman, Iman adalah apa yang diyakini di dalam hati dan Islam apa yang diatasnya berlaku pernikahan, pewarisan dan terlindung darahnya, Iman mencakup Islam dan Islam belum mencakup Iman [Al Kafiy Al Kulainiy 2/26 no 3]

Riwayat di atas sanadnya shahih berdasarkan standar Ilmu Rijal Syi’ah berikut keterangan mengenai para perawinya

  1. Aliy bin Ibrahim bin Haasyim, tsiqat dalam hadis, tsabit, mu’tamad, shahih mazhabnya [Rijal An Najasyiy hal 260 no 680]
  2. Ibrahim bin Haasyim Al Qummiy seorang yang tsiqat jaliil. Ibnu Thawus pernah menyatakan hadis yang dalam sanadnya ada Ibrahim bin Haasyim bahwa para perawinya disepakati tsiqat [Al Mustadrakat Ilm Rijal Al Hadis, Asy Syahruudiy 1/222]
  3. Muhammad bin Abi Umair, ia termasuk orang yang paling terpercaya baik di kalangan khusus [Syi’ah] maupun kalangan umum [Al Fahrasat Ath Thuusiy hal 218].
  4. Jamil bin Daraaj, ia termasuk orang yang tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 126 no 328]
  5. Fudhail bin Yasaar An Nahdiy seorang yang tsiqat meriwayatkan dari Abu Ja’far dan Abu ‘Abdullah [Rijal An Najasyiy hal 309 no 846]

Matan riwayat menunjukkan bahwa Islam di dalamnya berlaku bolehnya pernikahan, pewarisan dan terjaga darahnya. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa dibolehkan menikahi orang yang tidak meyakini perkara Wilayah

علي بن إبراهيم، عن أبيه، عن ابن أبي عمير، عن جميل بن دراج، عن زرارة قال: قلت لأبي جعفر (عليه السلام) إني أخشى أن لا يحل لي أن أتزوج من لم يكن على أمري فقال: ما يمنعك من البله من النساء؟ قلت: وما البله؟ قال: هن المستضعفات من اللاتي لا ينصبن ولا يعرفن ما أنتم عليه

Aliy bin Ibrahim dari Ayahnya dari Ibnu Abi Umair dari Jamiil bin Daraaj dari Zurarah yang berkata aku berkata kepada Abu Ja’far [‘alaihis salaam] aku khawatir tidak dihalalkan bagiku menikahi wanita yang tidak berdiri di atas urusanku [wilayah]. Maka Beliau berkata “apa yang mencegahmu dari wanita al balah?”.Aku berkata “apa itu al balah?” Beliau berkata “mereka adalah kaum yang lemah tidak melakukan nashb dan tidak pula mereka mengenal apa yang engkau berada di atasnya [wilayah]” [Al Kafiy Al Kulainiy 5/349 no 7]

Riwayat di atas sanadnya shahih berdasarkan standar Ilmu Rijal Syi’ah berikut keterangan mengenai para perawinya

  1. Aliy bin Ibrahim bin Haasyim, tsiqat dalam hadis, tsabit, mu’tamad, shahih mazhabnya [Rijal An Najasyiy hal 260 no 680]
  2. Ibrahim bin Haasyim Al Qummiy seorang yang tsiqat jaliil. Ibnu Thawus pernah menyatakan hadis yang dalam sanadnya ada Ibrahim bin Haasyim bahwa para perawinya disepakati tsiqat [Al Mustadrakat Ilm Rijal Al Hadis, Asy Syahruudiy 1/222]
  3. Muhammad bin Abi Umair, ia termasuk orang yang paling terpercaya baik di kalangan khusus [Syi’ah] maupun kalangan umum [Al Fahrasat Ath Thuusiy hal 218].
  4. Jamil bin Daraaj, ia termasuk orang yang tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 126 no 328]
  5. Zurarah bin A’yun Asy Syaibaniy seorang yang tsiqat, meriwayatkan dari Abu Ja’far dan Abu Abdullah [Rijal Ath Thuusiy hal 337]

Hadis di atas menjadi bukti bahwa mereka yang tidak mengenal Imamah juga merupakan seorang Muslim menurut hadis shahih riwayat Ahlul Bait dalam mazhab Syi’ah. Dibolehkannya menikahi wanita yang tidak meyakini Imamah menunjukkan bahwa mereka masih tergolong ke dalam Islam.

.

.

.

Riwayat Yang Dijadikan Hujjah Dalam Mengkafirkan Ahlus Sunnah

Sebagian nashibiy mengutip berbagai riwayat dalam kitab mazhab Syi’ah yang menurut mereka mengkafirkan ahlus sunnah, berikut riwayat yang dimaksud

Riwayat Pertama

أبو علي الأشعري، عن الحسن بن علي الكوفي، عن عباس بن عامر، عن أبان بن عثمان، عن فضيل بن يسار، عن أبي جعفر (عليه السلام) قال: بني الاسلام على خمس: على الصلاة والزكاة والصوم والحج والولاية ولم يناد بشئ كما نودي بالولاية، فأخذ الناس بأربع وتركوا هذه يعني الولاية

Abu ‘Aliy Al ‘Asyariy dari Hasan bin Aliy Al Kuufiy dari ‘Abbas bin ‘Aamir dari Aban bin ‘Utsman dari Fudhail bin Yasaar dari Abu Ja’far [‘alaihis salaam] yang berkata rukun islam itu ada lima yaitu shalat, zakat, puasa, haji dan wilayah, dan tidak diserukan sesuatu seperti diserukan tentang wilayah maka orang-orang mengambil yang empat dan meninggalkan yang ini yaitu wilayah [Al Kafiiy Al Kulainiy 2/18 no 3]

Riwayat di atas sanadnya muwatstsaq berdasarkan standar ilmu Rijal Syi’ah, berikut keterangan mengenai para perawinya

  1. Abu ‘Aliy Al Asy’ariy adalah Ahmad bin Idris bin Ahmad adalah seorang tsiqat faqih banyak meriwayatkan hadis, shahih riwayatnya [Rijal An Najasyiy hal 92 no 228]
  2. Hasan bin Aliy Al Kuufiy adalah Hasan bin Aliy bin ‘Abdullah bin Mughiirah Al Bajalliy seorang yang tsiqat tsiqat [Rijal An Najasyiy 62 no 147]
  3. ‘Abbaas bin ‘Aamir bin Rabah, Abu Fadhl Ats Tsaqafiy seorang syaikh shaduq tsiqat banyak meriwayatkan hadis [Rijal An Najasyiy hal 281 no 744]
  4. Abaan bin ‘Utsman Al Ahmar, Al Hilliy menukil dari Al Kasyiy bahwa terdapat ijma’ menshahihkan apa yang shahih dari Aban bin ‘Utsman, dan Al Hilliy berkata “di sisiku riwayatnya diterima dan ia jelek mazhabnya” [Khulashah Al ‘Aqwaal Allamah Al Hilliy hal 74 no 3]
  5. Fudhail bin Yasaar An Nahdiy seorang yang tsiqat meriwayatkan dari Abu Ja’far dan Abu ‘Abdullah [Rijal An Najasyiy hal 309 no 846]

Riwayat di atas muwatstaq karena Aban bin ‘Utsman yang kendati mendapat predikat ta’dil ia seorang yang mazhabnya menyimpang. Riwayat ini juga dikuatkan oleh riwayat shahih lainnya yang menyebutkan bahwa wilayah termasuk rukun islam dalam mazhab Syi’ah yaitu riwayat Zurarah sebagaimana yang disebutkan dalam Al Kafiy dengan riwayat yang panjang [Al Kaafiy Al Kulainiy 2/18-19 no 5]. Dan dalam riwayat Zurarah setelah menyebutkan kelima rukun Islam [termasuk wilayah] maka terdapat tambahan bahwa mereka yang tidak mengenal Wilayah tidak berhak atas pahala amal perbuatannya dan bukan termasuk ahlul iman

