Benarkah Al Qur’an Versi Umar bin Khaththab [radiallahu ‘anhu] Berbeda Dengan Al Qur’an Sekarang?

Benarkah Al Qur’an Versi Umar bin Khaththab [radiallahu ‘anhu] Berbeda Dengan Al Qur’an Sekarang?

Pertanyaan yang meresahkan tetapi jika anda membaca berbagai riwayat shahih maka sangat wajar timbul pertanyaan tersebut. Pada tulisan kali ini kami akan menunjukkan kepada para pembaca mengapa bisa timbul pertanyaan seperti itu

حدثني يونس بن عبد الأعلى قال أخبرنا ابن وهب قال ثنا حنظلة بن أبي سفيان الجمحي أنه سمع سالم بن عبد الله يحدث عن أبيه أنه سمع عمر بن الخطاب يقرأ إذا نودي للصلاة من يوم الجمعة فامضوا إلى ذكر الله

Telah menceritakan kepadaku Yuunus bin ‘Abdul A’laa yang berkata telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb yang berkata telah mengabarkan kepada kami Hanzhalah bin Abi Sufyaan Al Jumahiy bahwasanya ia mendengar Salim bin ‘Abdullah menceritakan dari Ayahnya bahwasanya ia mendengar Umar bin Khaththab membaca ayat “idzaa nuudiyalish shalaati min yawmil jumu’ati famdhuu ilaa dzikrillaah” [Tafsir Ath Thabariy 22/638 tahqiq Abdullah bin Abdul Muhsin At Turkiy]

Ath Thabariy menukil riwayat ini dalam kitab Tafsir surat Al Jumu’ah ayat 9 yang berbunyi sebagai berikut

يا أيها الذين آمنوا إذا نودي للصلاة من يوم الجمعة فاسعوا إلى ذكر الله

Wahai orang-orang yang beriman apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at maka bersegeralah kamu mengingat Allah…[QS Al Jumu’ah : 9]

Lafaz ayat fas’aw ilaa dzikrillaah dalam Al Qur’an dibaca Umar bin Khaththab [radiallahu ‘anhu] dengan famdhuu ilaa dzikrillaah. Riwayat Ath Thabariy di atas kedudukannya shahih, berikut keterangan para perawinya

  1. Yunuus bin ‘Abdul A’laa bin Maisarah Ash Shadafiy termasuk perawi Muslim, Ibnu Majah dan Nasa’iy seorang yang tsiqat [Taqrib At Tahdzib 2/349 tahqiq Mustafa Abdul Qadir Atha’]
  2. ‘Abdullah bin Wahb bin Muslim Al Qurasyiy termasuk perawi Bukhariy, Muslim, Ibnu Majah, Nasa’iy, Abu Daud dan Tirmidzi, seorang faqiih tsiqat hafizh ahli ibadah [Taqrib At Tahdzib 1/545]
  3. Hanzhalah bin Abi Sufyaan Al Jumahiy termasuk perawi Bukhariy, Muslim, Ibnu Majah, Nasa’iy, Abu Daud dan Tirmidzi seorang tsiqat hujjah [Taqrib At Tahdzib 1/250]
  4. Saalim bin ‘Abdullah bin Umar bin Khaththaab termasuk perawi Bukhariy, Muslim, Ibnu Majah, Nasa’iy, Abu Daud dan Tirmidzi salah seorang dari fuqaha sab’ah seorang yang tsabit ahli ibadah dan memiliki keutamaan [Taqrib At Tahdzib 1/335]

Bahkan diriwayatkan bahwa Umar bin Khaththab [radiallahu ‘anhu] mengetahui lafaz bacaan Al Jumu’ah ayat 9 tersebut tetapi Beliau malah memerintahkan untuk membaca seperti apa yang ia baca

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ قال حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ قال حَدَّثَنَا مُغِيرَةُ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ خَرَشَةَ بْنِ الْحُرِّ قال رَأَى مَعِي عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رضي الله عنه لَوْحًا مَكْتُوبًا فِيهِ إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ فقال مَنْ أَمْلَى عَلَيْكَ هَذَا ؟ قلت أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ فقال إِنَّ أُبَيًّا كَانَ أَقْرَأَنَا لِلْمَنْسُوخِ اقْرَأْهَا فَامْضُوا إِلَى ذِكْرِ اللَّه

