Apakah Abu Darda’ Meyakini Adanya Tahrif Al Qur’an?

Apakah Abu Darda’ radiallahu’anhu Meyakini Adanya Tahrif Al Qur’an?

Seperti biasa tulisan dengan tema tahrif kami hadiahkan kepada para salafy dan orang-orang kerdil dari pengikut mereka. Orang kerdil yang senantiasa mengatakan mazhab syiah meyakini tahrif dengan mengutip riwayat-riwayat syiah. Padahal ternyata dalam riwayat sunni juga terdapat hal-hal serupa. Jika orang kerdil salafy itu berkesimpulan Syiah meyakini tahrif dengan riwayat seperti itu maka hendaknya dia juga berkesimpulan yang sama yaitu Sunni meyakini tahrif dengan adanya riwayat serupa. Kalau orang kerdil itu mau membantah kalau faktanya Sunni tidak meyakini tahrif maka bukalah mata lebar-lebar dan saudara kita yang Syiah pun tidak ada yang meyakini tahrif Al Qur’an.

حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ إِبْرَاهِيمَ قَالَ قَدِمَ أَصْحَابُ عَبْدِ اللَّهِ عَلَى أَبِي الدَّرْدَاءِ فَطَلَبَهُمْ فَوَجَدَهُمْ فَقَالَ أَيُّكُمْ يَقْرَأُ عَلَى قِرَاءَةِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ كُلُّنَا قَالَ فَأَيُّكُمْ أَحْفَظُ فَأَشَارُوا إِلَى عَلْقَمَةَ قَالَ كَيْفَ سَمِعْتَهُ يَقْرَأُ { وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى } قَالَ عَلْقَمَةُ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى قَالَ أَشْهَدُ أَنِّي سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ هَكَذَا وَهَؤُلَاءِ يُرِيدُونِي عَلَى أَنْ أَقْرَأَ { وَمَا خَلَقَ الذَّكَرَ وَالْأُنْثَى } وَاللَّهِ لَا أُتَابِعُهُمْ

Telah menceritakan kepada kami ‘Umar bin Hafsh yang berkata telah menceritakan kepada kami ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Al A’masy dari Ibrahim yang berkata sahabat-sahabat ‘Abdullah datang menemui Abu Darda’. Maka ia [Abu Darda’] mencari mereka dan menemui mereka. Ia berkata kepada mereka “siapakah diantara kalian yang membaca dengan bacaan ‘Abdullah?”. [salah seorang ] berkata “kami semua”. Ia berkata “lalau siapa diantara kalian yang paling baik bacaannya?” maka mereka pun menunjuk Alqamah. Abu Darda’ bertanya “bagaimana kamu mendengarnya membaca ayat Wallaili idzaa yaghsyaa”. Alqamah berkata “wadzdzakari wal untsaa”. Abu Darda’ berkata “demi Allah aku telah mendengar Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] membacanya seperti ini, akan tetapi mereka menginginkan agar aku membacanya “wama khalaqa dzakara wal untsaa”. Demi Allah, aku tidak akan mengikuti mereka [Shahih Bukhari 6/170 no 4944]

حَدَّثَنَا قَبِيصَةُ بْنُ عُقْبَةَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَلْقَمَةَ قَالَ دَخَلْتُ فِي نَفَرٍ مِنْ أَصْحَابِ عَبْدِ اللَّهِ الشَّأْمَ فَسَمِعَ بِنَا أَبُو الدَّرْدَاءِ فَأَتَانَا فَقَالَ أَفِيكُمْ مَنْ يَقْرَأُ فَقُلْنَا نَعَمْ قَالَ فَأَيُّكُمْ أَقْرَأُ فَأَشَارُوا إِلَيَّ فَقَالَ اقْرَأْ فَقَرَأْتُ { وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى وَالنَّهَارِ إِذَا تَجَلَّى } وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى قَالَ أَنْتَ سَمِعْتَهَا مِنْ فِي صَاحِبِكَ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ وَأَنَا سَمِعْتُهَا مِنْ فِي النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهَؤُلَاءِ يَأْبَوْنَ عَلَيْنَا