Disini kami hanya akan menampilkan ringkasan riwayat tersebut sebagaimana dinukil Syaikh Al Hurr Al Amiliy dalam kitabnya Wasa’il Syi’ah

وعن علي بن إبراهيم، عن أبيه، وعبد الله بن الصلت جميعا، عن حماد بن عيسى، عن حريز، عن زرارة، عن أبي جعفر (عليهالسلام) – في حديث في الإمامة – قال: أما لو أن رجلا قام ليله وصام نهاره وتصدق بجميع ماله وحج جميع دهره ولم يعرف ولاية ولي الله فيواليه ويكون جميع أعماله بدلالته إليه ما كان له على الله حق في ثوابه ولا كان من أهل الايمان

Dan dari Aliy Ibrahim dari Ayahnya dan ‘Abdullah bin Ash Shalt keduanya dari Hammaad bin Iisa dari Hariiz dari Zuraarah dari Abi Ja’far [‘alaihis salaam] hadis tentang Imamah, Beliau berkata “adapun seandainya seseorang menegakkan shalat di waktu malam, puasa di waktu siang, bersedekah dengan seluruh hartanya, haji dengan seluruh umurnya tetapi ia tidak mengenal wilayah waliy Allah, berwala’ kepadanya, dan menjadikan seluruh amalnya atas petunjuknya maka ia tidak berhak atas Allah tentang pahala amalnya dan bukanlah ia termasuk ahlul Iman [Wasa’il Syi’ah Syaikh Al Hurr Al Aamiliy 27/65-66]

Riwayat di atas sanadnya shahih berdasarkan standar ilmu Rijal Syi’ah, berikut keterangan mengenai para perawinya

  1. Aliy bin Ibrahim bin Haasyim, tsiqat dalam hadis, tsabit, mu’tamad, shahih mazhabnya [Rijal An Najasyiy hal 260 no 680]
  2. Ibrahim bin Haasyim Al Qummiy seorang yang tsiqat jaliil. Ibnu Thawus pernah menyatakan hadis yang dalam sanadnya ada Ibrahim bin Haasyim bahwa para perawinya disepakati tsiqat [Al Mustadrakat Ilm Rijal Al Hadis, Asy Syahruudiy 1/222]
  3. ‘Abdullah bin Ash Shalt Abu Thalib Al Qummiy seorang yang tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 217 no 564]
  4. Hammad bin Iisa Abu Muhammad Al Juhaniy ia seorang yang tsiqat dalam hadisnya shaduq [Rijal An Najasyiy hal 142 no 370]
  5. Hariiz bin ‘Abdullah As Sijistaniy seorang penduduk Kufah yang tsiqat [Al Fahrasat Syaikh Ath Thuusiy hal 118]
  6. Zurarah bin A’yun Asy Syaibaniy seorang yang tsiqat, meriwayatkan dari Abu Ja’far dan Abu Abdullah [Rijal Ath Thuusiy hal 337]

Mengenai lafaz “tidak berhak atas pahala dan bukan termasuk ahlul iman” maka lafaz ini tidak menyatakan kekafiran bagi mereka yang tidak meyakini Wilayah. Tidak diragukan bahwa dalam mazhab Syi’ah, Wilayah termasuk rukun Islam tetapi riwayat-riwayat sebelumnya telah membuktikan bahwa mazhab lain yang menyimpang dari Syi’ah termasuk ahlus sunnah masih masuk dalam batasan Islam walaupun dikatakan dalam mazhab Syi’ah bahwa mereka adalah muslim yang tersesat bukan tergolong mukmin dan bukan pula kafir. Dan ma’ruf dalam mazhab Syi’ah bahwa mereka membedakan terminologi muslim dan mu’min.

علي بن إبراهيم، عن أبيه، عن ابن محبوب، عن ابن رئاب، عن أبي عبد الله (عليه السلام) قال: إنا لا نعد الرجل مؤمنا حتى يكون بجميع أمرنا متبعا مريدا، ألا وإن من اتباع أمرنا وإرادته الورع، فتزينوا به، يرحمكم الله وكبدوا أعدائنا [به] ينعشكم الله

Aliy bin Ibrahim dari Ayahnya dari Ibnu Mahbuub dari Ibnu Ri’aab dari Abi ‘Abdullah [‘alaihis salaam] yang berkata sesungguhnya kami tidak menganggap seseorang sebagai mu’min sampai ia mengikuti semua perintah kami dengan taat dan ridha, dan sungguh ia mengikuti perintah kami dan memenuhinya dengan wara’, maka hiasilah diri kalian dengannya [wara’] semoga Allah merahmati kalian dan hadapilah musuh kami dengannya [wara’] semoga Allah mengangkat kalian [Al Kafiy Al Kulainiy 2/78 no 13]

Riwayat di atas sanadnya shahih berdasarkan standar ilmu Rijal Syi’ah, berikut keterangan mengenai para perawinya

  1. Aliy bin Ibrahim bin Haasyim, tsiqat dalam hadis, tsabit, mu’tamad, shahih mazhabnya [Rijal An Najasyiy hal 260 no 680]
  2. Ibrahim bin Haasyim Al Qummiy seorang yang tsiqat jaliil. Ibnu Thawus pernah menyatakan hadis yang dalam sanadnya ada Ibrahim bin Haasyim bahwa para perawinya disepakati tsiqat [Al Mustadrakat Ilm Rijal Al Hadis, Asy Syahruudiy 1/222]
  3. Hasan bin Mahbuub As Saraad seorang penduduk kufah yang tsiqat [Rijal Ath Thuusiy hal 354]
  4. Aliy bin Ri’aab Al Kuufiy seorang yang tsiqat [Al Fahrasat Syaikh Ath Thuusiy hal 151]

Nampak dalam riwayat Al Kaafiy di atas bahwa seseorang dikatakan mu’min sampai ia memenuhi Wilayah ahlul bait dalam arti mengikuti semua perintah ahlul bait dengan taat dan ridha.

وروى الحسن بن محبوب، عن يونس بن يعقوب، عن حمران بن أعين ” وكان بعض أهله يريد التزويج فلم يجد امرأة يرضاها، فذكر ذلك لأبي عبد الله عليه السلام فقال: أين أنت من البلهاء واللواتي لا يعرفن شيئا؟ قلت: إنما يقول: إن الناس على وجهين كافر ومؤمن، فقال: فأين الذين خلطوا عملا صالحا وآخر سيئا؟! وأين المرجون لأمر الله؟! أي عفو الله “

Dan riwayat Hasan bin Mahbuub dari Yunus bin Ya’qub dari Hamraan bin A’yun bahwa sebagian dari keluarganya ingin menikah maka mereka tidak menemukan wanita yang diridhainya, disebutkan hal itu kepada Abu ‘Abdullah [‘alaihis salaam] maka Beliau berkata “kemana engkau dari wanita-wanita al balah yang tidak mengenal sesuatu [wilayah]?. Maka aku berkata “sesungguhnya kami mengatakan bahwa orang-orang hanya terbagi menjadi dua yaitu kafir dan mu’min. Maka Beliau berkata “lantas dimana orang-orang yang mencampuradukkan amal shalih dengan amal yang buruk? Dimana orang-orang yang dikembalikan urusannya kepada Allah SWT?. Dimana ampunan Allah SWT?. [Man Laa Yahdhuruh Al Faqiih Syaikh Shaduq 3/408 no 4427]