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ash Shabbaah yang berkata telah menceritakan kepada kami Husyaim yang berkata telah menceritakan kepada kami Mughiirah dari Ibrahim dari Kharasyah bin Al Hurr yang berkata Umar bin Khaththab [radiallahu ‘anhu] melihat lembaran yang di dalamnya tertulis ayat “idzaa nuudiyalish shalaati min yawmil jumu’ati fas’aw ilaa dzikrillaah” [QS Al Jumu’ah : 9] maka ia berkata “siapakah yang mendiktekan kepadamu ayat ini?”. Aku berkata “Ubay bin Ka’ab”. Maka ia berkata “sesungguhnya Ubay adalah orang yang paling tahu mengenai ayat mansukh diantara kami ”bacalah ayat itu “famdhuu ilaa dzikrillaah” [Akhbar Madinah Ibnu Syabbah 2/276-277]

Riwayat di atas mengisyaratkan bahwa Umar menganggap ayat yang dibacakan Ubay tersebut adalah mansukh, sehingga disini seolah-olah Umar menunjukkan keheranannya padahal menurut Umar, Ubay bin Ka’ab [radiallahu ‘anhu] adalah orang yang paling tahu mengenai ayat mansukh. Itulah sebabnya ia malah memerintahkan Kharasyah bin Al Hurr agar membacanya dengan “famdhuu ilaa dzikrillaah” seperti yang ia baca. Riwayat Ibnu Syabbah di atas kedudukannya shahih, berikut keterangan para perawinya

  1. Muhammad bin Shabbaah Ad Duulabiy termasuk perawi Bukhariy, Muslim, Ibnu Majah, Nasa’iy, Abu Daud dan Tirmidzi seorang yang tsiqat lagi hafizh [Taqrib At Tahdzib 2/88]
  2. Husyaim bin Basyiir Al Washitiy termasuk perawi Bukhariy, Muslim, Ibnu Majah, Nasa’iy, Abu Daud dan Tirmidzi seorang yang tsiqat tsabit banyak melakukan tadlis dan irsal khafiy [Taqrib At Tahdzib 2/269], riwayat di atas Husyaim menyatakan dengan jelas sima’ nya maka selamat dari tadlis dan irsal-nya
  3. Mughiirah bin Miqsam Adh Dhabiy termasuk perawi Bukhariy, Muslim, Ibnu Majah, Nasa’iy, Abu Daud dan Tirmidzi seorang yang tsiqat mutqin kecuali ia melakukan tadlis dalam riwayatnya dari Ibrahiim [Taqrib At Tahdzib 2/208]. Dalam Tahrir Taqrib At Tahdzib terdapat komentar mengenai tadlisnya dari Ibrahim, Ahmad dan Ibnu Fudhail mengatakan ia melakukan tadlis dari Ibrahim tetapi Abu Dawud membantahnya bahwa ia tidak melakukan tadlis dari Ibrahim dan Aliy bin Madiniy menyebutkan bahwa ia orang yang paling alim dalam riwayat Ibrahim, kemudian riwayat ‘an anah Mughirah dari Ibrahiim telah diterima oleh Bukhariy dan Muslim dalam kitab Shahih keduanya [Tahrir Taqrib At Tahdzib no 6851]. Jadi dapat disimpulkan bahwa tadlis Mughirah dari Ibrahim termasuk tadlis yang diterima dan memenuhi syarat Bukhariy Muslim.
  4. Ibrahiim bin Yazid An Nakha’iy termasuk perawi Bukhariy, Muslim, Ibnu Majah, Nasa’iy, Abu Daud dan Tirmidzi seorang yang faqiih tsiqat hanya saja banyak melakukan irsal, ia wafat tahun 96 H [Taqrib At Tahdzib 1/69]
  5. Kharasyah bin Al Hurr termasuk perawi Bukhariy, Muslim, Ibnu Majah, Nasa’iy, Abu Daud dan Tirmidzi, Abu Dawud mengatakan ia sahabat, Al Ijliy mengatakan ia tabiin kibar yang tsiqat, wafat tahun 74 H [Taqrib At Tahdzib 1/268]

