Anomali Salafy Yang Berhujjah Dengan Hadis ‘Amru bin Al Haarits

Anomali Salafy Yang Berhujjah Dengan Hadis ‘Amru bin Al Haarits

Pernah ada tulisan salafy [baca : Abul- Jauzaa} dimana sang penulis ingin membela hadis Abu Bakar bahwa para Nabi tidak mewariskan dan apa yang mereka tinggalkan menjadi sedekah. Ia berhujjah atau membawakan hadis ‘Amru bin Al Haarits seraya berkata ini menjadi saksi bagi hadis Abu Bakar. Hujjah salafy yang ngawur itu diikuti oleh pengikutnya [baca : alfanarku] yang memang terbiasa menelan mentah-mentah alias kupipes, mungkin ia pikir semua yang ditulis oleh Abul-Jauzaa itu benar semua. Berikut hadis ‘Amru bin Al Haarits yang dimaksud

حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْحَارِثِ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ مُعَاوِيَةَ الْجُعْفِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو إِسْحَاقَ عَنْ عَمْرِو بْنِ الْحَارِثِ خَتَنِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخِي جُوَيْرِيَةَ بِنْتِ الْحَارِثِ قَالَ مَا تَرَكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ مَوْتِهِ دِرْهَمًا وَلَا دِينَارًا وَلَا عَبْدًا وَلَا أَمَةً وَلَا شَيْئًا إِلَّا بَغْلَتَهُ الْبَيْضَاءَ وَسِلَاحَهُ وَأَرْضًا جَعَلَهَا صَدَقَةً

Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim bin Al-Haarits : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Abi Bukair : Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Mu’aawiyyah Al-Ju’fiy : telah menceritakan kepada kami Abi Ishaaq, dari ‘Amru bin Al-Haarits, saudara ipar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam – yaitu saudara Juwairiyah binti Al-Haarits – , ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak meninggalkan dirham, dinar, budak laki-laki maupun perempuan, serta tidak meninggalkan sesuatupun ketika beliau wafat; kecuali bighal beliau yang berwarna putih, senjata, dan sebidang tanah yang beliau jadikan sebagai shadaqah” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2739. Lihat juga no. 2873, 2912, 3098, dan 4461].

Lafaz yang menjadi hujjah bagi salafy itu adalah lafaz akhir hadis tersebut yaitu “Ja’alahaa shadaqah”. Dengan lafaz ini ia berangan-angan bahwa hadis ini menjadi saksi bagi hadis Abu Bakar dan menjadi bukti bahwa semua peninggalan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] menjadi sedekah. Hujjah salafy itu [dan diikuti oleh pengikutnya] adalah tidak nyambung alias cuma akal-akalan. Kami tidak tahu apakah yang bersangkutan jahil dalam masalah ini [bahasa arab] atau memang sengaja membual. Mari kita analisis hadis ‘Amru bin Al Haarits tersebut

‘Amru bin Al Haarits menyebutkan kalau Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak meninggalkan sesuatupun ketika Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] wafat selain tiga yaitu

  1. Bighal yang berwarna putih
  2. Senjata
  3. Tanah

Jika hadis ‘Amru bin Al Haarits menjadi saksi bagi hadis Abu Bakar, maka sudah jelas ketiga hal yang disebutkan ‘Amru bin Al Haarits di atas akan menjadi sedekah. Ketika terdapat lafaz “Ja’alahaa shadaqah”, Salafy bersorak kegirangan dan bersemangat menjadikan hadis ini sebagai saksi hadis Abu Bakar. Padahal lafaz tersebut tidak menjadi hujjah bagi salafy. Lafaz “Ja’alahaa shadaqah” bukan kembali pada ketiga hal yang disebutkan ‘Amru bin Haarits yaitu bighal putih, senjata dan tanah. Lafaz itu hanya kembali kepada tanah, jadi maksudnya tanah itu yang telah Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] jadikan sebagai shadaqah semasa Beliau hidup, tidak termasuk bighal putih dan senjata.