Riwayat Syaikh Shaduq dalam kitab Man Laa Yahdhuruh Al Faqiih telah dishahihkan oleh Syaikh Shaduq sebagaimana dikatakannya dalam muqaddimah kitab. Tetapi tentu saja yang paling baik dalam perkara ini adalah melihat sanad lengkap atau jalan sanad Syaikh Ash Shaduq sampai Hasan bin Mahbuub

وما كان فيه عن الحسن بن محبوب فقد رويته عن محمد بن موسى بن المتوكل رضي الله عنه عن عبد الله بن جعفر الحميري، وسعد بن عبد الله، عن أحمد بن محمد ابن عيسى، عن الحسن بن محبوب

Adapun yang kami sebutkan tentangnya dari Hasan bin Mahbuub maka sungguh itu diriwayatkan dari Muhammad bin Muusa bin Mutawakil [radiallahu ‘anhu] dari ‘Abdullah bin Ja’far Al Himyariy dan Sa’d bin ‘Abdullah dari Ahmad bin Iisa dari Hasan bin Mahbuub. [Man Laa Yahdhuruh Al Faqiih Syaikh Shaduq 4/453]

Riwayat Syaikh Shaduq di atas sanadnya shahih berdasarkan standar ilmu Rijal Syi’ah, berikut keterangan mengenai para perawinya

  1. Muhammad bin Musa bin Mutawakil [radiallahu ‘anhu] adalah salah satu dari guru Ash Shaduq, ia seorang yang tsiqat [Khulashah Al Aqwaal Allamah Al Hilliy hal 251 no 59]
  2. ‘Abdullah bin Ja’far Al Himyariy adalah seorang yang tsiqat [Rijal Ath Thuusiy hal 400]
  3. Sa’d bin ‘Abdullah Al Qummiy adalah seorang yang tsiqat [Al Fahrasat Syaikh Ath Thuusiy hal 135]
  4. Ahmad bin Muhammad bin Iisa Al Qummiy adalah seorang yang tsiqat [Rijal Ath Thuusiy hal 351]
  5. Hasan bin Mahbuub As Saraad seorang penduduk kufah yang tsiqat [Rijal Ath Thuusiy hal 354]
  6. Yunus bin Ya’qub seorang yang tsiqat, termasuk sahabat Abu Abdullah [‘alaihis salaam] [Rijal Ath Thuusiy hal 368]
  7. Hamran bin A’yun termasuk diantara Syaikh-syaikh Syi’ah yang agung dan memiliki keutamaan yang tidak diragukan tentang mereka [Risalah Fii Alu A’yun Syaikh Abu Ghalib hal 2]. Ia dikatakan hawaariy Imam Abu Ja’far Al Baqir [‘alaihis salaam], ia seorang yang tsiqat [Al Fa’iq Fii Ruwah Wa Ashabul Imam Shadiq 1/475-476 no 975]

Riwayat Syaikh Ash Shaduuq menyebutkan bahwa dalam pandangan Imam Abu ‘Abdullah manusia itu tidak hanya terbagi menjadi dua golongan mu’min dan kafir tetapi terdapat juga mereka orang muslim yang mencampuradukkan amal shalih dengan keburukan, yang kedudukannya dikembalikan kepada Allah SWT atau akan diampuni oleh Allah SWT. Termasuk di dalamnya adalah mereka yang tidak mengenal wilayah ahlul bait. Inilah yang dimaksud mereka tidak berhak akan pahala yaitu kedudukan amal shalihnya akan diserahkan keputusannya kepada Allah SWT. Dan mereka dikatakan “bukan termasuk ahlul iman” tetapi tetap dikatakan muslim karena berdasarkan riwayat shahih, lafaz mu’min di sisi Syi’ah disifatkan pada mereka yang meyakini dan mentaati Wilayah ahlul bait.

.

Riwayat Kedua

علي بن إبراهيم، عن صالح بن السندي، عن جعفر بن بشير، عن أبي سلمة عن أبي عبد الله عليه السلام قال: سمعته يقول: نحن الذين فرض الله طاعتنا، لا يسع الناس إلا معرفتنا ولا يعذر الناس بجهالتنا، من عرفنا كان مؤمنا، ومن أنكرنا كان كافرا، ومن لم يعرفنا ولم ينكرنا كان ضالا حتى يرجع إلى الهدى الذي افترض الله عليه من طاعتنا الواجبة فإن يمت على ضلالته يفعل الله به ما يشاء

Aliy bin Ibrahim dari Shalih bin As Sindiy dari Ja’far bin Basyiir dari Abi Salamah dari Abi ‘Abdullah [‘alaihis salaam] yang berkata aku mendengarnya mengatakan kami adalah orang-orang yang Allah SWT wajibkan ketaatan kepada kami, tidak diberi pilihan orang-orang kecuali mengenal kami, tidak diberikan udzur orang-orang yang jahil terhadap kami, barang siapa yang mengenal kami maka ia mu’min dan barang siapa yang mengingkari kami maka ia kafir, barang siapa yang tidak mengenal kami dan tidak pula mengingkari kami maka ia tersesat sampai ia kembali kepada petunjuk dimana Allah SWT mewajibkan atasnya ketaatan kepada kami, dan jika ia mati dalam keadaan tersesat tersebut maka Allah SWT akan menetapkan sesuai dengan kehendaknya [Al Kaafiy Al Kulainiy 1/187 no 11]

Riwayat di atas berdasarkan pendapat yang rajih kedudukannya dhaif karena Shalih bin As Sindiy seorang yang majhul [Al Muufid Min Mu’jam Rijal Al Hadits hal 282]. Terdapat sebagian ulama muta’akhirin yang mengisyaratkan tautsiq terhadapnya seperti Syaikh Muhammad bin Ismaiil Al Mazandaraniy menukil dalam kitabnya biografi Shalih bin Sindiy bahwa ia meriwayatkan Kitab Yunus bin ‘Abdurrahman dan Ibnu Walid telah mempercayainya [Muntaha Al Maqal 4/13 no 1447]

Shalih bin As Sindiy memang termasuk diantara perawi yang meriwayatkan kitab Yunus bin ‘Abdurrahman sebagimana disebutkan oleh Syaikh Ath Thuusiy [Al Fahrasat hal 266 biografi Yunus bin ‘Abdurrahman] kemudian Syaikh Ath Thuusiy menyebutkan

قال أبو جعفر بن بابويه: سمعت ابن الوليد رحمه الله يقول كتب يونس بن عبد الرحمن التي هي بالروايات كلها صحيحة يعتمد عليها الا ما ينفرد به محمد بن عيسى بن عبيد عنه ولم يروه غيره وانا لا نعتمد عليه ولا نفتي به

Abu Ja’far bin Babawaih berkata aku mendengar Ibnu Walid [rahimahullah] mengatakan Kitab Yunus bin ‘Abdurrahman yang datang dengan riwayat semuanya shahih dapat berpegang dengannya kecuali apa yang diriwayatkan secara tafarrud Muhammad bin Isa bin ‘Ubaid darinya dan tidak diriwayatkan oleh selainnya, maka aku tidak berpegang dengannya dan tidak berfatwa dengannya [Al Fahrasat Syaikh Ath Thuusiy hal 266]

Dari perkataan Ibnu Walid ini tidak ada tautsiq terhadap Shalih bin Sindiy, disini Ibnu Walid menyatakan bahwa kitab Yunus bin ‘Abdurrahman semuanya shahih kecuali riwayat Muhammad bin Isa bin Ubaid secara tafarrud maka bukan berarti semua perawi Kitab Yunus selain Muhammad bin Isa statusnya tsiqat dalam pandangan Ibnu Walid. Apalagi Shalih bin Sindiy bukan satu-satunya perawi yang meriwayatkan kitab Yunus selain Muhammad bin Iisa.

