Ketika Sahabat Nabi Saling Mencela : Studi Kritis Keadilan Sahabat

Ketika Sahabat Nabi Saling Mencela : Studi Kritis Keadilan Sahabat

Mungkin ada di antara pembaca yang sudah sering membaca riwayat dimana para sahabat saling mencela atau ketika salah seorang sahabat mendustakan sahabat yang lain. Perkara ini kalau dipikirkan dengan kritis maka sangat dilematis bagi kaum yang meyakini dalam hati mereka doktrin kema’shuman sahabat yang mereka ucapkan dengan lafaz “keadilan sahabat”. Tanpa berbasa-basi kami akan menunjukkan riwayat dimana salah seorang sahabat mendustakan sahabat yang lain

حدثنا إبراهيم بن المنذر قال حدثنا عبد الله ابن وهب قال، حدثني ابن لهيعة، عن يزيد بن عمرو المعافري، أنه سمع أبا ثور التميمي قال: قدمت على عثمان بن عفان رضي الله عنه فبينما أنا عنده خرجت فإذا أنا بوفد أهل مصر، فرجعت إلى عثمان بن عفان رضي الله عنه فقلت: أرى وفد أهل مصر قد رجعوا، خمسين عليهم ابن عديس، قال: وكيف رأيتهم ؟ قلت: رأيت قوما في وجوههم الشر. قال: فطلع ابن عديس منبر رسول الله صلى الله عليه وسلم فخطب الناس وصلى لاهل المدينة الجمعة، وقال في خطبته: ألا إن ابن مسعود حدثني أنه سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: إن عثمان بن عفان كذا وكذا، وتكلم بكلمة أكره ذكرها، فدخلت على عثمان رضي الله عنه وهو محصور فحدثته أن ابن عديس صلى بهم. فسألني ماذا قال لهم ؟ فأخبرته، فقال: كذب والله ابن عديس ما سمعها من ابن مسعود، ولا سمعها ابن مسعود من رسول الله صلى الله عليه وسلم قط، ولقد اختبأت عند ربي عشرا، فلولا ما ذكر ما ذكرت، إني لرابع أربعة في الاسلام، وجهزت جيش العسرة، ولقد أئتمني رسول الله صلى الله عليه وسلم على ابنته، ثم توفيت فأنكحني الاخرى، والله ما زنيت، ولا سرقت في جاهلية ولا إسلام، ولا تعنيت، ولا تمنيت، ولا مسست بيميني فرجي مذ بايعت بها رسول الله صلى الله عليه وسلم، ولقد جمعت القرآن على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم، ولا مرت بي جمعة إلا وأنا أعتق رقبة مذ أسلمت، إلا أن لا أجد في تلك الجمعة، ثم أعتق لتلك الجمعة بعد

Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Mundzir yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Wahb yang berkata telah menceritakan kepadaku Ibnu Lahii’ah dari Yazid bin ‘Amru Al Ma’aafiriy bahwa ia mendengar Abu Tsawr At Tamimiy berkata aku mendatangi Utsman bin ‘Affan radiallahu ‘anhu, ketika aku berada di tempatnya aku keluar kemudian aku mendapati para penduduk Mesir maka aku kembali menemui Utsman bin ‘Affan radiallahu ‘anhu dan aku berkata “sungguh aku melihat para penduduk Mesir kembali ada lima puluh orang dan diantaranya ada Ibnu Udais”. Utsman berkata “bagaimana kamu lihat keadaan mereka?”. Aku berkata “aku melihat kaum yang tergambar di wajah mereka niat yang jahat” kemudian Ibnu Udais naik ke mimbar Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkhutbah kepada orang-orang dan memimpin shalat penduduk Madinah pada hari Jum’at. Ia berkata dalam khutbahnya “Ibnu Mas’ud menceritakan kepadaku bahwa ia mendengar Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengatakan bahwa Utsman bin ‘Affan begini begitu dan ia menyebutkan perkataan yang jelek untuk disebutkan. Maka aku menemui Utsman radiallahu ‘anhu dan ia dalam keadaan terkepung. Maka aku kabarkan kepadanya bahwa Ibnu Udais memimpin mereka shalat. Utsman bertanya kepadaku “apa yang ia katakan kepada mereka?”. maka aku mengabarkan kepadanya. Utsman berkata “Ibnu Udais berdusta, demi Allah tidaklah ia mendengarnya dari Ibnu Mas’ud dan tidak pula Ibnu Mas’ud mendengarnya dari Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Sungguh aku telah menyembunyikan di sisi Rabku selama sepuluh tahun maka mengapa tidak kusebutkan apa yang akan kusebutkan. Aku adalah orang keempat dalam islam, aku yang menyiapkan bekal pasukan ‘Usrah. Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] telah menikahkanku dengan putrinya dan ketika ia wafat maka Beliau menikahkanku dengan putrinya yang lain. Demi Allah aku tidak pernah berzina dan tidak pernah mencuri baik di masa Jahiliah maupun di masa Islam, aku tidak bernyanyi dan tidak pula berangan-angan. Aku tidak pernah menyentuh kemaluanku dengan tangan kananku sejak aku membaiat Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dengannya. Aku telah mengumpulkan Al Qur’an di zaman Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Tidak ada satu Jum’at kecuali aku memerdekakan hamba sejak aku memeluk islam kecuali jika aku tidak mendapatinya [hamba] pada Jum’at tersebut maka aku akan memerdekakannya pada Jum’at berikutnya [Tarikh Madinah Ibnu Syabbah An Numairi 4/1156]

Atsar ini diriwayatkan oleh para perawi tsiqat dan shaduq. Ibnu Syabbah An Numairi adalah seorang yang tsiqat. Ibnu Abi Hatim berkata “aku telah menulis darinya bersama ayahku dan ia seorang yang shaduq”. Daruquthni berkata “tsiqat”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat dan berkata “mustaqim al hadits [hadisnya lurus]”. Al Khatib berkata “tsiqat” [At Tahdzib juz 7 no 768]

  • Ibrahim bin Mundzir adalah perawi Bukhari, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah. Nasa’i berkata “tidak ada masalah padanya”. Shalih bin Muhammad berkata “shaduq”. Abu Hatim berkata “shaduq”. Daruquthni menyatakan tsiqat. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Ibnu Wadhaah berkata “aku menemuinya di Madinah dan ia tsiqat” [At Tahdzib juz 1 no 300]
  • Abdullah bin Wahb bin Muslim Al Qurasyiy adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ibnu Ma’in menyatakan tsiqat. Abu Hatim berkata “shalih al hadits shaduq”. Ibnu Sa’ad dan Al Ijli menyatakan tsiqat. Abu Zur’ah dan Nasa’i menyatakan tsiqat. As Saji berkata “shaduq tsiqat”. Al Khalili berkata “tsiqat muttafaq ‘alaih” [At Tahdzib juz 6 no 141]
  • Abdullah bin Lahii’ah termasuk perawi Muslim seorang yang shaduq tetapi mengalami kekacauan hafalan sejak kitabnya terbakar sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar [At Taqrib 1/526]. Disebutkan dalam Tahrir At Taqrib kalau ia dhaif tetapi bisa dijadikan i’tibar dan hadis-hadisnya shahih jika yang meriwayatkan darinya Abadillah yaitu Ibnu Mubarak, Ibnu Wahb, Ibnu Muqri dan Ibnu Maslamah Al Qa’nabiy [Tahrir At Taqrib no 3563]. Riwayat di atas adalah riwayat Ibnu Wahb dari Abdullah bin Lahii’ah maka riwayatnya shahih.
  • Yazid bin ‘Amru Al Ma’aafiriy adalah perawi Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah. Abu Hatim berkata “tidak ada masalah padanya”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Telah meriwayatkan darinya sekumpulan perawi tsiqat [At Tahdzib juz 11 no 576]. Ibnu Hajar berkata “shaduq” [At Taqrib 2/329]. Adz Dzahabi berkata “shaduq” [Al Kasyf no 6344]
  • Abu Tsawr adalah sahabat Nabi. Ibnu Abi Hatim menyebutkan bahwa ia adalah Abu Tsawr Al Fahmiy mendengar dari Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Aku mendengar ayahku [Abu Hatim] mengatakan telah meriwayatkan Ibnu Lahii’ah dari Yazid bin ‘Amru Al Ma’aafiriy darinya. Abu Zur’ah berkata “tidak dikenal namanya dan ia adalah sahabat Nabi, meriwayatkan dari Utsman [Al Jarh Wat Ta’dil 9/351 no 1570]

Atsar di atas sanadnya jayyid [baik] dan perhatikanlah matan riwayat tersebut dengan baik. Ibnu Udais yang merupakan salah satu pemimpin mereka yang mengepung Utsman bin ‘Affan radiallahu ‘anhu mengimami shalat jum’at di Madinah dan ia berkhutbah menyampaikan hadis Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang ia dengar dari Ibnu Mas’ud. Hadis ini berisi sesuatu yang jelek tentang Utsman bin ‘Affan sehingga sang perawi tidak menyebutkan matannya melainkan menyebutkan dengan lafaz “Utsman begini dan begitu”.