Telah menceritakan kepada kami Qabishah bin Uqbah yang berkata telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Al A’masy dari Ibrahim dari Alqamah yang berkata aku termasuk dalam kelompok sahabat Abdullah yang pergi ke Syam. Abu Darda’ mendengar kami dan mendatangi kami, ia berkata “adakah diantara kalian yang bisa membaca”. Kami berkata “ya”. Abu Darda’ berkata “siapa diantara kalian yang paling bagus bacaannya?”. Maka mereka menunjuk kepadaku. Ia berkata “bacalah” maka aku membaca “wallaili idzaa yaghsyaa wannahaari idzaa tajallaa wadzdzakari wal untsaa”. Ia berkata “apakah engkau mendengarnya langsung dari bibir sahabatmu [Abdullah]”. Aku berkata “ya”. Abu Darda’ berkata “dan aku mendengarnya langsung dari bibir Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] tetapi orang-orang itu mengingkarinya” [Shahih Bukhari 6/170 no 4943]

Ayat Al Qur’an yang dipermasalahkan oleh Abu Darda’ di atas adalah surah Al Lail ayat 1-3. Abu Darda’ membaca ayat tersebut

وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى وَالنَّهَارِ إِذَا تَجَلَّى وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى

Demi malam apabila menutupi, dan siang apabila terang benderang dan laki-laki dan perempuan [QS Al Lail :1-3]

Sedangkan didalam Al Qur’an [yang dapat anda lihat], bacaan Al Lail ayat 1 sampai 3 adalah sebagai berikut

والليل إذا يغشى والنهار إذا تجلى وما خلق الذكر والأنثى

Demi malam apabila menutupi, dan siang apabila terang benderang dan penciptaan laki-laki dan perempuan [QS Al Lail :1-3]

Aneh bin ajaib, justru bacaan inilah yang diingkari oleh Abu Darda’. Ia mengatakan orang-orang menginginkan agar ia membaca dengan bacaan seperti yang ada dalam Al Qur’an [yang dibaca oleh kaum muslimin] tetapi ia tidak mau bahkan bersumpah tidak akan mengikuti mereka. Abu Darda’ sampai repot-repot mencari para sahabat Abdullah bin Mas’ud yang datang ke Syam dan menanyakan bagaimana bacaan Ibnu Mas’ud tentang ayat tersebut. Ternyata bacaan Ibnu Mas’ud sama seperti bacaan Abu Darda’ yang diingkari oleh orang-orang. Dan terlihat dengan jelas Abu Darda’ mengatakan bahwa bacaan miliknya itu ia dengar langsung dari Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam].

Riwayat Bukhari ini tidak diragukan lagi shahih dan sangat jelas menunjukkan seolah-olah terjadinya tahrif dalam pandangan Abu Darda’. Sekiranya Abu Darda’ menganggap bacaan orang-orang tersebut sebagai salah satu bacaan yang diterima maka ia tidak perlu repot-repot bersumpah untuk tidak mengikuti mereka. Kalau bacaan orang-orang tersebut benar dalam pandangan Abu Darda’ lantas mengapa ia bersumpah untuk tidak akan mengikuti mereka. Jelas dalam pandangan Abu Darda’ bacaan itu tidak benar sehingga ia tidak mau mengikutinya. Orang-orang pun juga menganggap bacaan Abu Darda’ tidak benar dan mengingkarinya, mereka menginginkan agar Abu Darda’ membaca seperti bacaan mereka.

Sebagian ulama berusaha mendamaikan dilemma Abu Darda’ dengan mengatakan itu adalah satu qira’at yang syaadz atau tidak mutawatir. Ada orang kerdil yang ketika dibawakan riwayat ini ia mencak-mencak membantah sok mau mengatakan syiah bodoh, ayat tersebut bukan bukti adanya tahrif justru itu adalah qiraat syaadz yang bertentangan dengan bacaan yang mutawatir. Jawaban yang menakjubkan, tetapi apakah orang kedil itu tidak pernah berpikir ketika ia mencatut berbagai riwayat syiah yang serupa maka orang-orang syiah akan menjawab dengan cara yang sama. Kami cukup sering mendengar saudara kami yang syiah berkata “semua riwayat yang seolah-olah menunjukkan tahrif harus ditolak karena bertentangan dengan Al Qur’an”. Al Qur’an yang dimaksud Syiah adalah Al Qur’an yang sama dengan yang dimiliki sunni dan Al Qur’an yang sama dengan yang dibaca orang kerdil itu.