حدثني مُحَمد بن فضيل قَال : حَدَّثَنَا إسحاق الأزرق قَال : حَدَّثَنَا سُفيان عن أبي إسحاق عن عَمْرو بن الحارث بن المصطلق قَال : لم يترك رسول الله صلى الله عليه وسلم إلاَّ سلاحًا ، وأرضًا جعلها صدقة ، وبغلة بيضاء

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fudhail yang berkata telah menceritakan kepada kami Ishaq Al Azraq yang berkata telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Abu Ishaq dari ‘Amru bin Al Haarits bin Musthaliq yang berkata “Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak meninggalkan sesuatu kecuali senjata, tanah yang telah Beliau jadikan sedekah dan bighal putih [Ma’rifat Wal Tarikh Al Fasawiy 2/620 dengan sanad shahih]

Kata “Ja’alahaa” adalah jenis kata kerja aktif bentuk lampau, jadi maksudnya Nabi [shalallahu ‘alaihi wasallam] yang menjadikan tanah itu sebagai sedekah dan ini dilakukan sebelum Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] wafat. Maka terjemahan yang benar untuk lafaz “Ja’alahaa shadaqah” adalah “Nabi telah menjadikannya [tanah itu] sebagai sedekah” Kalau memang sudah menjadi sedekah lantas mengapa masih dikatakan peninggalan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]? Karena hadis ‘Amru bin Haarits di atas bercerita tentang tanah peninggalan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dimana ketika Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] masih hidup hasil tanah milik Nabi tersebut selalu dijadikan Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] sebagai sedekah

Jadi status tanah yang disebutkan oleh ‘Amru bin Al Haarits itu sudah menjadi sedekah [hasil tanahnya] ketika Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] masih hidup bukannya otomatis menjadi sedekah tepat setelah Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] wafat. ‘Amru bin Al Haarits hanya bercerita bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] meninggalkan bighal putih, senjata dan tanah yang hasilnya dijadikan sedekah oleh Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Tidak ada pada hadis ‘Amru bin Al Haarits lafaz yang menguatkan hadis Abu Bakar bahwa para Nabi tidak mewariskan dan semua peninggalan mereka menjadi sedekah. Hadis Abu Bakar memiliki konsekuensi bahwa semua yang ditinggalkan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] akan menjadi sedekah tepat setelah Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] wafat apapun bentuknya mau senjata, pakaian, hewan, kendaraan, tanah, bahkan bisa jadi rumah. Salafy memang tidak pernah mau berpikir mereka bisanya cuma asal telan perkataan atau hujjah ustadz-ustadz mereka. Masih banyak kelucuan salafy lainnya dalam masalah ini [terutama alfanarku] dan silakan tunggu saja pembahasannya :mrgreen:

16 Tanggapan

  1. trus kemane @alfanarku kok kgk pernah muncul lagi, apalagi ustad abu jauza (ustadnya my quran.com) di blog ini,….apa sdh ketakutan akan ditelanjagi seperti dulu oleh @ sp atau kalo disi dia jadi troll yah hehehe jadi kena sensor….

  2. bang sp ..boleh request : perkawinan ummu khullm dan umar bin khatab nga … masalahnya jadi kontro versi seputar perkawinan itu ..apa benar apa cmn isu2 saja …

    sbelumnya afwan klo kaga nyambung ame note antum d atas …

    smoga antum selalu d brikan kesehatan oleh allah swt dan mempermudah sgala urusan antum ( sp ) …akhir kata

    wasalam ..

  3. saya pernah diusir abul jauza hanya kerana saya anjurkan perpaduan.. sy rasa yahudi belum tentu bersifat sepertinya..

  4. @SP
    Postingan antum diatas agak “membingungkan” bagi saya bila dikaitkan dengan postingan antum terdahulu yg berjudul :”Kedudukan Hadis “Rasulullah SAW Memberikan Fadak Pada Sayyidah Fathimah AS” yg dari kandungan kedua tulisan itu terdapat sedikit ‘tanaqudh’ antara satu dengan yg lain. Belum lagi antum tampaknya tidak menaggapi kemusykilan yg kemukakan oleh saudara @ibn alawy, on Januari 3, 2010 at 7:52 pm said:

    Perlu Anda teliti lagi tentang ayat di atas dan hadis tersebut. Walaupun hadis tersebut – menurut pendapat Anda – adalah hasan, tapi ayat tersebut adalah ayat Makkiyah (ayat yang turun sebelum hijrah Nabi SAW) sedangkan masalah Fadak ini terjadi setelah perang Khaibar (ini terjadi setelah Nabi hijrah). Oleh karena itu Ibnu Hajar menyatakan dan menegaskan bahwa hadis itu adalah layyin (lemah). Jadi, tidaklah mungkin menggabungkan antara hadis itu dan ayat di atas.
    Entah dalam hal ini saya yg kurang paham maka mohon pencerahannya….syukron.