Ketika disampaikan ucapan Ibnu Udais kepada Utsman bin ‘Affan maka Utsman menyatakan Ibnu Udais dusta, ia tidak mendengar hal itu dari Ibnu Mas’ud dan Ibnu Mas’ud tidak pula mendengarnya dari Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Kita telah mengenal siapa Utsman bin ‘Affan radiallahu ‘anhu, tidak diragukan ia salah seorang sahabat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam].

Lalu siapakah Ibnu Udais, ia adalah Abdurrahman bin Udais Al Balawiy. Ternyata ia juga seorang sahabat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang ikut membaiat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dalam Baiatur Ridwan.

Abdurrahman bin Udais Al Balawiy. Ibnu Sa’ad berkata “ia sahabat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] telah mendengar dari Beliau, menyaksikan pembukaan Mesir dan ia termasuk yang mengepung Utsman. Ibnu Barqiy, Al Baghawiy dan selain mereka berdua mengatakan bahwa ia termasuk yang membaiat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] di bawah pohon. Ibnu Abi Hatim berkata dari ayahnya bahwa ia adalah sahabat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] begitu pula yang dikatakan Abdul Ghaniy bin Sa’id, Abu Ali bin Sakan dan Ibnu Hibban. Ibnu Yunus menyatakan ia termasuk yang membaiat di bawah pohon dan menyaksikan pembukaan Mesir [Al Ishabah Ibnu Hajar 4/334 no 5167]

Sekarang setelah kita sama-sama mengetahui bahwa Ibnu Udais adalah sahabat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan termasuk yang ikut dalam Baiatur Ridwan maka perhatikan kedua fakta berikut

  1. Ibnu Udais berkhutbah dan berkata “Ibnu Mas’ud telah menceritakan kepadaku bahwa ia mendengar Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata Utsman begini begitu [tentang sesuatu yang buruk]
  2. Utsman bin ‘Affan berkata “dusta, demi Allah Ibnu Udais tidak mendengarnya dari Ibnu Mas’ud dan tidak pula Ibnu Mas’ud mendengarnya dari Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam].

Ibnu Udais salah seorang sahabat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] menyampaikan hadis Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang ia dengar langsung dari Ibnu Mas’ud. Kemudian Utsman bin ‘Affan mendustakannya dan bersumpah bahwa Ibnu Udais tidak mendengarnya dari Ibnu Mas’ud. Dimana letak konsep Keadilan sahabat?. Sepertinya Utsman bin ‘Affan sebagai salah seorang sahabat utama tidak meyakini doktrin “keadilan sahabat” karena ia sendiri menyatakan salah seorang sahabat yaitu Ibnu Udais telah berdusta dalam menyampaikan hadis.

Kalau Utsman bin ‘Affan sendiri sebagai yang termasuk salafus salih tidak meyakini “keadilan sahabat” maka darimana datangnya konsep keadilan sahabat yang diyakini sebagian orang. Atau Utsman bin ‘Affan keliru karena tidak meyakini keadilan sahabat, wah kalau begitu maka benarlah hadis yang disampaikan oleh Ibnu Udais tersebut. Bagaimana salafy nashibi yang meyakini kema’shuman sahabat akan menjawab dilemma ini?. Sepertinya mereka hanya akan diam seribu bahasa atau mencari-cari dalih “konyol bin ngeyel”. Kami persilakan kepada salafy nashibi untuk menjawabnya.

31 Tanggapan

  1. Wah…wah..”postingan” anda kali ini tampaknya akan memporak-porandakan hujjah “salafy nashibi” dan membuat mereka tidak lagi bisa berkutik. Oh ya sebagai info ana telah kirim beberapa coment di Blog. sebelah yg tampaknya mengalami “blunder” dari ulahnya sendiri….wassalam.

  2. @SP

    Selamat. Anda satu2nya blog yang membahas hadist nabi kemudian mentakhrijnya dengan bagus sekali.

    Lanjutkan langkah anda Dan hancurkan mazhab pemerkosa TKW Indonesia, mazhab wahhabi..

  3. sudah terlanjur syiah fobia,
    krn dianggap mereka mengkritisi sahabat adalah bagian dr aqidah syiah,dan hal tsb bagian dr kesesatan.
    Padahal mengikuti kesalahan dr sahabat adalah bagian dr kesesatan.
    Perbuatan yang yang sangat buruk yg dilakukan oleh sebagian dari sahabat yang tidak pernah n tidak mungkin terjadi di ummat setelah mereka.
    perbuatan buruk dan sangat tercela itu adalah
    1.menyakiti hati nabi
    2.menyakiti hati ahlulbait(alkisa)
    3.membunuh sahabat mulia rosul.
    Adakah lg yg bisa melakukannya dizaman ini?
    Tentu tdk ada,Tp kenapa masih ada saja yg mengatakan bahwa sahabat pd waktu itu adalah ummat terbaik.
    Padahal perbuatan mulia ummat sekarang ini tdk akan pernah dapat dibuat oleh sahabat adalah:
    1.mengimani rosul sedang ummat skrg ini tdk pernah melihat rosul
    2.mengimani keutamaan ahlulbait rosul sedang ummat ini tdk pernah melihatnya
    Jadi kenapa mesti dikatakan sesat ketika kita mengkritisi sahabat yg berbuat salah..?bukankah ada hal2 yg kita jg lebih baik dari mereka n ada juga hal2 mereka lebih buruk perbuatannya dr kita?

  4. udah dikatakan sahabat itu maksum… jd jgn dipersoal.. mereka membunuh, merogol, mnyakiti sapa pun, pokoknya mereka maksum.. diam saja ah… he3.. ^^

  5. Wahabi berkepentingan dengan konsep semua sahabat adil. Karena nenek moyang ibnu wahhab adalah muawiyah dan puak bani umayyah.

    Wahhabi dengan berbagai Cara menurunkan derajat ahlul bait dan meninggikan keluarga laknat, umayyah. Wahabi biadab.

    Wahabi mengatakan ayahanda nabi muhhamad sebagai kafir tetapi mengatakan tauhid rububiyah kepada nenek moyang muawiyah. Wahabi biadab.

    Wahabi berkata rasulullah tidak meninggalkan warisan kecuali ilmu Dan kenabian. Ketika dikatakan bahwa berarti fatimah Dan keturunan pewaris nabi Dan keilmuan. Tetapi wahabi menjawab tidak sebab ulama-lah pewaris para rasulullah. Dengan ini wahhabi hendak mengambil semia keutamaan Ahlul bait Dan memberikannya kepada ulama jahat macam Bin Baz, utsaimin, abdul wahhab, dll. Wahabi biadab.

    Wahabi menghancurkan rumah Rasul Dan semua peninggalan Rasullah dg alasan syirik tapi membangun monumen Utsaimin untuk mengingat Utsaimin. Wahabi biadab.

    Maulid nabi diharamkan, haul para wali disyirikkan tetapi haul Utsaimin diteggakkan. Wahabi biadab.

    Amerika dibuatkan pangkalan militer, orang amerika dan inggris disambut bak raja tetapi saudara sendiri, para TKW dari Indonesia diperkosa bak binatang oleh Arab Saudi wahabi. Tahun 2010 saja menurut data buruh migrant, setiap hari terjadi 2 kasus perkosaan di Arab Saudi. Hitung saja berapa kasus perkosaan selama setahun. Wahabi biadab.

  6. He he he..dalam sanad terdapat Ibnu Lahya’ah.Dia itu dhaif lho!Jadi hadis di atas tidak dapat dijadikan hujjah.

  7. syukran atas pencerahanya ustad… ditunggu tulisan-tulisan lainya.

  8. @ilham Othmany
    anda lebih baik panggil saja guru anda..daripada anda berkomentar di sini akan menjadi bahan tertawaan.

    anda dalam berbicara ilmu rijalul hadist saja ngawur..mana ada perawi statusnya dhaif..hahahaha dasar kaum wahabi ngga pernah bisa pintar dari dulu

  9. ilham othmany, on Agustus 14, 2011 at 9:10 pm said:
    He he he…….