Ibnu Walid termasuk ulama mutaqaddimin dimana ulama mutaqaddimin ketika menyatakan shahih suatu riwayat atau kitab tidak selalu bermakna semua perawi dalam sanad atau kitab tersebut shahih. Karena bisa saja bermakna bahwa riwayat tersebut atau kitab tersebut shahih matannya, diriwayatkan secara mutawatir atau terdapat dalam kitab Usul dan alasan lainnya. Masih mungkin untuk dikatakan Shalih bin Sindiy ini dhaif atau majhul tetapi karena riwayatnya bersesuaian dengan perawi lain maka riwayatnya Kitab Yunus bin ‘Abdurrahman shahih dalam pandangan Ibnu Walid.

Maka dari itu pendapat yang rajih isyarat tautsiq terhadap Shalih bin Sindiy disini tidak jelas penunjukkannya hanya bersifat kemungkinan dimana ada banyak kemungkinan lain yang menafikannya.

.

.

Riwayat Ketiga

يونس، عن داود بن فرقد، عن حسان الجمال، عن عميرة، عن أبي عبد الله (عليه السلام) قال: سمعته يقول: أمر الناس بمعرفتنا والرد إلينا والتسليم لنا، ثم قال: وإن صاموا وصلوا وشهدوا أن لا إله إلا الله وجعلوا في أنفسهم أن لا يردوا إلينا كانوا بذلك مشركين

Yunus dari Dawud bin Farqad dari Hasan Al Jamaal dari ‘Umairah dari Abi ‘Abdullah [‘alaihis salaam] [‘Umairah] berkata aku mendengarnya mengatakan orang-orang diperintahkan mengenal kami mengembalikan [permasalahan] kepada kami dan tunduk sepenuhnya kepada kami kemudian Beliau berkata meskipun mereka puasa, shalat dan bersaksi tiada Tuhan selain Allah tetapi mereka tidak mengembalikan [permasalahan] kepada kami maka mereka musyrik [Al Kafiy Al Kulainiy 2/398 no 5]

Riwayat Al Kafiy di atas sanadnya dhaif karena Umairah seorang yang majhul sebagaimana disebutkan dalam Al Mufiid Min Mu’jam Rijal Al Hadits

عميرة: مجهول – روى رواية عن أبي عبد الله (ع) في الكافي ج 2 كتاب الايمان والكفر، باب الشرك

Umairah majhul perawi yang meriwayatkan dari Abi ‘Abdullah [‘alaihis sallam] dalam Al Kaafiy juz 2 Kitab Iman dan Kafir Bab Syirik [Al Mufiid Min Mu’jam Rijal Al Hadits hal 443]

.

.

Riwayat Keempat

محمد بن يحيى، عن محمد بن الحسين، عن صفوان بن يحيى، عن العلاء بن رزين عن محمد بن مسلم قال: سمعت أبا جعفر عليه السلام يقول: كل من دان الله عز وجل بعبادة يجهد فيها نفسه ولا إمام له من الله فسعيه غير مقبول، وهو ضال متحير والله شانئ  لاعماله، ومثله كمثل شاة ضلت عن راعيها وقطيعها، فهجمت ذاهبة وجائية يومها، فلما جنها الليل بصرت بقطيع غنم مع راعيها، فحنت إليها واغترت بها، فباتت معها في مربضها فلما أن ساق الراعي قطيعه أنكرت راعيها وقطيعها، فهجمت متحيرة تطلب راعيها وقطيعها،فبصرت بغنم مع راعيها فحنت إليها واغترت بها فصاح بها الراعي: الحقي براعيك، وقطيعك فأنت تائهة متحيرة عن راعيك وقطيعك، فهجمت ذعرة، متحيرة، تائهة، لا راعي لها يرشدها إلى مرعاها أو يردها، فبينا هي كذلك إذا اغتنم الذئب ضيعتها، فأكلها، وكذلك والله يا محمد من أصبح من هذه الأمة لا إمام له من الله عز وجل ظاهر عادل، أصبح ضالا تائها، وإن مات على هذه الحالة مات ميتة كفر ونفاق، و اعلم يا محمد أن أئمة الجور وأتباعهم لمعزولون عن دين الله قد ضلوا وأضلوا فأعمالهم التي يعملونها كرماد اشتدت به الريح في يوم عاصف، لا يقدرون مما كسبوا على شئ، ذلك هو الضلال البعيد

Muhammad bin Yahya dari Muhammad bin Husain dari Shafwaan bin Yahya dari Al A’laa bin Raziin dari Muhammad bin Muslim yang berkata aku mendengar Abu Ja’far [‘alaihis salaam] mengatakan “Semua yang beribadah kepada Allah ‘azza wajalla dengan mengharapkan imbalan dan berjuang dalam melakukannya, tetapi tanpa memiliki Imam dari Allah maka usahanya tidak diterima. Dan dia adalah orang yang tersesat, Allah tidak menyukai amal perbuatannya. Permisalannya seperti domba yang hilang yang menyimpang jauh dari gembala dan kawanannya . Dia mengembara di siang hari dan pada malam hari dia menemukan kawanan domba dengan gembala yang berbeda .Dia tertarik kepadanya dan tertipu olehnya, jadi dia bergabung dengan mereka di gudang mereka, tetapi ketika gembala mengeluarkan mereka, dia tidak mengakui gembala dan kawanan tersebut.Maka dia mengembara bingung dalam mencari gembala dan kawanannya.Kemudian dia menemukan kembali kawanan domba dengan gembala, dia tertarik dengannya dan tertipu olehnya tetapi gembala tersebut berteriak kepadanya “carilah kawanan dan gembalamu sendiri, karena engkau hilang dan tersesat dari gembala dan kawananmu”.Jadi dia mengembara sedih, bingung dan tersesat, dengan tidak ada gembala untuk membimbingnya ke tempat gembala dan gudang. Kemudian pada saat itu serigala mengambil kesempatan dan memakannya. Demi Allah, begitulah wahai Muhammad hal yang sama terjadi pada umat ini tanpa memiliki Imam dari Allah ‘azza wajalla yang zhahir lagi adil, mereka seperti hilang dan tersesat. Dan jika mati pada keadaan seperti ini, maka ia mati seperti kematian orang kafir dan munafik. Dan ketahuilah wahai Muhammad, bahwa Imam yang tidak adil dan pengikut mereka terputus dari agama Allah. Mereka telah sesat dan menyesatkan, sehingga perbuatan mereka yang telah mereka lakukan seperti debu yang diterbangkan oleh angin ketika badai. Mereka tidak mampu mendapatkan keuntungan dari perbuatan mereka begitulah keadaan yang tersesat jauh. [Al Kafiy Al Kulainiy 1/183-184 no 8]

Riwayat Al Kafiy di atas sanadnya shahih berdasarkan standar ilmu Rijal Syi’ah, berikut keterangan mengenai para perawinya

  1. Muhammad bin Yahya Al Aththaar seorang yang tsiqat [Mu’jam Rijal Al Hadits Sayyid Al Khu’iy 19/33 no 12010]
  2. Muhammad bin Husain bin Abi Khaththab seorang yang tsiqat dan banyak meriwayatkan hadis [Rijal An Najasyiy hal 334 no 897]
  3. Shafwaan bin Yahya Abu Muhammad Al Bajalliy seorang yang tsiqat tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 197 no 524]
  4. Al A’laa bin Raziin termasuk sahabat Muhammad bin Muslim, seorang yang tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 298 no 811]
  5. Muhammad bin Muslim bin Rabah termasuk orang yang paling terpercaya [Rijal An Najasyiy hal 323-324 no 882]