Adapun soal Ibrahim bin Yazid An Nakha’iy banyak melakukan irsal maka itu tidak membahayakan hadisnya karena tidak ada satupun ulama yang menyatakan bahwa ia melakukan irsal dalam riwayatnya dari Kharasyah bin Al Hurr dan berdasarkan tahun lahir dan wafat-nya Ibrahim hidup satu masa dengan Kharasyah maka berdasarkan kaidah jumhur ulama hadis, diterima dan dianggap muttashil riwayat ‘an anah perawi tsiqat bukan mudallis yang hidup dalam satu masa.

Dan diriwayatkan pula dengan sanad yang shahih bahwa Umar bin Khaththab [radiallahu ‘anhu] sampai wafatnya tetap membaca dengan bacaan “famdhuu ilaa dzikrillaah”.

عبد الرزاق عن معمر وغيره عن الزهري عن سالم عن بن عمر قال لقد توفي عمر وما يقرأ هذه الاية التي في سورة الجمعة إلا فامضوا إلى ذكر الله

‘Abdurrazzaaq dari Ma’mar dan selainnya dari Az Zuhriy dari Saalim dari Ibnu ‘Umar yang berkata sungguh Umar wafat dan tidaklah ia membaca ayat ini dalam Surat Al Jumu’ah kecuali dengan lafaz “famdhuu ilaa dzikrilaah” [Mushannaf ‘Abdurrazzaaq 3/207 no 5348]

Diantara selain Ma’mar bin Raasyid yang meriwayatkan hadis di atas dari Az Zuhriy adalah Yunus bin Yaziid sebagaimana dalam riwayat Ath Thabariy [Tafsir Ath Thabariy 22/639 tahqiq ‘Abdullah bin Abdul Muhsin At Turkiy]. Riwayat ‘Abdurrazzaaq di atas sanadnya shahih berikut keterangan para perawinya

  1. ‘Abdurrazzaaq bin Hamaam Ash Shan’aniy termasuk perawi Bukhariy, Muslim, Ibnu Majah, Nasa’iy, Abu Daud dan Tirmidzi seorang tsiqat hafizh penulis kitab, buta diakhir umurnya sehingga berubah hafalannya dan ia bertasyayyu’ [Taqrib At Tahdzib 1/599]. Riwayat di atas adalah dari Kitab-nya yang ditulis sebelum ia buta dan berubah hafalannya.
  2. Ma’mar bin Raasyid Al ‘Azdiy termasuk perawi Bukhariy, Muslim, Ibnu Majah, Nasa’iy, Abu Daud dan Tirmidzi seorang tsiqat tsabit fadhl kecuali riwayatnya dari Tsabit, A’masyiy, Hisyam bin Urwah dan apa yang ia riwayatkan di Basrah [Taqrib At Tahdzib 2/202]
  3. Muhammad bin Muslim, Ibnu Syihaab Az Zuhriy termasuk perawi Bukhariy, Muslim, Ibnu Majah, Nasa’iy, Abu Daud dan Tirmidzi seorang yang faqiih hafizh disepakati kemuliaan dan keitqanannya, termasuk pemimpin thabaqat keempat [Taqrib At Tahdzib 2/133]
  4. Saalim bin ‘Abdullah bin Umar bin Khaththaab termasuk perawi Bukhariy, Muslim, Ibnu Majah, Nasa’iy, Abu Daud dan Tirmidzi salah seorang dari fuqaha sab’ah seorang yang tsabit ahli ibadah dan memiliki keutamaan [Taqrib At Tahdzib 1/335]

Maka berdasarkan riwayat-riwayat shahih di atas tidak diragukan lagi bahwa Umar bin Khaththab [radiallahu ‘anhu] membaca Al Jumu’ah ayat 9 dengan lafaz yang berbeda dengan Al Qur’an sekarang yang disepakati kebenaran dan keasliannya. Kembali ke judul pertanyaan di atas maka kami persilakan untuk para pembaca menjawabnya sendiri?.