    Saya suka sama ilham othmany yang konsisten dengan kebenaran pribadinya. Bahwa dirinya sudah benar. Peduli amat orang lain mengkritik sikapnya ini. Ini adalah modal yang bagus untuk “jihad”. Sebab Jihad membutuhkan orang “konsisten”. Saya baca dalam Al-Quran ada sindiran bagi orang yang sudah merasa benar sendiri. “Harapkanlah kematianmu dengan segera, jika kamu merasa benar”. Saya dukung kepada orang-orang yang sudah merasa benar untuk segera mengharapkan kematian. Ngapain lagi hidup didunia. Bukan begitu Tuan ilham othmany ?!

  10. sudah dikasi tau ko si ilham otthmany hanya seorang wahabi nashibi penghayal
    coba liat aja abis ini dia copas lg,tanpa mengakui kesalahan nya

  11. salam. kenapa Utsman bin Affan dinikahkan dgn 2 putri Rasulullah saww , bukankah itu sbg tanda Utsman sahabat yg mulia. saya sekadar ingin penjelasan tuan sp.

  12. Pendapat saya sahabat nabi itu manusia biasa yang bisa melakukan kesalahan dan kekeliruan (alias tidak maksum).. Tapi sahabat nabi jika melakukan hal tersebut bisa cepat-cepat kembali dan memperbaiki diri dari kekeliruannya.

  13. hancur lebur sudh hujja konyol wahabi nasibi ..stelah tau klo ternyata ada sahabat saling tuduh menuduh hehehe

    salam buat pemilik blok ini ..salut dengan blok anda yg stiap hari membrikan plajaran2 yg sangat berharga bagi dri saya pribadi

    salam dri saya anak prantau dri negri timur …..merdekaa ..

  14. Akan lebih nikmat dan terhormat jika diskusi mencari kebenaran disajikan dalam bahasa yang santun sebagaimana dicontohkan oleh Rasululullah shollallohu ‘alaihi wa alih beserta ahlulbaitnya yang suci

  15. Di kota Malang, di kampung saya yg berpenduduk plural ( Arab, Cina, Madura, Jawa ) yg bernama Jagalan ada 2 masjid dan dua golongan, Yaitu 1. NU (Para Habib) yg berhubungan dengan Al-Bayyinat Surabaya dan 2. Muhammadiyah Wahhabiyah ato disebut MW (Para Ustadz) yg berhubungan dengan Jordania + Saudi Arabia, adapun MW terbagi 2 golongan: yg satu pengikut Abu Bakar Ba’asyir ( ekstrim ) yang satunya pengikut Abdullah Hadromi ( Agak Lembut ), Ja’far Umar Thalibpun bisa dibilang dari sana, namun kesemua golongan itu anti untuk mengakui Ahlulbait Nabi sebagai Penerus Nabi saw.
    Mereka bila diajak berdiskusi terbuka menolak, diajak bedah hadis juga menolak, mereka berpedoman apa yg dikatakan para Habib2 dan Ustadz2 harus dipatuhi, jika menolak maka si penolak dianggap kafir atau lari dari sunnah Nabi saw.

    Ini saya ceritakan hanya sebagai gambaran (Illustrasi) bahwa betapa mereka itu sebatulnya tidak mencari ‘kebenaran’ melainkan hanya mencari ‘pembenaran’ aqidah mereka saja! persis yg dilakukan oleh Al Bayyinat Surabaya serta JAIS Malaysia, dsb.

    Semoga tulisan ini bermanfaat, salam damai.

  16. Pada Tanggal 16 Maret 2011, UIN Bandung kembali menggelar acara bedah buku Sahabat Nabi terjemahan dari buku “The Companions of the Prophet: A Study of Geographical Distribution and Political Aligment”. Acara ini menghadirkan Dr. Fuad Jabali,MA (penulis buku), dan Prof.Dr. Jalaludin Rahmat, M.Sc serta Dr. Sulasman, menyimpulkan kurang lebih bahwa:

    ‘Para sahabat Nabi saw itu adalah manusia biasa dengan tingkat pemahaman yg berbeda2 sehingga bisa benar dan bisa juga salah, untuk itu kalau perilaku sahabat benar sesuai dengan sunnah Nabi saw harus diikuti, tetapi kalau perilaku sahabat salah (menyimpang dari Sunnah Nabi saw) ya harus ditinggalkan.’

    Disela2 acara bedah buku tsb. Ustadz Jalal mengatakan, fanatisme para ahli hadis terhadap sahabat Nabi menyebabkan umat Islam sekarang enggan untuk melakukan studi kritis. Banyak perilaku dari para sahabat yang jauh dari akhlak Rasulullah saw, tetapi tetap diteladani dan disakralkan. Apabila dikemukakan perilaku tercela mereka maka akan dikecam sebagai zindiq atau sesat. Anehnya, kecaman sahabat terhadap sahabat lainnya tidak pernah disebut zindiq.

    Terlepas Ustadz.Jalal itu syiah atau bukan yg pasti ucapan beliau itu benar adanya.

    Salam damai

  17. Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim telah mengeluarkan berita ini dari As-Suddi dalam maksud firman Allah ta’ala: “Kamu adalah sebaik-baik ummat yang dikeluarkan kepada manusia…” (Ali Imran: 110). Berkata Umar bin Al-Khatthab ra.: Jika Allah berkehendak niscaya Dia telah mengatakan Antum, yang termasuk semua kita. Akan tetapi Allah ta’ala mau mengkhususkan Kuntum itu hanya buat para sahabat Nabi Muhammad SAW semata dan siapa yang membuat seperti yang dibuat oleh mereka saja, yang bakal menjadi sebaik-baik ummat yang dikeluarkan bagi manusia.

    Tersebut pada Ibnu Jarir lagi yang meriwayatkannya dari Qatadah ra. katanya: Diberitakan kepada kami bahwa Umar bin Al-Khatthab ra. pemah membaca ayat Kuntum khaira ummatin… kemudian dia berkata kepada orang ramai: “Hai manusia! Siapa yang mau dikategorikan ke dalam golongan orang yang disebutkan ayat tadi, maka hendaklah dia memenuhi syarat-syarat Allah padanya!”(Kanzul Ummal 1:238)

    Abu Nu’aim telah-mengeluarkan dari Ibnu Mas’ud ra. katanya: “Sesungguhnya Allah telah memandang pada hati para hambaNya,lalu dipilihnya Muhammad SAW dan dibangkitkanNya dengan perutusanNya, dan dilantikNya dengan pengetahuanNya untuk dijadikan Rasul. Kemudian Allah ta’ala memandang lagi pada hati manusia sesudah itu, lalu dipilihNya beberapa orang sahabat Nabi dan dijadikanNya mereka sebagai pembantu-pembantu agamaNya, dan sebagai wazir-wazir NabiNya SAW. Tegasnya, apa yang dianggap orang-orang Mukminin itu baik, maka baiklah dia. Dan apa yang dianggap orang-orang Mukminin itu buruk, maka buruklah dia dalam pandangan Allah”.(Hilyatul-Auliya’ 1:375)