Coba pikirkan baik-baik, siapakah yang sibuk dengan celaan dan tuduhan tahrif Al Qur’an? salafy, nashibi dan pengikut mereka yang kerdil dimana mereka menuduh Syiah meyakini tahrif. Apa bukti mereka? mereka mengutip riwayat-riwayat Syiah. Apa reaksi orang Syiah? Syiah menyangkal tuduhan tersebut dan balik mengutip riwayat-riwayat Sunni yang serupa. Salafy yang kerdil jadi kerasukan dan berteriak membantah sana sini, mereka katakan Syiah dusta, Salafy membuat penafsiran dan penakwilan terhadap riwayat-riwayat Sunni tersebut untuk menunjukkan itu bukanlah tahrif. Aneh bukannya sadar, salafy yang kerdil itu malah emosi mengatakan Syiah dusta karena Sunni tidak meyakini tahrif. lha mereka salafy sendiri berdusta ketika menuduh Syiah meyakini tahrif Al Qur’an

Sungguh ini fenomena menggelikan, jadi wajar saja kalau salafy yang sibuk menuduh syiah itu kami katakan kerdil. Tingkahnya seperti Troll yang sibuk buas disana sini tetapi tidak bisa berpikir dengan baik. Mereka tidak bisa berpikir kalau masalah yang mereka alami sama halnya dengan masalah yang ada di Syiah. Riwayat yang seolah-olah menunjukkan adanya tahrif itu terdapat baik di Syiah maupun di Sunni. Ulama masing-masing mazhab baik Sunni dan Syiah sudah menjelaskan bagaimana penafsiran dan penakwilan mereka terhadap riwayat-riwayat tersebut. Kesimpulan kedua mazhab tersebut sama yaitu Al Qur’an terjaga dari perubahan. Orang yang sibuk dengan tuduhan Syiah meyakini tahrif hanyalah orang kerdil yang tidak mampu mengintrsopeksi diri.

Kembali ke riwayat di atas, kalau kita mau kritis maka tidak susah untuk membantah semua penafsiran dan penakwilan yang dibuat terhadap riwayat ini. Ada yang berusaha menafsirkan kalau bacaan Abu Darda’ itu sudah dinasakh dan Abu Darda’ tidak tahu akan hal itu. Bukti kalau bacaan Abu Darda’ dinasakh adalah tidak ada satupun ahli syam yang mengikuti bacaan ini dari Abu Darda’ begitu juga ahli kufah tidak ada yang mengikuti Ibnu Mas’ud dalam bacaan ini. Nah begitulah katanya

Jawaban seperti ini ya boleh-boleh saja dan sangat mudah membantahnya. Abu Darda’ dalam riwayat di atas telah dikuatkan oleh bacaan Ibnu Mas’ud yang diriwayatkan oleh para sahabat Ibnu Mas’ud dan Abu Darda’ mendengar sendiri bacaan itu dari Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Apakah sahabat seperti Abu Darda’ dan Ibnu Mas’ud tidak tahu kalau ayat tersebut dinasakh?. Terus apakah dizaman Abu Darda’ itu belum ada kitab Al Qur’an? Pasti sudah ada, dan apakah Abu Darda’ tidak membaca Al Qur’an yang sudah dibukukan?. Bukankah jelas itulah bacaan orang-orang yang diingkari Abu Darda’. Tidak ada satupun ahli syam yang mengikuti Abu Darda’ karena bacaan Abu Darda’ berbeda dengan mushaf Utsmani yang mereka baca makanya mereka mengingkarinya. Siapakah yang mendengar langsung dari Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam], Abu Darda’ atau orang-orang syam itu?. Pertanyaan seperti ini tidak akan ada habisnya

Kami pribadi tidak akan repot-repot mengahadapi riwayat ini. Pengingkaran Abu Darda’ terhadap bacaan orang-orang itu tidaklah benar. Abu Darda’ boleh-boleh saja memiliki bacaan sendiri yang ia dengar langsung dari Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] tetapi bacaan yang mutawatir dan menjadi aqidah bagi kaum muslimin termasuk kami pribadi adalah apa yang tertera di dalam Kitab Al Qur’an. Inti dari tulisan ini bukanlah untuk merendahkan sahabat baik Abu Darda’ atau Ibnu Mas’ud tetapi untuk membuka mata dan kepala orang-orang kerdil dari kalangan salafy yang sibuk menuduh syiah meyakini tahrif.