35 Tanggapan

  1. hhmmm…

  2. Assalaamualaikum. Menurut sy yg msh awam dan butuh bnyk belajar ini, Al-Quran dibukukan setelah masa Umar ra, yaitu pd masa Khalifah Usman ra (makanya dinamakan Mushaf Usmany) jd riwayat ini bs jadi memang benar Umar ra keliru ttg Surah Al-Jumuah ayat 9 ini. Tp yg jd patokan adalah Al-Quran yg ada skrg ini, krn udh dikumpulkan semua Mushaf yg ada pd para sahabat dan mulailah dibukukan. Maaf, ini asumsi sy pribadi. Wallahualam…

  3. hmmmm

  4. @SP
    1. Anda ini sejenis orang tolol atau apakah, bukankah Anda sangat mengerdilkan ilmu Umar, lalu mengapa ucapan orang kerdil dijadikan bahan kajian?
    2. Kajian Anda ini menunjukkan Anda ini sangat kerdil tentang ilmu nasikh mansukh dalam kajian Al-Quran. Jujur baru kali ini saya lihat orang (seperti Anda) dengan bangga menunjukkan kekerdilannya. :mrgreen:
    3. Tulisan ini sangat “murahan”, kalo di print cocoknya jadi bungkus pempers janda mut’ah. 😛

    “Husyaim bin Basyiir Al Washitiy termasuk perawi Bukhariy, Muslim, Ibnu Majah, Nasa’iy, Abu Daud dan Tirmidzi seorang yang tsiqat tsabit banyak melakukan tadlis dan irsal khafiy [Taqrib At Tahdzib 2/269], riwayat di atas Husyaim menyatakan dengan jelas sima’ nya maka selamat dari tadlis dan irsal-nya”

    Jangan suka mengarang bebas lah, semua juga tahu kajian hadis Anda ini sangat “murahan” dan “norak”. Kalau memang benar, buktikan di sini bahwa sama-nya Husaim dari Mughirah bukan termasuk irsal khafi. Coba ente lihat lagi tahun lahir dan wafatnya mereka.

  5. @Zuko

    Pada masa Abu Bakar [radiallahu ‘anhu] sudah ada pembukuan Al Qur’an sebagaimana dilakukan sahabat Zaid bin Tsabit [radiallahu ‘anhu]

    @Syaikh Puji

    Kalau tidak bisa berkomentar secara ilmiah maka anda tidak perlu menghina, cukup pergi saja dari sini.

    Jangan suka mengarang bebas lah, semua juga tahu kajian hadis Anda ini sangat “murahan” dan “norak”. Kalau memang benar, buktikan di sini bahwa sama-nya Husaim dari Mughirah bukan termasuk irsal khafi. Coba ente lihat lagi tahun lahir dan wafatnya mereka.

    Saya heran sekali melihat orang yang miskin ilmu tetapi mudah menghina dan berlagak sok mengerti ilmu hadis. Perkataan anda menunjukkan bahwa anda adalah orang yang tidak mengerti definisi irsal khafi. Anda berkata buktikan di sini bahwa sama-nya Husaim dari Mughirah bukan termasuk irsal khafi. Perkataan macam apa itu, kalau memang sudah jelas Husyaim mendengar dari Mughirah sebagaimana lafaz “haddatsana” di atas maka sudah pasti bukan termasuk irsal khafi. Yang namanya irsal itu kedua perawi tidak bertemu lha kalau sudah jelas penyimakan hadisnya maka apanya yang mau dikatakan irsal. Lucu sekali 🙂

  6. @secondprince

    saya awam dalam ilmu hadits…
    mungkin saudara secondprince kalau bisa menjelaskan…
    apa maksud dari syekh puji meminta kepada saudara…
    untuk melihat lagi tahun lahir dan wafat Husaim dan Mughirah…
    terimakasih…

  7. @secondprince

    anggaplah, setelah dilihat tahun lahir dan wafat husaim dan mughirah..
    dan ternyata tidak memungkinkan mereka bertemu…
    berarti hadits tersebut tidak bisa dijadikan hujjah…
    apa sdr bisa menyebutkan tahun lahir dan wafat mereka…???
    maaf, kalau pertanyaan saya yang salah…

  8. @secondprince

    ataukah kata “haddatsana” sudah pasti menjamin mereka bertemu.. tanpa tidak perlu melihat sama sekali tahun lahir dan wafat mereka…???
    sekali lagi maaf, beginilah pertanyaan orang awam..