    Abu Nu’aim juga telah mengeluarkan dari Abdullah bin Umar ra. katanya: “Barangsiapa yang mau meniru, hendaklah ia meniru perjalanan orang yang sudah mati, iaitu perjalanan para sahabat Nabi Muhammad SAW, karena mereka itu adalah sebaik-baik ummat ini, dan sebersih-bersihnya hati, sedalam-dalamnya ilmu pengetahuan, dan seringan-ringannya penanggungan. Mereka itu adalah suatu kaum yang telah dipilih Allah untuk menjadi para sahabat NabiNya SAW dan bekerja untuk menyebarkan agamanya. Karena itu, hendaklah kamu mencontohi kelakuan mereka dan ikut perjalanan mereka. Mereka itulah para sahabat Nabi Muhammad SAW yang berdiri di atas jalan lurus, demi Allah yang memiliki Ka’bah!”(Hilyatul-Auliya’ 1:305)
    Abu Nu’aim mengeluarkan lagi dari Ibnu Mas’ud ra. katanya: “Kamulah orang yang paling banyak puasanya, paling banyak shalatnya, dan terlalu banyak ijtihadnya dari golongan sahabat Rasulullah SAW namun begitu mereka itu, yakni para sahabat adalah lebih baik dari kamu! Mereka lalu berkata: “Hai bapak Abdul Rahman! Mengapa sampai begitu? Jawab Ibnu Mas’ud: “Sebab mereka itu lebih banyak berzuhud pada dunia, dan lebih kuat keinginannya pada akhirat!” (Hilyatul-Auliya’ 1:136)
    Abu Nu’aim mengeluarkan lagi dari Abu Wa’il, yang mengatakan bahwa Abdullah bin Mas’ud pernah mendengar seorang lelaki berkata: Di manakah orang-orang yang berzuhud pada dunia, dan yang sangat mencintai akhirat?! Lalu dijawab oleh Abdullah: Mereka itulah Ash-habul labiyah, yang mengikat janji antara satu dengan yang lain – dan mereka itu kesemuanya sebanyak 500 orang dari kaum Muslimin – agar mereka tidak akan kembali lagi sehingga mereka sekalian pupus sampai ke akhirnya. Merekalalu mencukur kepala mereka dan terus bertempur dengan musuh, sehingga semua mereka mati, kecuali orang yang membawa berita ini! (Hiyatul-Auliya’ 1: 135)
    Abu Nu’aim mengeluarkan lagi dari Ibnu Umar ra. bahwa dia pemah mendengar seorang lelaki berkata: Di manakah orangorang yang berzuhud pada dunia, dan yang sangat mencintai akhirat? Ibnu Umar ra. Ialu menunjukkan makam Nabi SAW dan makam Abu Bakar dan Umar, Ialu bertanya: Apakah engkau bertanya tentang mereka ini? (Hilyatul-Auliya’ 1:307)
    Ibnu Abid-dunia pula mengeluarkan dari Abu Arakah, Sekali peristiwa aku bershalat dengan Ali ra. shalat Subuh, dan setelah selesai shalat, dia lalu duduk miring ke kanan, berdiam diri dan tampak pada wajahnya ada tanda susah, sehingga apabila matahari meninggi setinggi tombak dia lalu bangun bershalat dua rakaat, kemudian dia membalik-balikkan tangannya, seraya berkata: Demi Allah, aku telah melihat sendiri betapa baiknya para sahabat Rasulullah SAW itu.
    Tetapi sayang sekali, tiada seorang pun sekarang yang dapat menyerupai mereka. Mereka semua berwajah pucat berambut kusut masai, berpakaian compang-camping, laksana segerombolan kambing dalam gembalaannya. Mereka menghabiskan malam dengan bersujud kepada Allah, bangun beribadat karena membaca Kitab Allah. tanda-tanda itu dapat dilihat pada dahi-dahi mereka dan tumit-tumit mereka. Bila mereka bangun pagi dan berzikir kepada Allah, mereka seolah-olahnya seperti pepohonan yang bergerak karena ditiup angin menderu, air mata mereka mengalir terus membasahi pakaian mereka.
    Sayang sekali pada masa kini sudah tidak ada lagi orang yang menjejak perjalanan mereka itu, karena semua orang telah ditimpa kelalaian. Kemudian Ali ra. bangun dari tempatnya, dan kelihatan dia tidak pernah tertawa lagi selepas hari itu, sehinggalah dia dibunuh oleh Ibnu Muljam, musuh Allah yang jahat itu. (Al-Bidayah Wan-Nihayah 8:6) Berita yang sama juga diriwayatkan oleh Abu Nu’aim (Hilyatul Auliya’ 1:76) dan Ad-Dinauri, Al-Askari dan Ibnu Asakir (Kanzul Ummal 8:219)
    Wahai ahli-ahli bid’ah!Kembalilah ke aqidah sunnah.Jika tidak,dikuatiri kalian akan mati dalam suul khatimah!Wal iyazubiLlah!

  18. @Ilham :
    Wahai ahli-ahli bid’ah!Kembalilah ke aqidah sunnah.Jika tidak,dikuatiri kalian akan mati dalam suul khatimah!Wal iyazubiLlah!
    ===========================================
    hihihi. ……jadi bagaimana pendapat ustadz dengan riwayat yg pernah ditulis sp ini :

    Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Al Ajurriy yang berkata telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad Al ‘Athsyiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Junaid yang berkata telah menceritakan kepada kami Harmalah bin Yahya yang berkata aku mendengar Muhammad bin Idris Asy Syafi’i berkata “bid’ah itu ada dua, bid’ah mahmudah [terpuji] dan bid’ah madzmu’ah [tercela]. Apa saja yang bersesuaian dengan sunnah maka ia terpuji dan apa saja yang bertentangan dengan sunnah maka ia tercela. Dan ia [syafi’i] berhujjah dengan perkataan Umar bin Khattab tentang shalat malam di bulan ramadhan “ini adalah sebaik-baik bid’ah” [Hilyatul Auliya Abu Nu’aim 9/113]
    Telah mengabarkan kepada kami Abu Sa’id bin Abi Amru yang berkata telah menceritakan kepada kami Abul Abbas Muhammad bin Ya’qub yang berkata telah menceritakan kepada kami Rabi’ bin Sulaiman yang berkata Syafii berkata “perkara-perkara baru yang diada-adakan itu ada dua, pertama yaitu apa-apa saja yang bertentangan dengan kitab Allah atau sunnah atau atsar atau ijma’ maka ini bid’ah dhalalah. Dan yang kedua yaitu apa-apa saja yang di dalamnya kebaikan tidak bertentangan dengan apa saja yang telah disebutkan [kitab Allah, sunah, atsar dan ijma’] maka inilah bid’ah yang tidak tercela [Madkhal Ila Sunan Kubra 1/206]

    Al Muwatta Imam Malik Kitab Shalat Di Malam Bulan Ramadhan Bab Shalat Di Malam Hari hadis no 250 tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi

    Malik menyampaikan kepadaku dari Ibnu Syihab dari Urwah bin Zubair dari Abdurrahman bin Abdul Qari yang berkata “Aku keluar ke masjid bersama Umar bin Khattab pada suatu malam di bulan Ramadlan, maka kami dapati orang-orang terpencar dalam beberapa kelompok. Beberapa orang shalat sendirian sedangkan yang lainnya shalat dalam kelompok-kelompok kecil. Umar berkata “Demi Allah, Sesungguhnya aku berpendapat akan lebih baik kalau aku mengumpulkan mereka pada satu imam”. Kemudian beliau mengumpulkan mereka di belakang Ubay bin Ka’ab. Keesokan malamnya aku (Abdurrahman) keluar bersama beliau, dan orang-orang shalat bersama satu imam. Maka Umar berkata “Ini adalah sebaik-baik bid’ah akan tetapi yang engkau tidak peroleh ketika engkau tidur adalah lebih baik daripada yang engkau peroleh dari shalat. Maksudnya adalah bagian terakhir dari malam hari karena orang-orang itu shalat di awal malam”.

  19. @ ilham othmany

    Saya ingin bertanya kepada anda tentang ayat ini:

    “Kamu adalah sebaik-baik ummat yang dikeluarkan kepada manusia…” (Ali Imran: 110)

    Apakah penafsiran Umar bin Khottob tentang ayat di atas sama dengan penafsiran Rasulullah saw?

    Mohon penjelasan bagaimana Rasulullah saw menafsirkan ayat itu, syukron

  20. Tafsir Surat Ali Imran 110

    Oleh: Muhammad Al Khaththath

    Direktur Pusat Studi Khazanah Ilmu-ilmu Islam (PSKII) Bogor

    بسم الله الرحمن الرحيم

    UMAT TERBAIK

    كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ(110)

    “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik” (QS. Ali Imran 110). Predikat Dari Allah SWT untuk Umat Muhammad saw

    Firman Allah SWT di atas merupakan pernyataan dari Allah SWT bahwa umat Sayyidina Muhammad saw., yakni kaum muslimin, sebagai umat yang terbaik di antara umat manusia di muka bumi. Imam Al Qurthubi dalam tafsirnya mengutip sebuah hadits dari Bahz bin Hakim bahwa tatkala membaca ayat ini Rasulullah saw. bersabda:

    أنتم تتمون سبعين أمة أنتم خيرها و أكرمها عند الله

    “Kalian adalah penyempurna dari 70 umat, kalian yang terbaik di antara mereka dan termulia di sisi Allah” (HR. At Tirmidzi).

    Menurut Imam Qurthubi dan Imam Ibnu Katsir, predikat tersebut sama dengan predikat “ummatan wasathan” yang Allah sebut dalam firman-Nya:

    وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا

    “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (Al-Baqarah 143)

    Berkaitan dengan kondisi umat yang terpuruk sekarang ini, ada yang bertanya apakah predikat tersebut hanya untuk kaum muslimin terdahulu, yakni di masa shahabat, ataukah berlaku hingga hari kiyamat?