أحمد بن إدريس، عن محمد بن عبد الجبار، عن صفوان، عن الفضيل، عن الحارث بن المغيرة قال: قلت لأبي عبد الله عليه السلام: قال رسول الله صلى الله عليه وآله: من مات لا يعرف إمامه مات ميتة جاهلية؟ قال: نعم، قلت: جاهلية جهلاء أو جاهلية لا يعرف إمامه؟ قال جاهلية كفر ونفاق وضلال

Ahmad bin Idriis dari Muhammad bin ‘Abdul Jabbaar dari Shafwaan dari Fudhail dari Al Harits bin Mughiirah yang berkata aku berkata kepada Abi ‘Abdullah [‘alaihis salaam] Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wa alihi] berkata “barang siapa yang mati dalam keadaan tidak mengenal Imamnya maka ia mati seperti kematian jahiliyah”?. Beliau berkata “benar”. Aku berkata “Jahiliyah orang-orang bodoh atau jahiliiyah tidak mengenal Imamnya?. Beliau berkata Jahiliyah orang-orang kafir, munafik dan tersesat [Al Kafiy Al Kulainiy 1/377 no 3]

Riwayat Al Kafiy di atas sanadnya shahih berdasarkan standar ilmu Rijal Syi’ah, berikut keterangan mengenai para perawinya

  1. Ahmad bin Idris bin Ahmad Abu ‘Aliy Al Asy’ariy adalah seorang tsiqat faqih banyak meriwayatkan hadis, shahih riwayatnya [Rijal An Najasyiy hal 92 no 228]
  2. Muhammad bin ‘Abdul Jabbaar ia adalah Ibnu Abi Ashabaan seorang yang tsiqat [Rijal Ath Thuusiy hal 391]
  3. Shafwaan bin Yahya Abu Muhammad Al Bajalliy seorang yang tsiqat tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 197 no 524]
  4. Fudhail bin Utsman atau Fadhl bin Utsman Al Muraadiy seorang yang tsiqat tsiqat [Al Mufiid Min Mu’jam Rijal Al Hadits hal 456]
  5. Al Harits bin Mughiirah meriwayatkan dari Abu Ja’far, Ja’far, Musa bin Ja’far dan Zaid bin Aliy, tsiqat tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 139 no 361]

Makna mati seperti kematian orang kafir dan munafik dalam riwayat di atas sama maknanya dengan mati seperti kematian orang-orang jahiliyah. Dan jahiliyah disini bukan bermakna orang-orang bodoh atau jahil tetapi bermakna seperti orang-orang di zaman Jahiliyah dahulu yang mana mereka adalah orang-orang kafir yang tersesat karena tidak memiliki Imam yang memberikan petunjuk kepada mereka. Jadi bukan bermakna mereka yang tidak mengenal wilayah berarti kafir dan pasti masuk neraka. Makna seperti ini sesuai dengan hadis-hadis sebelumnya yang menegaskan keislaman mereka yang tidak mengenal Wilayah ahlul bait.

Disebutkan dalam riwayat shahih mazhab Syi’ah bahwa kedudukan mereka akan dikembalikan nanti urusannya kepada Allah SWT. Sebagaimana nampak dalam riwayat panjang dari Dhurais Al Kanaasiy yang bertanya kepada Abu Ja’far [‘alaihis salaam], dalam riwayat panjang tersebut terdapat penggalan berikut

قلت أصلحك الله فما حال الموحدين المقرين بنبوة محمد (صلى الله عليه وآله) من المسلمين المذنبين الذين يموتون وليس لهم إمام ولا يعرفون ولايتكم؟ فقالأما هؤلاء فإنهم في حفرتهم لا يخرجون منها فمن كان منهم له عمل صالح ولم يظهر منه عداوة فإنه يخد له خد إلى الجنة التي خلقها الله في المغرب فيدخل عليه منها الروح في حفرته إلى يوم القيامة فيلقى الله فيحاسبه بحسناته وسيئاته فإما إلى الجنة وإما إلى النار فهؤلاء موقوفون لأمر الله، قال: وكذلك يفعل الله بالمستضعفين والبله والأطفال وأولاد المسلمين الذين لم يبلغوا الحلم

Aku [Dhurais] berkata [kepada Abu Ja’far] “semoga Allah memberikan kebaikan kepadamu, maka bagaimana keadaan orang-orang Islam yang bertauhid dan meyakini Kenabian Muhammad [shallallahu ‘alaihi wasallam] sedangkan mereka mati dalam keadaan tidak memiliki Imam dan tidak mengenal Wilayah kalian?. Maka Beliau [Abu Ja’far] berkata “adapun mereka di dalam kubur mereka dan tidak keluar darinya, maka barang siapa diantara mereka yang memiliki amal shalih dan tidak nampak dari mereka permusuhan [kepada ahlul bait] maka ia akan diberikan ruangan yang terhubung ke surga [taman surga] yang diciptakan Allah di Barat  maka akan masuk dari sana wewangian surga ke dalam kuburnya hingga hari kiamat ia bertemu Allah dan Allah akan menghisabnya sesuai dengan amal kebaikan dan keburukannya, adapun apakah ia ke surga atau ke neraka maka semua mereka diserahkan urusannya kepada Allah. Beliau berkata “begitu pula yang akan ditetapkan Allah atas orang-orang mustadha’ifiin, albalah [orang bodoh], anak yang baru lahir atau anak-anak kaum muslimin yang belum mencapai baligh” [Al Kafiy Al Kulainiy 3/247]

Riwayat Al Kafiy di atas adalah riwayat yang panjang, sanad lengkap riwayat tersebut adalah sebagai berikut

عدة من أصحابنا، عن أحمد بن محمد، وسهل بن زياد، وعلي بن إبراهيم، عن أبيه جميعا، عن ابن محبوب، عن علي بن رئاب، عن ضريس الكناسي قالسألت أبا جعفرعليه السلام

Sekelompok sahabat kami dari Ahmad bin Muhammad dan Sahl bin Ziyaad, Dan Aliy bin Ibrahiim dari Ayahnya, semuanya [Ahmad bin Muhammad, Sahl bin Ziyaad dan Ibrahim bin Haasyim] berkata dari Ibnu Mahbuub dari ‘Aliy bin Ri’ab dari Dhurais Al Kanaasiy yang berkata aku bertanya kepada Abu Ja’far [‘alaihis salaam]…[Al Kafiy Al Kulainiy 3/246]

Riwayat Al Kafiy di atas sanadnya shahih sesuai standar ilmu Rijal Syi’ah, berikut keterangan mengenai para perawinya

  1. Aliy bin Ibrahim bin Haasyim Al Qummiy adalah seorang yang tsiqat dalam hadis, tsabit, mu’tamad, shahih mazhabnya [Rijal An Najasyiy hal 260 no 680]
  2. Ibrahim bin Haasyim Al Qummiy seorang yang tsiqat jaliil. Ibnu Thawus pernah menyatakan hadis yang dalam sanadnya ada Ibrahim bin Haasyim bahwa para perawinya disepakati tsiqat [Al Mustadrakat Ilm Rijal Al Hadis, Asy Syahruudiy 1/222]
  3. Hasan bin Mahbuub As Saraad seorang penduduk kufah yang tsiqat [Rijal Ath Thuusiy hal 354]
  4. Aliy bin Ri’aab Al Kuufiy seorang yang tsiqat [Al Fahrasat Syaikh Ath Thuusiy hal 151]
  5. Dhurais bin ‘Abdul Malik Al Kanasiy seorang yang khair, fadhl, tsiqat [Rijal Al Kasyiy 2/601 no 566]

Riwayat Al Kafiy di atas menguatkan penafsiran bahwa makna mati dalam kematian jahiliah kafir musyrik tersesat itu bermakna kematian seperti orang-orang kafir dan sesat di zaman jahiliyah yang tidak memiliki Imam yang memberi petunjuk atas mereka. Bukan bermakna mati dalam keadaan kafir yang pasti masuk neraka karena riwayat shahih di atas menunjukkan dengan jelas bahwa orang islam yang tidak memiliki Imam dan tidak mengenal Wilayah kedudukannya diserahkan kepada Allah SWT apakah ke surga atau ke neraka.