  9. @Erya Wintim

    Sebenarnya saya tidak mau merepotkan diri menanggapi lebih lanjut komentar syaikh puji di atas karena dari komentarnya sangat jelas kalau yang bersangkutan tidak mengerti ilmu hadis. Seharusnya kalau memang ia ingin berhujjah membantah riwayat yang saya shahihkan di atas maka ia lah pihak yang harusnya berhujjah dengan membawakan tahun lahir wafat Husyaim dan Mughirah bukannya malah suruh saya yang ngecek. Toh yang mempermasalahkan hal itu adalah dirinya.

    lafaz haddatsana atau akhbarana secara umum menunjukkan penyimakan perawi yang satu terhadap perawi yang lain. Memang ada kasus dimana terjadi khata’ [kesalahan] dalam menyebutkan lafaz penyimakan tetapi ini adalah perkara yang harus dibuktikan. Selagi tidak ada bukti bahwa keduanya mustahil bertemu maka lafaz tersebut menunjukkan penyimakan atau sudah pasti bertemu

    Mengenai Husyaim bin Basyiir dan Mughirah bin Miqsaam, saya akan membawakan apa yang disebutkan Al Mizziy dalam kitab Tahdzib Al Kamal.

    Dalam Tahdzib Al Kamal juz 30 no 6595 biografi Husyaim bin Basyiir, Al Mizziy menukil dari Ahmad bin Hanbal bahwa ia lahir pada tahun 104 H. Dan Al Mizziy juga menyebutkan bahwa riwayat Husyaim dari Mughirah terdapat dalam kitab Shahih Bukhariy dan Shahih Muslim

    Dalam Tahdzib Al Kamal juz 28 no 6143 biografi Mughirah bin Miqsaam , Al Mizziy menukil Abu Nu’aim bahwa ia wafat tahun 132 H, Ahmad dan Muhammad bin Abdullah bin Numair yang menyatakan ia wafat tahun 133 H, Yahya bin Ma’in yang menyatakan ia wafat tahun 134 H dan Al Ijliy yang menyatakan ia wafat tahun 136 H. Dan Al Mizziy juga menyebutkan bahwa riwayat Husyaim dari Mughirah terdapat dalam kitab Shahih Bukhariy dan Shahih Muslim

    Melihat tahun lahir dan wafat Husyaim dan Mughirah maka mereka berada dalam satu masa yaitu ketika Mughirah wafat usia Husyaim 28 tahun atau lebih. Penyimakan diantara keduanya sangat jelas dalam lafaz hadisnya dan riwayat Husyaim dari Mughirah terdapat dalam kitab Shahih Bukhariy dan Muslim. Maka seperti yang saya katakan ocehan orang yang menyebut dirinya syaikh puji itu memang tidak karuan dan tidak perlu dihiraukan. Salam

  10. syaikh puji kembali lagi.

    @SP
    ternyata ilmu ente memang dangkal. 😛

  11. SP: “Yang namanya irsal itu kedua perawi tidak bertemu”

    #

    Ini jelas kebodohan tingkat tinggi, di banyak kitab disebutkan bahwa irsal khafi adalah bertemu tapi tidak mendengar, nah ana tanya ente: Apa buktinya kalo Husyaim mendengar dari Mughirah?

    sekedar contoh aja, Ibnu Abbas itu mendengar dari Muawiyah, buktinya banyak hadis yang menyebutkan perbincangan/dialog antara keduanya.

    Nah terkait Husyaim dan Mughirah mana buktinya yang menguatkan bahwa keduanya bertemu selain ucapan “haddatsana” 😛

    Kalo ente ngerti ilmu hadis pasti bisa ngasih bukti, kalo ga berarti ente memang pengoleksi pemballut jannda. 😛

  12. koreksi: SP: “Yang namanya irsal itu kedua perawi tidak bertemu”
    #

    Itu namanya tadlis, bukan irsal khafi, ente ini memang payah. 😛
    apa pembalut jandaaa masih kurang, sehingga ente jadi kurang cerdas begini?