    Menurut Ibnu Abbas r.a., sebagaimana dikutip Imam Al Qurthubi, kelompok orang yang berpredikat umat terbaik yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah orang-orang yang berhijrah dari Mekkah ke Madinah, yang ikut dalam perang Badar, dan ikut dalam perjanjian Hudaibiyah. Namun Umar bin Khaththab mengatakan bahwa siapa saja yang beramal seperti mereka, levelnya seperti mereka.

    Dalam lafazh كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ, ungkapan tersebut ditujukan kepada umat Nabi Muhammad saw. Lafazh كُنْتُمْ (fi’il madli) tidak dimaksudkan untuk menyatakan keadaan kaum muslimin pada masa lalu, melainkan bermakna (antum), artinya: demikianlah Allah SWT membentuk kalian. Hal ini sama seperti firman Allah SWT.: “wa kaana Allaahu samii’an bashiira.” Yang tentu tidak diartikan bahwa Allah SWT dulu Maha Mendengar dan Maha Melihat, sedangkan sekarang sudah tidak demikian keadaannya. Maha suci Allah dari yang demikian! Oleh karena itu, Imam Az Zamakhsyari dalam tafsirnya Al Kasysyaf Juz I/392 menyebut dikatakan bahwa dalam ilmu Allah kalian adalah umat terbaik. Juga, kata beliau, bisa diartikan bahwa kalian disebut-sebut di kalangan umat-umat terdahulu sebagai khairu ummah. Tentang tak perlu dipertentangkannya apakah yang terbaik di antara umat Islam ini, yang awal ataukah yang akhir, Imam Al Qurthubi dalam tafsirnya mengutip sebuah riwayat hadits bahwasanya Rasulullah saw. bersabda:

    أمتي كالمطر لا يدري أوله خير أم آخره

    “Umatku bagaikan hujan, tak diketahui, yang lebih baik itu yang pertama ataukah yang terakhir” (HR. Abu Dawud At Thayalisi dan Abu Isa At Tirmidy).

    Lafazh أُخْرِجَتْ لِلنَّاس merupakan sifat dari khairu ummah, yang artinya ditampilkan atau dimenangkan atas manusia. Ini menunjukkan bahwa kaum muslimin bukan dibangkitkan untuk umat Islam semata, melainkan untuk seluruh umat manusia. Sebagaimana Rasulullah saw diutus untuk seluruh umat manusia, kaum muslimin pun mengikuti perjuangan beliau saw, yakni mengemban risalah Islam ke seluruh umat manusia.

    Keunggulan umat Terbaik

    Keunggulan kaum muslimin yang menjadi umat terbaik ini di antara umat manusia disebut oleh Abu Hurairah r.a. (lihat Al Qurthubi, idem) dalam ucapannya:

    نحن خير الناس نسوقهم بالسلاسل إلى الإسلام

    “Kami adalah yang terbaik di antara manusia, kami mengarahkan mereka untuk menapaki jalan mendaki menuju kepada Islam”.

    Dan dengan cepatnya umat terbaik yang senantiasa membimbing umat manusia ke jalan Islam, mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia, membuka berbagai wilayah bagi tegaknya kedaulatan Islam, serta mendapati umat manusia dari berbagai bangsa, bahasa, negara, dan adat istiadat menerima Islam sebagai keyakinan dan tataaturan hukum buat kehidupan mereka.

    Mereka mengarahkan pikiran umat manusia dengan cara yang argumentatif logis sebagaimana diajarkan oleh Allah SWT agar senantiasa mengajak manusia berpikir dengan bukti-bukti yang nyata, yakni dakwah bil hikmah (QS. An Nahl 125).

    Apabila ada halangan fisik terhadap dakwah, mereka dengan gagah berani menyingkirkan halangan fisik itu dengan jihad fi sabilillah. Dan karena mereka adalah manusia unggulan, dalam perang pemikiran maupun perang fisik pun mereka senantiasa unggul. Allah SWT menjamin kualitas unggulan mereka dalam firman-Nya:

    يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ حَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى الْقِتَالِ إِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ عِشْرُونَ صَابِرُونَ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِائَةٌ يَغْلِبُوا أَلْفًا مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَفْقَهُونَ(65)

    “Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mu’min itu untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) di antaramu, mereka dapat mengalahkan seribu daripada orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti” (QS. Al Anfaal 65).

    Jelaslah bahwa kualitas umat terbaik itu dibandingkan dengan orang-orang kafir, atau umat-umat lain, adalah 1 orang muslim bisa mengalahkan 10 orang kafir. Itu dalam kondisi prima, dalam kondisi kaum muslimin ada kelemahan, Allah SWT masih memberikan garansi bahwa kaum muslimin akan sanggup mengalahkan kekuatan orang kafir yang jumlahnya dua kali lipat kekuatan mereka (QS. Al Anfaal 66). Dan sebab orang-orang kafir itu kalah adalah karena mereka adalah kaum yang tak mengerti.

    Syarat Unggulan Umat Terbaik

    Mujahid, sebagaimana dikutip Imam Al Qurthubi, mengatakan bahwa keunggulan umat Islam itu dengan syarat memenuhi sifat-sifat yang disebut dalam ayat itu. Ada tiga sifat yang dimiliki oleh umat pengemban risalah Muhammad saw ini yang menyertai predikat anugerah Allah SWT sebagai umat yang terbaik, yakni: (1). Menyuruh kepada yang ma’ruf, (2). Mencegah dari yang munkar, (3). Beriman kepada Allah SWT, sebagaimana terdapat dalam lafazh:

    تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ

    “kalian menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah”.

    Itulah tiga sifat yang menjadi unsur-unsur kebaikan umat Muhammad saw. Dalam hal ini perlu dipahami bahwa iman kepada Allah SWT tentu harus ada terlebih dahulu sebelum dua hal yang lain., yakni amar ma’ruf dan nahi munkar. Demikian pula, umat yang terbaik itu mesti iman kepada risalah Islam. Sebab aktivitas amar ma’ruf nahi munkar tidak ditentukan oleh tradisi masyarakat, melainkan oleh syariat yang diturunkan Allah SWT.

    Menurut Imam Az Zamakhsyari (idem), penyebutan iman kepada Allah SWT dalam ayat ini berarti juga termasuk iman kepada segala yang diwajibkan oleh iman kepada Allah SWT, seperti iman kepada Rasul-Nya, Kitab-Nya, hari kebangkitan, hari perhitungan, pahala dan siksa, dan lain-lain. Menurutnya, jika tidak disertai iman kepada itu semua belum terhitung sebagai iman kepada Allah SWT. Beliau melandasinya dengan firman Allah SWT:

    وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا(150)أُولَئِكَ هُمُ

    الْكَافِرُونَ حَقًّا

    “…mereka mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan (QS. An Nisa 150-151).

    Dalam konteks kekinian, ketertarikan sebagian umat Islam –lantaran kedangkalan mereka terhadap pengertian aqidah Islam sebagai pandangan hidup mereka—kepada ideologi dan sistem hidup selain Islam, seperti sosialisme, komunisme, sekularisme, kapitalisme, dan lain-lain pandangan hidup yang bertentangan dengan Islam, bisa menjadikan mereka tergelincir dari keimanan kepada Al;lah SWT yang sebenarnya. Dan pada gilirannya, mereka tak bakal menemukan kehidupan yang bahagia dan sejahtera di bawah naungan Islam. Apalagi mendapatlkan gelar umat terbaik. Sungguh jauh panggang dari api!

    Dalam mengulas ayat tersebut, Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyertakan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa Durrah binti Abi Lahab berkata bahwa seseorang bertanya kepada Rasulullah saw sewaktu beliau berpidato di atas mimbar : “Siapakah orang yang terbaik, ya Rasulullah? Rasulullah saw menjawab:

    خَيْرُ النَّاسِ أَقْرَأُهُمْ وَأَتْقَاهُمْ لِلَّهِ وَآمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوْفِ وَأَنْهَاهُمْ عَنِ المُنْكَرِ وَأَوْصَلُهُمْ لِلرَّحْمِ

    “Manusia yang terbaik adalah manusia yang paling banyak membaca, paling bertaqwa kepada Allah SWT, paling giat melakukan amar ma’ruf nahi munkar dan paling suka bersilaturrahmi.”