.

.

Sebenarnya hadis dengan lafaz “mati dalam keadaan jahiliyah” tidak hanya ditemukan dalam kitab mazhab Syi’ah. Dalam kitab mazhab ahlus sunnah juga ditemukan hadis dengan lafaz demikian

حدثنا عبيدالله بن معاذ العنبري حدثنا أبي حدثنا عاصم وهو ابن محمد بن زيد عن زيد بن محمد عن نافع قالجاء عبدالله بن عمر إلى عبدالله بن مطيع حين كان من أمر الحرة ما كان زمن يزيد بن معاوية فقال اطرحوا لأبي عبدالرحمن وسادة فقال إني لم آتك لأجلس أتيتك لأحدثك حديثا سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقوله سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول من خلع يدا من طاعة لقي الله يوم القيامة لا حجة له ومن مات وليس في عنقه بيعة مات ميتة جاهلية

Telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidillah bin Mu’adz Al ‘Anbariy yang berkata telah menceritakan kepada kami Ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Aashim dan ia adalah Ibnu Muhammad bin Zaid dari Zaid bin Muhammad dari Nafi’ yang berkata ‘Abdullah bin Umar datang kepada ‘Abdullah bin Muthi’ dan ia adalah pemimpin Harrah pada zaman Yaziid bin Mu’awiyah. Ia berkata “berikan bantal kepada ‘Abu ‘Abdurrahman”. [Ibnu ‘Umar] berkata “aku datang bukan untuk duduk tetapi aku datang kepadamu untuk menceritakan kepadamu hadis yang aku dengar dari Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam], [Abdullah bin ‘Umar] mengatakan aku mendengar Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengatakan “barang siapa yang melepaskan tangannya dari ketaatan maka ia akan menemui Allah SWT pada hari kiamat dalam keadaan tidak memiliki hujjah dan barang siapa yang mati tanpa baiat di lehernya maka ia mati seperti kematian jahiliyah [Shahih Muslim 3/1478 no 1851]

Para ulama Ahlus sunnah menafsirkan makna kematian jahiliyah tersebut sebagai kematian orang-orang kafir pada masa jahiliyah yang tidak taat kepada pemimpin atau tidak memiliki pemimpin, para ulama Ahlus Sunnah tidak memaknai hadis tersebut sebagai mati dalam keadaan kafir.

وأخبرني محمد بن أبي هارون أن إسحاق حدثهم أن أبا عبد الله سئل عن حديث النبي صلى الله عليه وسلم من مات وليس له إمام مات ميتة جاهلية ما معناه ؟ قال أبو عبد الله تدري ما الإمام ؟ الإمام الذي يجمع المسلمون عليه كلهم يقول هذا إمام ، فهذا معناه

Telah mengabarkan kepadaku Muhammad bin Abi Haruun bahwa Ishaaq mengabarkan kepada mereka bahwa Abu ‘Abdullah ditanya tentang hadis Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] “barang siapa mati tanpa memiliki Imam maka ia mati seperti kematian Jahiliyah” apa maknanya?. Abu ‘Abdullah berkata “tahukah engkau yang disebut Imam?. Imam adalah orang yang berkumpul atasnya kaum muslimin seluruhnya dan mengatakan inilah Imam, maka inilah makna hadis tersebut [As Sunnah Al Khalaal no 11]

Muhammad bin Abi Haruun Abu Fadhl adalah seorang yang shalih, fadhl dan banyak memiliki ilmu [Tarikh Al Islam Adz Dzahabiy 21/291]. Ishaaq adalah Ishaaq bin Manshuur bin Bahraam dikatakan Muslim bahwa ia tsiqat ma’mun dan Nasa’iy berkata tsiqat [Tarikh Baghdad 6/362 no 3386] dan Abu ‘Abdullah adalah Ahmad bin Hanbal yang sudah dikenal keilmuannya di kalangan ulama Ahlus Sunnah. Pertanyaan terkait hadis ini adalah siapakah Imam kaum muslimin sekarang dimana jika kaum muslimin tidak membaiatnya dan mati dalam keadaan demikian maka mereka mati seperti kematian jahiliyah. Kalau lafaz “kematian jahiliyah” ini dimaknai sebagai kafir maka kaum muslimin [dari kalangan ahlus sunnah] akan menjadi kafir mengingat di zaman sekarang ini tidak ada Imam dimana berkumpul dan berbaiat atasnya seluruh kaum muslimin.

Dan terkadang zhahir lafaz “kafir” dalam suatu riwayat atau hadis tidak selalu bermakna kekafiran yang mengeluarkan seseorang dari Islam. Memang terdengar aneh, tetapi konsep kekafiran di bawah kekafiran ini cukup dikenal dalam mazhab Ahlus Sunnah. Silakan perhatikan hadis berikut

حدثنا أبو عبد الله قال ثنا عبد الرزاق قال ثنا معمر عن ابن طاوس عن أبيه قال سئل ابن عباس عن قوله ومن لم يحكم بما أنزل الله فأولئك هم الكافرون قال هي به كفر قال ابن طاوس وليس كمن كفر بالله وملائكته وكتبه ورسله

Telah menceritakan kepada kami ‘Abu ‘Abdullah yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrazaaq yang berkata telah menceritakan kepada kami Ma’mar dari Ibnu Thawus dari Ayahnya yang berkata ‘Ibnu ‘Abbas ditanya tentang firman Allah “barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” [QS Al Ma’idah : 44]. Ibnu ‘Abbas berkata “Itu adalah Kafir”. Ibnu Thawus berkata “dan bukanlah itu seperti orang yang kafir kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-Nya dan Rasul-Nya” [As Sunnah Al Khalaal no 1443]

Riwayat di atas sanadnya shahih berdasarkan standar Ilmu hadis Ahlus Sunnah, berikut keterangan para perawinya

  1. Abu ‘Abdullah adalah Ahmad bin Hanbal salah seorang imam tsiqat hafizh faqiih hujjah [Taqrib At Tahdzib 1/84 no 96].
  2. ‘Abdurrazzaaq bin Hamaam Ash Shan’aniy seorang tsiqat hafizh, penulis kitab, buta di akhir umurnya bercampur hafalannya dan ia bertasyayyu’ [Taqrib At Tahdzib 1/354 no 4064]. Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dari ‘Abdurrazzaaq sebelum ia buta dan bercampur hafalannya.
  3. Ma’mar bin Rasyiid Al ‘Azdiy seorang tsiqat tsabit fadhl kecuali riwayatnya dari Tsaabit, A’masyiy, Hisyam bin ‘Urwah dan hadisnya di Bashrah [Taqrib At Tahdzib 1/541 no 6809]. Ini adalah riwayatnya dari ‘Abdullah bin Thawus Al Yamaniy yang dijadikan hujjah oleh Bukhariy Muslim.
  4. ‘Abdullah bin Thawus Al Yamaniy seorang yang tsiqat fadhl ahli ibadah [Taqrib At Tahdzib 1/308 no 3397].
  5. Thawus bin Kaisan Al Yamaniy seorang yang tsiqat faqiih fadhl [Taqrib At Tahdzib 1/281 no 3009].