  5. @msaleh
    silakan anda sampaikan apa yang anda maksud dengan tanaqudh.

    soal komentar ibn alawy masalah ayat makkiyah maka perlu anda ketahui bahwa dalam ilmu tafsir cara paling utama untuk menentukan apakah suatu ayat makkiyah dan madaniyah adalah dengan melihat asbabun nuzulnya. Jadi kembali kepada riwayat hadis. Dan perlu anda ketahui pula bahwa dalam ilmu tafsir sudah dikenal fenomena adanya “ayat makkiyah dalam surat madaniyah” dan “ayat madaniyah dalam surat makkiyah”.

    Hujjah itu kembali kepada apakah ada riwayat yang menunjukkan bahwa ayat tersebut makkiyah ataukah madaniyah. Kembali ke hadis soal Fadak mengenai surat al isra’ ayat 26, riwayat itu sendiri menjadi bukti bahwa ayat tersebut turun di madinah setelah hijrah

  6. @SP
    Tanaqudh yg saya maksudkan adalah berkaitan dengan hadis :

    قرأت على الحسين بن يزيد الطحان حدثنا سعيد بن خثيم عن فضيل عن عطية عن أبي سعيد الخدري قال : لما نزلت هذه الآية { وآت ذا القربى حقه } [ الاسراء : 26 ] دعا النبي صلى الله عليه و سلم فاطمة وأعطاها فدك

    Qara’tu ‘ala Husain bin Yazid Ath Thahan yang berkata telah menceritakan kepada kami Sa’id bin Khutsaim dari Fudhail bin Marzuq dari Athiyyah dari Abi Said Al Khudri yang berkata “ketika turun ayat dan berikanlah kepada keluarga yang dekat akan haknya [Al Isra ayat 26]. Rasulullah SAW memanggil Fathimah dan memberikan Fadak kepadanya.
    ‘Mafhum’ yg dapat saya simpulkan dari hadis ini terutama pada kata-kata: “… Rasulullah SAW memanggil Fathimah dan memberikan Fadak kepadanya” dapat menjadi bukti bahwa “kepemilikan” atas tanah Fadak oleh Ahlul Bait telah ada ketika Rasul.SAW masih hidup dan ini merupakan “hibah” dari Beliau.SAW.
    Dikaitkan dengan hadis berikutnya yaitu:

    حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْحَارِثِ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ مُعَاوِيَةَ الْجُعْفِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو إِسْحَاقَ عَنْ عَمْرِو بْنِ الْحَارِثِ خَتَنِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخِي جُوَيْرِيَةَ بِنْتِ الْحَارِثِ قَالَ مَا تَرَكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ مَوْتِهِ دِرْهَمًا وَلَا دِينَارًا وَلَا عَبْدًا وَلَا أَمَةً وَلَا شَيْئًا إِلَّا بَغْلَتَهُ الْبَيْضَاءَ وَسِلَاحَهُ وَأَرْضًا جَعَلَهَا صَدَقَةً

    Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim bin Al-Haarits : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Abi Bukair : Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Mu’aawiyyah Al-Ju’fiy : telah menceritakan kepada kami Abi Ishaaq, dari ‘Amru bin Al-Haarits, saudara ipar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam – yaitu saudara Juwairiyah binti Al-Haarits – , ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak meninggalkan dirham, dinar, budak laki-laki maupun perempuan, serta tidak meninggalkan sesuatupun ketika beliau wafat; kecuali bighal beliau yang berwarna putih, senjata, dan sebidang tanah yang beliau jadikan sebagai shadaqah” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2739. Lihat juga no. 2873, 2912, 3098, dan 4461].

    Pada hadis ini terdapat kata-kata: “… dan sebidang tanah yang beliau jadikan sebagai shadaqah”, mengandung pengertian diluar tanah Fadak yg telah terlebih dahulu dihibahkan ketika Rasulullah masih hidup.
    Nah…yang menjadi kebingungan saya adalah mengapa adalagi “hadis” selain kedua hadis diatas yg menggambarkan adanya tuntutan kepada Abu Bakar oleh Ahlul Bait Nabi menyangkut tanah Fadak yg tentunya berdasarkan hadis pertama diatas dapatlah dipahami bahwa “penguasaan” atas tanah Fadak sudah jauh-jauh hari memang ada pada pihak Ahlul Bait. Inilah penjelasan atas “tanaqudh” yg saya maksud. Mohon pencerahan selanjutnya …syukron.