    Dari sini bisa kita pahami bahwa orang yang terbaik adalah yang banyak pengertiannya (karena aktivitas membacanya) dan paling memiliki sikap taqwa, yakni menjalankan perintah Allah SWT dan larangan-Nya. Itu secara pribadi. Secara komunal, dia berperanan menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar, yakni membentuk sistem agar perintah dan larangan Allah SWT menjadi standar umum di masyarakat dalam rangka mengatur interaksi antar individu anggota masyarakat. Juga ia paling gemar melakukan silaturrahmi, meningkatkan hubungkan antar karib kerabat yang merupakan salah satu kewajiban Islam.

    Ringkas kata, dia adalah orang yang senantiasa berbuat baik dalam pandangan syari’at Islam, baik untuk dirinya, maupun untuk umat manusia. Al Qurthubi mengutip sebuah hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:

    خير الناس من طال عمره وحسن عمله و شر الناس من طال عمره و ساء عمله

    “Sebaik-baik orang adalah orang yang berumur panjang dan baik amalnya dan seburuk-buruk orang adalah yang panjang umurnya dan buruk perbuatannya”.

    Kesimpulan

    Jelaslah kini mengapa kaum muslimin disebut Allah SWT sebagai خَيْرَ أُمَّةٍ (umat terbaik) dan أُمَّةً وَسَطًا(umat yang adil dan pilihan), yakni lantaran umat ini beriman kepada Allah SWT yang telah menurunkan syariat Islam yang paripurna (QS. Al-Maidah : 3) kepada rasul-Nya Muhammad saw, serta senantiasa menegakkan pelaksanaan syariat Islam yang menjadi rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin) dengan aktivitas ”amar ma’ruf nahi munkar”. Jika umat ini masih memiliki unsur-unsur kebaikan umat tersebut, maka predikat terbaik dan pilihan tersebut tentu masih lekat. Sebaliknya jika sifat itu hilang, layaklah predikat itu tak tersandang lagi.

  21. Hehehe ternyata ILHAM OTHMANI CURANG dengan memotong ayat ali-Imron : 110, dia hanya mengutip ‘Kamu adalah sebaik-baik ummat yang dikeluarkan kepada manusia’ hanya itu!
    ternyata lanjutannya adalah ‘…yg menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. ……’

    Berarti sahabat yg bergelar ‘SEBAIK-BAIK UMMAT’ itu HARUS YG MENYURUH KEPADA YG MA’RUF DAN MENCEGAH YG MUNKAR

    TAPI SEJARAH MEMBUKTIKAN BAHWA SEBAGIAN BESAR SAHABAT TIDAK MENYURUH YG MA’RUF DAN MENCEGAH YG MUNKAR, EEE… MALAH SALING MENCACI-MAKI, BUNUH-MEMBUNUH, DSB.. DSB. hehehe MEREKA ITUKAH YG BERGELAR ‘SEBAIK-BAIK UMMAT?????…. KAMU NGIMPI SDR ILHAM OTHMAN YG PALING BENAR DAN YG PALING PANDAI? HEHEHE

  22. Sesungguhnya orang yang paling Mulia disisi Allah adalah yang paling bertaqwa .. (Bahan untuk Renungan)

    [Saudara kita Ahlus Sunnah wal Jamaah telah menetapkan bahwa seorang Muslim Fasik dijaman Rasulullah SAWW adalah lebih Mulia daripada seorang Muslim Bertaqwa diakhir zaman].

    Kenapa bisa seperti itu ?, karena mereka telah menetapkan untuk mengamalkan hukum-hukum Sahabat (Ahkamu-hum) dan Sirah-sirah mereka adalah menjadi Sunnah Ahlus Sunnah (al-Baghdadi, al-Farq baina l-Firaq, hlm. 309) bahkan lebih jauh mereka mengatakan bahwa Kami tidak dapati hari ini golongan umat ini yang bersetuju atau mendukung semua Sahabat selain dari Ahlu s-Sunnah wa l-Jama’ah (Ibid, hlm.304).

    Ketika mereka ditanya siapa Sahabat maka mereka membuta beberapa definisi diantaranya dalam Syarh Muslim oleh Imam an-Nawawi dimana dia mengatakan; “Yang benar menurut mayoritas (jumhur) adalah bahwa setiap muslim yang pernah melihat Nabi walau sesaat maka ia tergolong sahabat beliau”(Syarh muslim oleh Imam an-Nawawi 16/85)

    Atau dalam kitab Bukhari disebutkan, ada satu bab yang menjelaskan tentang;“Keutamaan para sahabat Nabi dan orang yan menemani Nabi atau orang muslim yang pernah melihatnya maka ia disebut sahabat beliau” (Bab Fadhoil Ashaab an-Nabi wa man Sohaba an-Nabi aw Ra’ahu min al-Muslimin fa Huwa min Ashabihi). (Sahih Bukhari 3/1335)

    Dan apa kata Rasulullah saww tentang Sahabatnya :

    Nabi SAWW bersabda , “Sesungguhnya ada dua belas orang pada sahabatku yang tergolong munafik” (Sahih Muslim 4/2143 hadis ke-2779)

    Dari Abdullah bahwa Nabi SAWW bersabda : Aku akan mendahului kalian di Haudh dan sebagian dari kalian akan dibawa ke hadapanku. Kemudian mereka akan dipisahkan jauh dariku. Aku akan berkata : wahai Tuhanku! Mereka itu adalah para sahabatku (ashabi). Maka dijawab: Sesungguhnya engkau tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh mereka setelah engkau meninggalkan mereka (inna-ka la tadri ma ahdathu ba‘da-ka) (Shahih Bukhori Hadis no.578.)

    Dari ‘Aisyah berkata:Aku telah mendengar Nabi SAWW bersabda ketika beliau berada di kalangan para sahabatnya(ashabi-hi):Aku akan menunggu mereka di kalangan kalian yang akan datang kepadaku. Demi Allah! Mereka akan ditarik menjauh dariku. Maka aku akan bersabda: Wahai Tuhanku! Mereka adalah dari(para sahabat)ku dan dari umatku. Dijawab:Sesungguhnya kamu tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh mereka selepas kamu meninggalkan mereka (inna-ka la tadri ma ‘amilu ba‘da-ka).Mereka sentiasa kembali ke belakang(kembali kepada kekafiran)(Ma zalu yarji‘un ‘ala a‘qabi-him). (Shahih Muslim Hadis no.28.(2294))

    Renungkanlah bagaimana mungkin pahaman kalian bahwa wajib untuk patuh kepada semua Sahabat (Sa’ira Ashab al-Nabi) (al-Asy’ari, al-Ibanah, hlm. 12) adalah benar setelah ayat al-Qur’an dan Sabda Nabi Muhammad SAWW telah menentang pahaman kalian.

    Mungkinkah Allah akan memuliakan hamba-Nya yang ‘tanpa kehendaknya (ikhtiyar)’ telah terlahir di zaman Rasul hatta mereka telah berani menentang sebagian perintah Ilahi, dibanding seorang hamba yang berilmu dan bertakwa namun dia ditakdirkan untuk terlahir di zaman yang jauh dari kehidupan Rasul? Jangan sampai kalian kembali mendahulukan Sunnah Sahabat daripada ayat al-Qur’an dan Sabda Rasul-Nya , hanya berdasarkan Ijma para Ulama kalian atau bahkan Fatwa para Ulama kalian yang bertentangan dengan Nash.

    Selamat merenung , semoga Allah belum membutakan mata hati (karena berulang kali menyakiti Allah dan Rasul-Nya) sehingga sama sekali sudah tidak mampu lagi melihat kebenaran.

    Salam damai

  23. HEHEHE… APAKAH SAHABAT SPT INI YG BERGELAR ‘SEBAIK2 UMMAT’

    Dhahabī di dalam Tārikh Al-Islām menukilkan kisah ini sebagai:

    … فقال عمر : والله ما شككت منذ أسلمت إلا يومئذ ، فأتيت النبي صلى الله عليه وسلم فقلت : يا رسول الله ، ألست نبي الله قال : بلى قلت : ألسنا على الحق وعدونا على الباطل قال : بلى قلت : فلم نعطي الدنية في ديننا إذا قال : إني رسول الله ولست أعصيه وهو ناصري . قلت : أولست كنت تحدثنا أنا سنأتي البيت فنطوف حقا قال : بلى ، أفأخبرتك أنك تأتيه العام قلت : لا . قال : فإنك آتيه ومطوف به … .