  13. @syaikh puji

    sudahlah semakin anda berkomentar saya semakin kasihan melihatnya.

    Nah terkait Husyaim dan Mughirah mana buktinya yang menguatkan bahwa keduanya bertemu selain ucapan “haddatsana”

    Bukti paling kuat pertemuan kedua perawi adalah dengan lafaz haddatsana atau akhbarana artinya itu menunjukkan bahwa Mughirah memang menceritakan hadis itu secara langsung kepada Husyaim. Bukti apa lagi yang anda tuntut, kalau ilmu hadis harus menuruti kehendak anda maka bisa dipastikan hadis-hadis shahih Bukhariy dan Muslim akan banyak sekali jadi dhaif

    Itu namanya tadlis, bukan irsal khafi, ente ini memang payah

    Aduh pengertian tadlis saja anda tidak paham, wah anda ini memang tong kosong nyaring bunyinya. Dalam ulumul hadis tadlis itu hanya bisa terjadi antara dua perawi yang memang sudah pernah bertemu hanya saja dalam sebagian hadisnya sang perawi mengesankan seolah ia mendapatkan hadis tersebut dari gurunya [dengan lafaz ‘an anah] padahal ia mendapatkannya tidak secara langsung dari gurunya. Kalau kedua perawi tersebut tidak pernah bertemu maka itu irsal namanya. Dan kalau kedua perawi tersebut berada dalam satu masa tetapi tidak bertemu [dalam arti perawi tersebut tidak pernah mendengar dari perawi yang satunya] maka itu disebut irsal khafi

    Tidak perlu basa-basi penyimakan Husyaim dari Mughirah itu sudah ma’ruf oleh karena itu Bukhari dan Muslim memasukkan dalam Shahih mereka”

  14. syaikh puji kembali lagi. justru ana semakin kasian melihat ente

    SP: kalau ilmu hadis harus menuruti kehendak anda maka bisa dipastikan hadis-hadis shahih Bukhariy dan Muslim akan banyak sekali jadi dhaif
    #
    Mana bukti omongan gila ente ini?

    SP: Dalam ulumul hadis tadlis itu hanya bisa terjadi antara dua perawi yang memang sudah pernah bertemu hanya saja dalam sebagian hadisnya sang perawi mengesankan seolah ia mendapatkan hadis tersebut dari gurunya [dengan lafaz ‘an anah] padahal ia mendapatkannya tidak secara langsung dari gurunya. Kalau kedua perawi tersebut tidak pernah bertemu maka itu irsal namanya. Dan kalau kedua perawi tersebut berada dalam satu masa tetapi tidak bertemu [dalam arti perawi tersebut tidak pernah mendengar dari perawi yang satunya] maka itu disebut irsal khafi

    #
    Mana bukti omongan gila ente ini?

    kalo ga bisa nasih bukti berarti ente cuma kolentor CD jandaaa

  15. gaya bahasa menunjukan kualitas otak.
    ga usah tanggapi komentar tak berakhlaq.
    Allah membenci perkataan kasar._ini perintah Quran_
    Kecuali kalau terpaksa membalas orang dholal…

  16. Wahhh… kira2 mas Puji, tau gak konsekuensi dari logika mas Puji? Salah satu konsekuensinya adalah bahwa hadits yang ada baik Imam Bukhori, Imam Muslim dan semua yang diklaim sahih, harus dipertanyakan lagi. Mestinya mas Puji hidup di jaman Imam Bukhori, Imam Muslim dll, agar meminta bukti ini bisa disampaikan kepada mereka.
    Bukankah mas Puji juga meminta bukti kejujuran semua semua rawi (termasuk sahabat). Kalau Imam Bukhori tidak bisa membuktikan bahwa mereka jujur maka gugur kesahihan hadits2 tsb.
    Maaf..maaf..maaf, sebetulnya saya awam. Itu tadi hanya karena logika saya tergelitik ketika menyimak diskusi ini. Mas SP, logika saya ini benar menurut ilmu hadits atau tidak? Atau sejauh mana konsekuensi dari “logika” mas Puji ini?

    Salam damai.