حدثني يعقوب بن إبراهيم قال حدثنا هشيم قال أخبرنا عبد الملك بن أبي سليمان عن سلمة بن كهيل عن علقمة ومسروق أنهما سألا ابن مسعود عن الرشوة فقال من السحت قال فقالا أفي الحكم؟ قال ذاك الكفر ثم تلا هذه الآية ومن لم يحكم بما أنزل الله فأولئك هم الكافرون

Telah menceritakan kepada kami Ya’qub bin Ibrahiim yang berkata telah menceritakan kepada kami Husyaim yang berkata telah mengabarkan kepada kami ‘Abdul Malik bin Sulaiman dari Salamah bin Kuhail dari ‘Alqamah dan Masruuq bahwa keduanya bertanya kepada Ibnu Mas’ud tentang suap, Maka Ibnu Mas’ud berkata “itu perbuatan haram”, Keduanya berkata “bagaimana hukumnya?”. Ibnu Mas’ud berkata “itu kafir” kemudian Ia membaca ayat “barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” [QS Al Ma’idah : 44]. [Tafsir Ath Thabariy 10/357 no 12061]

Riwayat di atas sanadnya shahih berdasarkan standar Ilmu hadis Ahlus Sunnah, berikut keterangan para perawinya

  1. Ya’qub bin Ibrahiim Ad Dawraaqiy perawi kutubus sittah yang tsiqat dan termasuk hafizh [Taqrib At Tahdzib 1/607 no 7812]
  2. Husyaim bin Basyiir perawi kutubus sittah, seorang tsiqat tsabit banyak melakukan tadlis dan irsal khafiy [Taqrib At Tahdzib 1/574 no 7312]
  3. ‘Abdul Malik bin Abi Sulaiman, termasuk perawi Muslim seorang yang shaduq pernah melakukan kesalahan [Taqrib At Tahdzib 1/363 no 4184] kemudian disebutkan dalam Tahrir Taqrib At Tahdzib bahwa ia seorang yang tsiqat [Tahrir Taqrib At Tahdzib no 4184]
  4. Salamah bin Kuhail Al Hadhramiy perawi kutubus sittah yang tsiqat [Taqrib At Tahdzib 1/248 no 2508]
  5. Alqamah bin Qais An Nakha’iy perawi kutubus sittah, tsiqat tsabit faqiih ahli ibadah [Taqrib At Tahdzib 1/397 no 4681]
  6. Masruuq bin Al A’jda’ Al Hamdaaniy perawi kutubus sittah tsiqat faqiih ahli ibadah mukhadhramun [Taqrib At Tahdzib 1/528 no 6601]

Kedua riwayat di atas menunjukkan bahwa hadis dengan lafaz “kafir” tidak selalu bermakna keluar dari Islam atau murtad, para ulama ahlus sunnah [salafus shalih] menerima konsep kekafiran di bawah kekafiran atau kekafiran yang tidak mengeluarkan dari Islam atau kekafiran yang tidak seperti kafir kepada Allah SWT, Malaikat-Nya, Kitab-Nya dan Rasul-Nya. Kami membawakan riwayat-riwayat ahlus sunnah ini hanya ingin menunjukkan bahwa konsep kekafiran di bawah kekafiran atau kekafiran yang tidak mengeluarkan dari Islam juga dikenal dalam mazhab ahlus sunnah.

.

.

.

Kesimpulan

Riwayat-riwayat shahih dalam mazhab Syi’ah tetap menyatakan keislaman ahlus sunnah dan memang terdapat riwayat shahih yang seolah-olah menyatakan kekafiran orang-orang selain mazhab Syi’ah tetapi pada hakikatnya hal itu bukanlah kekafiran yang mengeluarkan mereka dari islam, sebagaimana telah berlalu penjelasannya di atas.

12 Tanggapan

  1. mas sp tolong dijelaskan apa yg dimaksud dgn tidak mengenal imam? apakah sama dengan tidak bermazab? terus SAAT INI siapa yg kira2 yang harus dijadikan imam org suni?
    terima kasih

    salam

  2. Rasulullah SAW telah bersabda: ” Barang siapa mati sedang ia tidak mengenal imamnya, maka ia mati dengan mati jahiliyah. Siapa yang ingin mati seperti orang jahiliyah. Pasti tidak.
    Jadi kita harus mengenal Imam kita. imam adalah pemimpin, pemberi petunjuk dan pengarah atas kita dalam ibadah menuju Allah. Maka kedudukan seorang Imam ( bukan imam sembahyang ) harus di “TAATI”. dan siapa mereka ?
    Rasulullah telah bersabda: Hai manusia ! Aku tinggalkan padamu apa yang yang akan menghindarkanmu dari kesesatan selama kamu berpegang teguh padanya :Kitab Allah dan itrahku, yaitu Ahlulbaitku ( terdapat dalam shahih Tarmudzi dll ). Berdasarkan hadits2 tsb. maka Imam yang dimaksud adalah para Imam keturunan dari Ahlulbait Rasululullah SAW.

  3. @jafar: masih ada loncatan logika.

  4. @truthseeker08.
    Loncatan logika. Maksudnya

  5. 1. Dari hadis pertama, Imam disini masih terbuka lebar siapa saja imam2 tersebut.
    2. Mengenal imamnya juga bisa berarti banyak.
    3. Hadis kedua tidak explisit mengatakan itulah imam yang dimaksud oleh hadis pertama (itu adalah asumsi dan hasil analisa jafar).
    4. Jika pun ittrah ahlul bayt Rasul itu imam2. itu juga tidak menutup kemungkinan adanya imam2 yang lain yang diluar imam yang dimaksud di hadis kedua.

    salam

  6. @truthseeker

    1. Terbuka lebar itu kan menurut anda tapi tidak bagi sdr. Jakfar.
    2. Banyak dalam arti jumlahnya atau?
    3. Analisa dan asumsi sdr. Jakfar telah disesuaikan dengan pemahaman mazhabnya.
    4. Definis imam menurut ketetapan ulama mazhab anda ulama sdr. Jakfar.

    Loncatan logika yang anda maksudkan karena anda sedang berbicara dengan menggunakan bahasa mazhab anda. Tidak dengan bahasa dr mazhab sdr. Jakfar

    Poin 4. Anda cukup menarik, bukankah beberapa Imam dari 4 mazhab hidup sejaman dengan beberapa Imam Ahlul Bait? Siapa yang pantas untuk diikuti oleh orang2 yang hidup pada jaman itu.

  7. @Pelangi senja

    1. Terbuka lebar itu kan menurut anda tapi tidak bagi sdr. Jakfar.

    Ooooooo…jadi saudara Ja’far sedang bicara kebenaran subjektif yang hanya berlaku untuk dirinya? Kenapa masuk ke forum diskusi yang terbuka untuk umum. Jadi kebenaran yang dimaksud Ja’far tidak berlaku untuk orang lain? Dan yang jadi masalah adalah Ja’far menggunakan kata kita seolah2 orang lain terikut harus mengikuti tafsir dia.

    2. Banyak dalam arti jumlahnya atau?

    Kalimat mengenal imam itu masih bisa bermakna banyak tafsirnya. Jadi tidak bisa langsung diklaim hanya 1 makna sebagaimana yang dibawakan oleh Ja’far

    3. Analisa dan asumsi sdr. Jakfar telah disesuaikan dengan pemahaman mazhabnya.

    Jadi maksudnya tidak ada ruang untuk diskusi?

    4. Definis imam menurut ketetapan ulama mazhab anda ulama sdr. Jakfar.

    Coba silahkan definisi menurut Ja’far

    Loncatan logika yang anda maksudkan karena anda sedang berbicara dengan menggunakan bahasa mazhab anda. Tidak dengan bahasa dr mazhab sdr. Jakfar

    Kasih tahu donk kalau Ja’far tidak mau berdiskusi dengan yang beda mazhab.