    تاريخ الإسلام ، الذهبي ، ج 2 ، ص 371 – 372 و صحيح ابن حبان ، ابن حبان ، ج 11 ، ص 224 و المصنف ، عبد الرزاق الصنعاني ، ج 5 ، ص 339 – 340 و المعجم الكبير ، الطبراني ، ج 20 ، ص 14 و تفسير الثعلبي ، الثعلبي ، ج 9 ، ص 60 و الدر المنثور ، جلال الدين السيوطي ، ج 6 ، ص 77 و تاريخ مدينة دمشق ، ابن عساكر ، ج 57 ، ص 229 و … .

    Maka ‘Umar berkata: Demi Allah, aku tidak syak sejak keIslamanku kecuali pada hari ini, maka aku datang kepada Rasulullah (s.a.w) dan bertanya: Wahai Rasulullah, tidakkah engkau Nabi Allah? Jawab baginda: Bahkan iya. Aku bertanya: Tidakkah kita di atas kebenaran dan musuh kita di atas kebatilan? Baginda menjawab: Bahkan iya. Umar berkata: Mengapakah kita menunjukkan kelemahan terhadap agama kita? Baginda menjawab: Sesungguhnya aku utusan Allah dan tidak menderhakai-Nya dan Dialah pembantuku. Umar bertanya: Tidakkah engkau berkata kita akan memasuki Makkah dan berṭawaf? Nabi bersabda: Apakah aku memberitahumu kita akan mengerjakannya pada tahun ini? Umar berkata: Tidak. Rasulullah bersabda: Engkau akan memasuki Makkah dan berṭawaf.

    -Tārikh Al-Islām Ad-Dhahabī, jilid 2 halaman 372-371

    – Sahīh Ibnu Ḥabbān, jilid 11 halaman 224

    – Al-Muṣannaf, ʽAbdul Razzāq Al-Ṣunʽānī, jilid 5 halaman 339-340

    – Mu’jam Al-Kabīr, Al-Ṭabrānī, jilid 20 halaman 14

    – Tafsīr Al-Thaʽlabī, Al-Thaʽlabī, jilid 9 halaman 60

    – Al-Durrul Manthur, Jalāluddīn Al-Suyūṭī, jilid 6 halaman 77

    – At-Tārikh Madīnah Dimashqi, Ibnu ʽAsākir, jilid 57 halaman 229 dan banyak lagi…

    Menarik perhatian di sini ʽUmar tidak yakin dengan kat-kata Rasulullah dan untuk ketenangan, beliau pergi kepada temannya Abu Bakar dan bertanya hal yang sama. Lebih menarik di sini Abu Bakar mengulangi jawapan Rasulullah (s.a.w).

    Riwayat ini telah dinukilkan oleh Bukhārī dan Muslim, namun demi melindungi maruah ʽUmar, kata-kata « والله ما شككت منذ أسلمت إلا يومئذ » tidak dimasukkan dalam kisah perilaku khalifah ke-dua tersebut. Silakan anda merujuk Ṣaḥīḥ Al-Bukārī jilid 4 halaman 70, jilid 6 halaman 45 dan Ṣaḥīḥ Muslim jilid 5 halaman 175.

    Sejarawan terkenal Ahlusunnah, Muhammad bun Umar al-Wāqidī menulis:

    . . . فكان ابن عباس رضي اللّه عنه يقول : قال لي في خلافته ]يعني عمر[ وذكر القضية : إرتبت ارتياباً لم أرتبه منذ أسلمت إلا يومئذ ، ولو وجدت ذاك اليوم شيعة تخرج عنهم رغبة عن القضية لخرجت .

    Ibnu ‘Abbas berkata: ʽUmar bin Al-Khattab di zaman kekhalifahannya terkenang peristiwa perjanjian Hudaibiyah dan berkata: Pada hari itu aku telah syak (kenabian Rasulullah), belum pernah aku syak demikian semenjak memasuki Islam. Andainya pada hari itu ada ditemui orang yang membuat keputusan untuk keluar dari perjanjian tersebut, maka aku pun turut akan keluar.

    Wāqidī menambah dengan menukilkan riwayat daripada Abū Saʽid Al-Khudrī yang berkata kepada ʽUmar:

    … والله لقد دخلني يومئذٍ من الشك حتى قلت في نفسي : لو كنا مائة رجلٍ على مثل رأيي ما دخلنا فيه أبداً ! .

    كتاب المغازي ، الواقدي ، ج 1 ، ص 144 ، باب غزوة الحديبية ، المكتبة الشاملة ، الإصدار الثاني

    Demi Allah, sesungguhnya betapa syak pada hari itu sehingga aku berkata kepada diriku: Andainya kita mempunyai seratus lelaki yang berpandangan sepertiku, kita tidak akan sekali-kali menyertai perjanjian tersebut. – Kitab Al-Maghāzī, Al-Wāqidī, jilid 1 halaman 144, software maktabah Al-Shamilah. Kitab ini dapat dirujuk dalam laman web: http://www.alwarraq.com

    Juga riwayat yang dinukilkan oleh Malik bin Anas di dalam Al-Muwaṭṭa’:

    عَنْ أَبِي النَّضْرِ مَوْلَى عُمَرَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِشُهَدَاءِ أُحُدٍ هَؤُلَاءِ أَشْهَدُ عَلَيْهِمْ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ أَلَسْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ بِإِخْوَانِهِمْ أَسْلَمْنَا كَمَا أَسْلَمُوا وَجَاهَدْنَا كَمَا جَاهَدُوا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَلَى وَلَكِنْ لَا أَدْرِي مَا تُحْدِثُونَ بَعْدِي فَبَكَى أَبُو بَكْرٍ ثُمَّ بَكَى … .

    Daripada Abi Nadr mawla Umar bin Ubaidillah bahawa Rasulullah (s.a.w) bersabda mengenai para Syuhada Uhud “Aku bersaksi untuk mereka”. Abu Bakar As-Ṣiddiq berkata “Wahai Rasulullah, Apakah kami bukan saudara-saudara mereka? Kami masuk Islam sebagaimana mereka masuk islam dan kami berjihad sebagaimana mereka berjihad”. Rasulullah (s.a.w) berkata “Ya, tapi Aku tidak tahu Apa yang akan kamu lakukan sepeninggalKu”. Abu Bakar menangis bersungguh-sungguh… – Hadis Dalam Al Muwatta Imam Malik Kitab Jihad Bab Para Syuhada di Jalan Allah hadis no 987.

    SEKALI LAGI ILHAM OTHMANI ITU NGIMPI KALO SAHABAT SELURUHNYA HARUS DIIKUTI, HEHEHE

  24. Sebenarnya masalah yang masih mengganjal dan memicu pertentangan antara Sunni dan Syiah adalah pandangan terhadap para sahabat ini.

    Saya tidak habis pikir kenapa Ahlu Sunnah begitu mati-matian tidak mau melihat kenyataan dalam riwayat2 yang sahih bahwa tidak semua para sahabat itu soleh. Kenapa harus men”dogma”kan pandangan bahwa semua sahabat adil ?

    Saya rasa kunci untuk menghilangkan pertentangan antara Sunni dan Syiah adalah kesadaran pengikut Ahlu Sunnah untuk meninggalkan dogma tsb dan secara gradual mau melihat petunjuk2 baik dalam AlQuran maupun hadis bahwa diantara para sahabat ada yang soleh ada pula yang tidak soleh atau ada sahabat sejati ada juga sahabat yg khianat. Dan ini fakta yang wajar berlaku di mana-mana dan kapan saja. Dan di pihak lain Syiah juga harus menahan diri untuk tidak terlalu “memojokkan” citra sebagian para sahabat yg memang sudah terpojok itu.

    Kalau kita menyadari bahwa pandangan terhdp para sahabat itu bukan bagian dari keimanan dan keislaman kita, maka buat apa sih kita secara mati2an membela sebagian para sahabat yg dalam hadis dikatakan saling mencela bahkan saling berperang dan tidak setia kpd Nabi saw ?

    Adakah dalil yg mengatakan bahwa mengagungkan seluruh sahabat akan membuat kita masuk sorga ?

  25. iwanoel, on Agustus 22, 2011 at 9:03 am said:
    …diantara para sahabat ada yang soleh ada pula yang tidak soleh atau ada sahabat sejati ada juga sahabat yg khianat.

    Ini adalah salah satu (saja) tahapan transformasi seorang muslim untuk menjadi mu’min sejati. Ketika Alloh memberikan furqon kepada urusan haq dan bathil, maka kita harus faham bahwa dahulu kala ada sahabat nabi yang berada di posisi haq dan ada yang diposisi bathil. Jika kita salah menempatkan posisi seseorang pada maqom haq atau maqom bathil, maka kita akan disebut oleh Al-Quran sebagai ORANG YANG BERIMAN KEPADA BATHIL.