  17. @secondprince

    terimakasih..saya puas dengan penjelasan saudara..

  18. @syaikh puji

    Begini sajalah mas yang baik, sebelum anda melanjutkan pembicaraan anda yang tidak jelas, kita kembali ke topik di atas. Silakan kalau anda mau mengkritik atau menyampaikan hujjah anda tetapi mari kita sepakati kalau mau berhujjah silakan bawakan bukti atau literatur atau referensi yang jelas. Bukankah anda ini awalnya cuap-cuap soal tahun lahir dan wafat Husyaim dan Mughirah maka sudah saya bawakan bukti dari kitab Tahdzib Al Kamal dengan jilid dan no yang bisa anda rujuk. Maka sekarang giliran saya, tolong bawakan bukti atas hujjah anda yang mengkritik hadis dalam tulisan saya di atas, silakan bawakan literatur yang menjadi hujjah anda. Saya malas kalau diskusi cuma pamer waham khayal semata

    Berikut saya tunjukkan hadis Shahih Bukhariy dan Muslim dimana keduanya membawakan sanad Husyaim dari Mughirah, silakan dicermati

    حدثنا يحيى بن يحيى أخبرنا هشيم عن مغيرة عن إبراهيم عن الأسود عن عائشة قالت رخص رسول الله صلى الله عليه و سلم لأهل بيت من الأنصار في الرقية من الحمة

    [Shahih Muslim 4/1724 no 2193 tahqiq Muhammad Fu’ad Abdul Baqiy]

    حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ أَخْبَرَنَا غَيْرُ وَاحِدٍ مِنْهُمْ مُغِيرَةُ وَفُلَانٌ وَرَجُلٌ ثَالِثٌ أَيْضًا عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ وَرَّادٍ كَاتِبِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ أَنَّ مُعَاوِيَةَ كَتَبَ إِلَى الْمُغِيرَةِ أَنْ اكْتُبْ إِلَيَّ بِحَدِيثٍ سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَكَتَبَ إِلَيْهِ الْمُغِيرَةُ إِنِّي سَمِعْتُهُ يَقُولُ عِنْدَ انْصِرَافِهِ مِنْ الصَّلَاةِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ قَالَ وَكَانَ يَنْهَى عَنْ قِيلَ وَقَالَ وَكَثْرَةِ السُّؤَالِ وَإِضَاعَةِ الْمَالِ وَمَنْعٍ وَهَاتِ وَعُقُوقِ الْأُمَّهَاتِ وَوَأْدِ الْبَنَاتِ وَعَنْ هُشَيْمٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عُمَيْرٍ قَالَ سَمِعْتُ وَرَّادًا يُحَدِّثُ هَذَا الْحَدِيثَ عَنْ الْمُغِيرَةِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

    [Shahih Bukhariy 8/100 no 6473 tahqiq Muhammad Zuhair bin Naashir]

  19. @TS08

    Sebenarnya orang yang menyebut dirinya syaikh puji itu tidak paham soal ilmu hadis terutama syarat-syarat hadis shahih, oleh karena itu ia membantah tanpa dasar ilmu atau asal membantah saja. Sanad Husyaim dari Mughirah yang ia permasalahkan dalam tulisan saya di atas adalah sanad yang dishahihkan Bukhariy dan Muslim. Kalau ia katakan dhaif maka penshahihan Bukhari dan Muslim itu keliru menurut standar syaikh puji.

  20. @Es Pe (Es Pecinta Janda :mrgreen: )

    Tidak jelas ato akal ente yang tumpul? 😛

    betul ana suruh ente buka kembali tahun lahir, biar ente tahu bahwa Husyaim hanya mengaku: haddatsana,

    Gini aja kalo ente ini memang bukan jago dusta, alias bahlul tapi belagak pinter.

    Coba ente bawakan bukti lain (persaksian perawi lain) yang mentakan bahwa Husyaim memang mendengar dari Mughirah. Kalo ga ada itu jelas irsal khafi. :mrgreen:

    Alias, ente tukang tipu. Apa belum cukup satu jandaaa ente tipu? 😛

  21. @Seikh Puji
    luar biasa, antum top cer lah,

    @SP
    sorri aja hujjah ente dangkal. Baru seikh puji aja udah kalah.