    Poin 4. Anda cukup menarik, bukankah beberapa Imam dari 4 mazhab hidup sejaman dengan beberapa Imam Ahlul Bait? Siapa yang pantas untuk diikuti oleh orang2 yang hidup pada jaman itu.

    Lhoo saya tangkapnya dari penjelasan anda yang terakhir, Ja’far tidak tertarik untuk mengetahui/diskusi lintas mazhab.

    Btw, tolong saudara Ja’far buat surat kuasa ke anda untuk menjawab comment saya. Atau anda silahkan menggunakan diri anda saja tidak usah “sok” mewakili Ja’far *atau barangkali anda sendiri adalah Ja’far. 😛

    Salam.

  8. @truthseeker08

    Di blog @Secondprince ini, yang saya pahami, setiap orang bebas mengekspresikan pendapatnya baik itu secara subjektif maupun tidak. Memangnya ada aturan tertulis dari pemilik blog ini @Secondprince bahwa komentar tidak boleh subjektif? Anda sendiri dalam hal ini sebenarnya telah subjekif terhadap sdr. Jakfar. Bagaimana anda bisa tahu sdr. Jakfar memaksakan tafsirnya kepada “kita”. Apakah anda telah bertanya langsung kepada sdr. Jakfar siapakah ” kita” yang dimaksudkan itu. Bisa saja yang dimaksudkan oleh sdr. Jakfar lewat kata “kita” disana dibatasi hanya pada dirinya sendiri atau teman terdekat atau keluarganya? Bukan kepada anda, saya, juga pembaca lainnya. Bila demikian halnya anda tidak usah merasa terbebani untuk mengikuti tafsiran dari sdr. Jakfar 🙂

    Tafsiran Imam yang luas dan banyak itu kan lahir dari objekifitas anda juga bukan. Apakah anda telah membuka2 kitab para ulama dari mazhab sdr. Jakfar? Kalau pada tulisan diatas anda sendiri mengatakan sdr. Jakfar ini bersikap subjektif. Lantas mengapa tidak boleh kalau sdr. Jakfar mentafsirkan Imam menurut pemahamannya? Bukankah sdr. Jakfar telah cukup konsisten disini.

    Tidak ada ruang diskusi? Anda sedang bertanya kepada saya? Atau kalimat anda ini hanya sekedar kalimat retorik saja. Bisa anda perjelas lagi maksud ruang diskusi dalam kaitannya dengan komentar dari sdr. Jakfar.

    Saya melihat anda sepertinya tidak cukup jeli untuk memahami maksud dan tujuan dari pemilik blog ini @Secondprince dengan tidak secara ketat memoderasi komentar pembaca blognya. Mungkin anda pembaca baru blog ini dan masih sangat muda umurnya. Silahkan anda cek komentar2 dari postingan lainnya supaya anda paham sendiri.

    Saya tidak sedang “sok” mewakili sdr Jakfar dan tuduhan anda itu sama sekali tidak memiliki dasar. Blog ini terbuka bagi siapa saja untuk berkomentar atau mengomentari komentar dari pengunjug lainnya. Sebagaimana saya mengomentari komentar yang anda tujukan kepada sdr. Jakfar, sekali lagi tidak ada yang melarang, tidak juga WordPress atau @Secondprince.

    Anda seharusnya paham mekanisme sesimple ini. Bila anda menganggap pertanyaan saya tdk relevan, atau saya tidak berhak untuk ikut campur, yah tidak usah ditanggapi pertanyaan saya itu. Tidak perlu anda menuduh saya dengan “sok” dan meminta surat kuasa dari sdr. Jakfar supaya saya bisa membalas komentar anda. Pemikiran anda ini seperti anak kecil yang baru kemarin tahu tentang internet saja.

  9. Hahahaha..kapan saya melarang Ja’far bernalar dan berpendapat secara subjektif. Yang saya maksud adalah saya tidak akan berdiskusi jika itu pendapat subjektif. Nahh kalau jafar subjektif ya saya gak jadi diskusi, Karena saya akan hanya menganggap itu curhatan jafar saja.

    Kalau jafar menganggap kita adalah tidak termasuk saya, ya gunakan kata kami, kalau saya juga anda salahkan memahami kata kita ya susah juga apakah saya harus kasyaf tahu isi hati jafar walaupun dia menggunakan bahasa yang salah???

    Pada intinya jafar mau jungkir balik atau mau apa saja silahkan selama dia tidak ada niat berdiskusi. kalau dia berniat berdiskusi ya harus siap dengan hukum2 dan aturan diskusi donk, sesimple itu saja koq. termasuk siap dikritisi pemahaman dia dan ulama2nya. tapi sekali lagi kalau cuma mau curhat ya bilang donk diawalnya, hai teman2 saya tidak mau diskusi cuma mau curhat jadi jangan didebat, pasti saya tidak debat (paling cuma senyum).

    Saya bingung baca tulisan anda yang banyak kontradiksi. waktu saya kritisi anda bela jafar dengan mengatakan itu pendapat (subjektif) jafar. Tapi anda juga kaget mengenai ruang diskusi seolah anda memastikan jafar mau berdiskusi, tapi juga gak mau dikritisi pousing euyyyyyy. kalau memang mau berdiskusi ya langsung saja dijawab comment2 saya bukan malah belain jafar.
    yaa sudah kita stop saja debat kusir ini yaa pleaseee.. 😛

    Masalah baru dan tua atau muda gak usah dibahas ya 😀

    Salam.

  10. @Secondprince

    Saya hanya ingin meneruskan permintaan dari salah satu pembaca blog anda dengan nama @truthseeker08 🙂

    @truthseeker08 menyarankan supaya pembaca blog anda yang ingin berkomentar disini sebaiknya menjelaskan terlebih dahulu di muka apakah komentarnya itu hanya sekedar curhatan atau dengan niatan berdiskusi. Kalau sekedar curhatan, @truthseeker08 meminta supaya diawal sebelum menuliskan komentarnya ditulis rangkaian kata seperti di bawah ini:

    “hai teman2 saya tidak mau diskusi cuma mau curhat jadi jangan didebat”

    Naah, dengan dituliskanya kalimat seperti itu, maka orang-orang yang gemar atau mungkin hobi berdiskusi di internet seperti @truthseeker08 ketika membaca komentar seseorang menjadi tahu bahwa orang tersebut tidak ingin komentarnya untuk didiskusikan atau dengan kata lain orang itu tidak membuka ruang diskusi dengan pembaca lainnya ;-).

    Saya berharap permintaan dari pembaca blog anda @truthseeker08 yang disampaikan kepada saya dapat anda dipertimbangkan dan anda masukkan ke dalam tata tertib blog ini. Karena terus terang ide tersebut menurut saya sangatlah baik sekali. Kalau bisa rangkaian kata:

    “hai teman2 saya tidak mau diskusi cuma mau curhat jadi jangan didebat”

    Dijadikan pedoman standar bagi setiap pembaca blog anda yang komentarnya tidak ingin ditanggapi/didiskusikan 🙂

  11. Hai teman2 saya tidak mau diskusi cuma mau curhat jadi jangan didebat.

    Saya sering menemukan banyak sekali manusia2 yang lalu lalang di dunia internet, mengaku-aku sebagai pencari kebenaran “truthseeker” terus menerus mencari kebenaran seolah-olah kebenaran itu telah hilang dan sulit untuk ditemukan. Orang-orang seperti itu mungkin akan menghabiskan sepanjang hidupnya mencari kebenaran yang entah kebenaran seperti apakah yang sedang dicarinya. Apakah yang sedang diyakini sekarang bukan sebuah kebenaran atau Kebenaran mutlak dan hakiki-kah yang anda cari wahai pencari kebenaran “truthseeker”…is it worthed…entahlah…

    🙂

  12. Anda cukup lucu 😀
    salam.

Tinggalkan komentar