    Lanjutkan !

    Tolong dikupas buku 60 SAHABAT NABI, kalau perlu satu-persatu sahabat yang dituangkan dalam buku itu dikupas kembali. Metodologi Bung SP disini bisa lebih mempertajam juga mengkritisi pengungkapan 60 sahabat dalam buku itu. Ini bisa menjadi cerita indah bagi kita dan generasi di masa mendatang.

  26. terimakasich semuanya, ini bener2 sangat bermanfaat skali sesuai dengan topik dan inilah diskusi yang ana harapkan. tetap berjuang semuanya. Semangadt!!! 😀

  27. @iwanoel

    Sebenarnya masalah yang masih mengganjal dan memicu pertentangan antara Sunni dan Syiah adalah pandangan terhadap para sahabat ini.

    Memang masalah sahabat ini sering mengganjal 🙂 Semoga masing2 pihak bisa menahan diri untuk tidak saling melecehkan dan menista.

    Saya rasa kunci untuk menghilangkan pertentangan antara Sunni dan Syiah adalah kesadaran pengikut Ahlu Sunnah untuk meninggalkan dogma tsb dan secara gradual mau melihat petunjuk2 baik dalam AlQuran maupun hadis bahwa diantara para sahabat ada yang soleh ada pula yang tidak soleh atau ada sahabat sejati ada juga sahabat yg khianat.

    Wah… kalau ini dilakukan yang Sunni otomatis jadi Syiah semua 🙂

    Salam

  28. Para sahabat adalah manusia biasa; mereka juga bisa digoda oleh Iblis dan Setan dan mereka juga bisa mengikuti hawa nafsu mereka sendiri;

    sehingga para sahabat tidak hanya saling menghina tetapi juga saling membunuh di dalam perang Riddah, perang Siffin, perang Jamal dan perang perang yang lain

    SUNAN IBN MAJAH Kitab Muqoddimah no 145
    Abu Hurairoh melaporkan bahwa Rasulullah berkata: “Barangsiapa yang memerangi Ali, Fatimah, Hasan dan Husian; maka saya akan memerangi mereka. Barangsiapa yang berdamai dengan Ali, Fatimah, Hasan dan Husian; saya akan berdamai dengan mereka!”

    Kaum Ahlul Sunnah Wal Jamaah adalah penghianat Rasulullah yang nyata; sehingga Kaum Sunni rajin membela para sahabat yang memerangi Ali, Fatimah, Hasan dan Husain

    SHOHIH MUSLIM, Kitab Iman
    Abu Hurairoh melaporkan bahwa Rasulullah berkata: “Baransiapa yang memerangi kami (Muhammad, Ali, Fatimah, Hasan dan Husain); seungguhnya mereka bukan dari kami (bukan beragama Islam karena Munafiq)!”

  29. ASSOHAABATU ROSULILLAH (perkawanan utusan Tuhan)

    SHOHIB = sahabat, kawan, pemilik, penghuni dll

    ASHABU = sahabat2, kawan2, pemiliki2, penghuni2 dll

    ALLAH dan Rasululllah menggunakan kosa kata SAHABAT untuk mereka yang masuk api neraka (Nar) dan juga untuk mereka yang masuk surga (Jannah)

    ALQURAN 7:50
    ASHABU NAR (sahabat2 di api neraka) berkata kepada ASHABU JANNAH (sahabat2 di dalam surga): “Berikanlah sedikit air dan makanan yang telah diberikan oleh ALLAH kepada kamu!”

    ALQURAN 5:10
    Orang2 Kafir yang mendustakan ayat ayat kami (AlQuran) sesungguhnya mereka ASHABU AL JAHIM (sahabat2 di dalam neraka Jahim)

    KESIMPULAN

    Jika kita membaca semua ayat di dalam AlQuran tentang SAHABAT; maka kita akan bisa melihat dengan jelas dan dengan mudah; bahwa kosa kata SAHABAT dipergunakan untuk mereka yang masuk api neraka dan dipergunakan untuk mereka yang masuk surga.

    Kaum Sunni adalah para penghianat Rasulullah; sehigga Ulama Sunnah hanya menggunakan kosa kata sahabat untuk mereka yang masuk surga; padahal kosa kata sahabat dipergunakan oleh ALLAH dan Rasulullah untuk mereka yang masuk surga dan juga untuk mereka yang masuk api neraka

    Ulama Sunni hendak memuji para sahabat; sehingga Ulama Sunnah tersebut sengaja menyembunyikan kosa kata SAHABAT yang dipergunakan oleh ALLAH untuk mereka yang masuk api neraka

  30. ASHABI (sahabat-sahabatku, teman-temanku, kawan-kawanku)

    SHOHIH BUKHARI. Kitab 60 no 149 & 264
    Ibn Abbas melaporan bahwa Rasulullah berkata (kepada para sahabat): “Ya manusia, kamu akan dibangkitkan di depan ALLAH, telanjang, tanpa alas kaki dan tidak disunat, Rasulullah mengutip ayat ayat Allah

    ALQURAN 21:104
    Pada hari kami gulung langit seperti kami gulung lembaran lembaran kertas; seperti kami telah memulai pencptaan yang pertama; begitulah kami akan mengulanginya; karena itu adalah janji kami yang akan kami tepati dan kami akan melaksanakannya

    Kemudian Rasulullah melanjutkan: “Orang pertama yang akan diberikan pakaian adalah Nabi Ibrahim; kemudian banyak pengikutku yang akan dibawakan kepada saya; kemudian mereka akan dimasukan ke dalam api neraka!”

    Rasulullah akan berkata: “Ya Tuhanku, mereka adalah ASHABI (sahabat-sahabatku, kawan-kawanku, teman-temanku)!”

    ALLAH akan berkata: “Kamu tidak mengetahui apa yang mereka kerajakan setelah kepergian kamu (setelah kamu wafat). Mereka telah MURTAD dan KAFIR!”

    Rasulullah menjawab dengan meniru jawaban Nabi Isa Al Masih yang tertulis di dalam

    AlQuran 5:118
    Jika Anda menyiksa mereka sesungguhnya mereka adalah hamba-hambamu; jika Anda mengampuni mereka; sesungguhnya Anda maha perkasa dan maha bijaksana

    KESIMPULAN

    Marilah kita membongkar kesesatan Kaum Ahlul Sunnah Wal Jamaah. Ulama Sunni sengaja tidak membaca AlQuran dengan teliti tentang SAHABAT.

    dan Ulama Sunni sengaja menyembunyikan Hadith tentang para sahabat yang akan masuk ke dalam api neraka; supaya Kaum Ahlul Sunnah Wal Jamaah bisa memuja para sahabat; padahal semua pujuaan hanya dimiliki oleh ALLAH.

    ALQURAN 1:2
    Semua pujaan hanya dimiliki oleh ALLAH; Tuhan yang menciptakan alam semesta (Tuhan yang memiliki alam semesata ini)

  31. ALQURAN 25:30-31

    30. Rasulullah berkata: “Ya Tuhanku, KAUMKU telah meninggalkan AlQuran!”

    31. ALLAH berkata: “dan demikianlah (kenyataannya); telah kami jadikan MUSUH untuk semua nabi dari orang orang yang berdosa; dan cukuplah Tuhan kamu sebagai penolong dan pemberi petunjuk

    KESIMPULAN

    Para hari Qiyammah nanti; Rasulullah sendiri yang akan mengeluh kepada ALLAH karena KAUM KU meninggalkan AlQuran.

    Para sahabat juga termasuk KAUM MUHAMMAD; sehingga banyak sahabat yang melanggar perintah ALLAH yang tertulis di dalam AlQuran.

    Ulama Sunni inggin mengajarkan Kaum Sunni untuk memuji para sahabat; sehingga Ulama Sunnah mengatakan bahwa para sahabat adalah orang2 yang tidak bisa melakukan kesalahan2 karena mereka adalah ummat terbaik.

    Ini adalah bukti kuat bahwa SYIRIK (dosa terbesar yang tidak akan diampuni oleh ALLAH) adalah bagian dari keyakinan dan kepercayaan kaum Sunni;

    sesungguhnya agama Sunnah bukan agama Islam; karena agama Kaum Ahlul Sunnah Wal Jamaah adalah agama Setan yang hendak memuji para sahabat.

    Kita bisa melihat sendiri dan membaca sendiri dengan jelas bahwa ajaran Setan yang bernama Ahlul Sunnah Wal Jamaah bertentangan dengan AlQuran dan Hadith

Tinggalkan komentar