  22. berikan contoh kasus yg lain, bahwa lafadz hadastana bisa berupa pengakuan saja, bukan menyimak langsung, ada ngga?.
    kalau ada, sangat menambah wawasan.
    kalau tidak ada, case closed…

  23. @SP
    tahu dirilah ente, ilmu ente ini baru sekecil ee kutu. Seikh Fuji dilawan.

    @Seikh Fuji
    Awalanya ana ragu dengan ente dan percaya dengan SP, tapi lama2 sebaliknya. Ente memang di atas hujjah sementara si SP ini di atas kotorannnya sendiri.:mrgreen: hihihi lucu deh kamu SP.

  24. @secong..
    hahahhahha …dasar wahabi nashibi bisanye nyela yg kagak mutu…..ente pinternye cuman cari cewek di puncak bogor buat kawin kontrak bukan di sini otak ente nggak akan nyampe ….dasar SAUD FOLOWERS

  25. @secong & Syekh puji
    hahaha…syekhpuji KO….di suruh tunjukan bukti hujjah olh SP kagak sanggup…wahabi bangkrut….hahhahhahhah……otak cacad kagak ketulungan wahabi nashibi…..bisanye cuman jualan celana dalem di tanah abang pake masuk ke Kota Ilmu…..Bangkrut wa bahlul ente

  26. warnet lelet

    si sp ini memang terkenal kebodohannya jadi jangan heran kalo ia ga bisa bawa bukti.

  27. mengapa syiah pintar bertaqiyah… mengapa syiah membunuhi muslim di suriah.- MENGAPA SYIAH MENGANGGAP IMAM NYA MAKSUM!

  28. Jadi relevansi kisah seorang Christian yang sedan ambil S3 perbandingan agama menyimpulkan bahwa Islam menyembah bulan. Ini kurang lebih mirip dengan para naif seperti saudara kita syiah taqiyah … 😛

    Jadi mas SP ulasan saya tentang S3 tsb tidak OOT amat toh.. 😉

    salam damai

  29. Saya awam hadis, dan senang rasanya menyimak analisis saudara @SP, judul diatas membuat saya klenger, karena bagi saya Khukatul Rasyidin adalah bagaikan Bintang Gemintang , tetapi dengan analisis anda membuat saya jadi terbuka….kalau demikian ternyata yg saya ketahui harus di uji kembali..jangan2 banyak hadis yg saya baca “katanya sahih”……..ternyata ada yg lebih sahih lagi……..sya juga senang membaca komentar2 yg saling menguatkan dan mudah2an masih di dalam koridor QS an-Nahl 125, kecuali bagi yg tidak menyukainya….terima kasih!

  30. kalau hujjah dah kalah tapi gak mau ngalah jadinya ngelantur kemana-mana.typical pecundang!
    thread ngebahas apa, komen isinya apa.jaka sembung bawa golok!

  31. *komen di atas buat para komentator yg komentnya kotor, sarkastik, tidak beretika, dan tidak nyambung.
    bukan untuk para komentator yg halus,sopan, bermoral.

  32. gimana orang mau tertarik dengan wahabi kalau cara bicara dan diskusi caranya seperti itu? coba sodorkan dalil yg lebih kuat , hilangkan makian dan caci maki, itu tidak membantu malah mengurangi simpati orang yang sefaham dengan anda, dan mencoreng faham/aliran anda sendiri,silahkan lanjut dengan tertib dan ilmiah

  33. kasian skrg ‘ dibantai’ tdk sanggup menjelaskan perihal perawi??..simple

  34. Mohon maaf, diskusi masalah keyakinan mestinya jangan pakai caci-maki dan menghina. Perlu sabar. baca dan kaji se-banyak2 rujukan tanpa prasangka negatif. Kita teliti benar atau salah, bukan soal banyak-sedikit pengikut dan bukan soal menang atau kalah. Wallahu a’lam.

  35. […] Benarkah Al Qur’an Versi Umar bin Khaththab [radiallahu ‘anhu] Berbeda Dengan Al Qur’an Sekara… […]

Tinggalkan komentar