  7. @msaleh

    Nah…yang menjadi kebingungan saya adalah mengapa adalagi “hadis” selain kedua hadis diatas yg menggambarkan adanya tuntutan kepada Abu Bakar oleh Ahlul Bait Nabi menyangkut tanah Fadak yg tentunya berdasarkan hadis pertama diatas dapatlah dipahami bahwa “penguasaan” atas tanah Fadak sudah jauh-jauh hari memang ada pada pihak Ahlul Bait. Inilah penjelasan atas “tanaqudh” yg saya maksud

    Penjelasan yang mungkin adalah Abu Bakar setelah Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] wafat langsung mengambil alih tanah Fadak, Sayyidah Fathimah pada awalnya menuntut Abu Bakar agar mengembalikan tanah fadak kepadanya karena Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] telah memberikan fadak kepadanya tetapi tuntutan ini ditolak oleh Abu Bakar karena tidak cukupnya saksi yang menguatkan [penjelasan ini ada pada kitab Tarikh]. Karena tuntutan tersebut ditolak maka Sayyidah Fathimah meminta Fadak dengan tuntutan warisan dari Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] tetapi tuntutan inipun ditolak oleh Abu Bakar dengan hadis bahwa Nabi tidak mewariskan dan semua yang ditinggalkan menjadi sedekah [penjelasan tentang ini terdapat dalam kitab hadis]

  8. Serba salah jadi nye..

    1. Kalo ngambil punya ORG laen yg sdh dimiliki sebelumnya disebut Perampok

    2, Kalo ngambilnya pake dalil quran or hadits yg kgk jelas periwayatanya disebut pemalsu hadits….

    jadi yg mane nih yg dipilih…enaknye.. biar sama2 enak dan tdk menyinggung gitu loh….

  9. pilihan yg berat bwt mereka yg tdk mengenal dgn baik sayyidah fatimah
    memilih
    1.abubakar mengambil hak orang lain
    2.fatimah menuntut yg bukan hakx

  10. @aldj: Sepengamatan saya dari tulisan mereka, Wahabi menyatakan Abu Bakr benar dgn tindakan & pernyataannya, sedangkan Sayyidah Fathimah menuntut sesuatu yg saat itu belum diketahui olehnya bhw dirinya tidak memiliki hak atas hal yg dituntutnya.
    Bagi mereka, tidak ada masalah menyatakan bhw Sayyidah Fathimah keliru dgn pendapatnya dlm hal tanah Fadak.

  11. @badari
    itulh sikap yg diambil bg mereka yg tdk mengenal fatimah(ahlulbait)
    pertanyaan sy,bukankah fatimah terus berjuang sd wafatnya terhadap tanah fadak,
    klu itu bukan hak fatimah,lantas disebut apa pribadi sprt itu(ngotot meminta yg bukan haknya)?
    yg aneh aisyah binti abubakar pd zaman utsman,menuntut hak waris dr rosul.tp utsman menolak dgn bhs yg melecehkan

  12. Salam sejahtera untuk Ustad SP…
    tulisan-tulisan ustadz sangat membantu mencerahkan kami, abu al jauza tampaknya di blognya ketetran menghadapi ustad,

    kami tunggu tulisan-tulisan ustadz

  13. @ Quinsa
    Ya jelas keteter lah, Abu Jauzah kan berguru ama ulama2 saudi yang kemungkinan besar bahwa mereka itu adalah pengikut dan keturunan SETAN DARI NAJAD! Ato jangan2 MEREKALAH SETAN DARI NAJAD ITU SENDIRI! Lihat aja tampang dan model Ulama2 saudi yang bagi saya tidak ada bagus2nya soalnya lebih mirip SETAN daripada MANUSIA! hehehe (bagi wahabiyun jangan marah, soalnya saya berbicara apa adanya, habis tampang ulama2 saudi serem2 sih)

  14. […] Al Haarits dan riwayat Abu Hurairah. Soal riwayat ‘Amru bin Al Haarits itu telah kami bahas dalam thread khusus dan menunjukkan bahwa yang bersangkutan cuma mengkopipaste argument idolanya Abul-Jauzaa dan telah […]

  15. @aldj: “aisyah binti abubakar pd zaman utsman,menuntut hak waris dr rosul”. Bisakah Anda bantu menyebutkan rujukan kitab2 utk riwayat tsb? Lebih sip lagi bila Anda bisa menganalisis rawi & sanadnya, seperti SP, 😀

Tinggalkan komentar