Untuk mereka, kita dapat bertanya berdasarkan riwayat di atas apakah Abu Darda’ meyakini adanya tahrif Al Qur’an?. Kalau mereka bisa mengajukan berbagai alasan untuk menakwilkan riwayat ini maka mengapa Syiah tidak bisa mengajukan penakwilan terhadp riwayat yang ada di sisi mereka. Bukankah itu namanya standar ganda. Sangat jelas kalau tuduhan salafy dan orang kerdil dari pengikut mereka hanya menunjukkan kualitas akal mereka yang memang rendah. Tuduhan yang mereka nisbatkan kepada saudara kita yang Syiah adalah perbuatan yang zalim dan sangat wajar kalau kami membela Syiah dalam perkara ini. Kebenaran itu tidak berpihak, kalau memang salafy itu berlaku zalim maka tidak ada gunanya ikutan menjadi salafy yang zalim lebih baik membela mereka yang dizalimi daripada mendukung orang yang menzalimi. Salam Damai

9 Tanggapan

  1. jika kita berumah kaca jgn suka melepari rumah org lain….

  2. Komentar agak serius:
    SP sangat baik terhadap saudara-saudara muslim yang bermadzhab salafi. SP sering memberikan hadiah tulisan kepada mereka. Semoga mereka mau membuka mata hatinya. Amin.

    Komentar yang lebih serius:

    Adanya riwayat tahrif Al quran ada dalam kitab-kitab hadits Sunni dan Syiah. Yang terpenting, kita harus berani mengatakan bahwa riwayat-riwayat tersebut lemah secara matan, sehingga harus ditolak keshahihannya.

    Yang tidak kalah pentingnya, janganlah kita mudah menuduh bahwa Al Quran orang – orang Syiah berbeda dengan Al Quran orang-orang Sunni, hanya karena adanya riwayat tahrif Al Quran pada kitab-kitab hadits orang-orang Syiah. Demikian pula sebaliknya.

    Salam,

    Abu Yusuf

  3. salam,

    saya mau tanya, bagaimana tentang hadits2 qudsi, apakah ada kaitannya dengan tahrif al-qur’an? sebab secara matan mestinya tergolong sebagai firman2 Allah. Mohon pencerahannya…

    salam

  4. Suatu posting yang sangat menarik untuk dibahas
    Kita tdk berbicara mengenai Tahrif Alqur’an dari sisi suni atau syiah. Tapi kita meninjau dari segi kebenaran.
    1.Apakah kita percaya atas kata2 Abu Darda
    2. Apakah kita percaya apa yang ditulis al Bukhari dalam Shahihnya.
    3. Apakah Alqur’an yang sekarang ini sama dengan yang di Lauhim Ma’fud
    4. Mengapa Abu Darda diangkan oleh Utsman?
    5. Mengapa Imam Ali tdk diperkenankan ikut menyusun Alqur’an
    6. Imam Ali sepeninggal Nabi berada dalam mihrab selama 3 bln menyusun Al
    Qur’an
    7.Penyusunan Mushaf Utsman (Alqur’an yang sekarang berdasarkan kumpulan yang telah ditulis dan dari penghafal Al Qur’an.
    8.Karena takut Firman2 Allah akan hilang karena banyak penghafal Al Quran yang meninggal akibat peperangan maka Umar ibn Khattab sewaktu menjabat Khalifah memerintahkan beberapa orang menemui para penghafal dan dicatat.
    9.Kemudian setelah Mushaf Utsman selesai maka tdk diperkenankan siapapun
    menyimpan tulisan Firman Allah. Mengapa?

    Faktor2 ini merupakan bahan dalam kita membicarakan ada Tahrif dalam Al Qur’an atau tdk.
    10. Yang terakhir. Terlalu banyak Firman2 Allah yang memperingati/mengancam
    bagi yang merubah/mengganti/menukar Firman2 Allah. Mengapa ada peringatan Allah? Wasalam

  5. @SP
    Hadis yg Anda bahas, tidak dianalisis perawi2nya? Gimana dgn A’masy? Perawi mudallis hadisnya mestinya tidak shahih; ataukah shahih kalau tercantum di Shahih Bukhari, tapi tidak tidak shahih kalau tercantum di kitab hadis lain? 🙂

  6. @Badari
    secara ilmu hadis maka hadis tersebut shahih. Tidak semua perawi mudallis dikatakan hadisnya tidak shahih karena mudallis memiliki beberapa tingkatan. Mudallis tingkat pertama dan kedua dijadikan hujjah hadisnya oleh para ulama. A’masy termasuk mudallis tingkatan kedua dimana hadis-hadisnya dijadikan hujjah dalam kitab shahih. Apalagi disebutkan bahwa an anah A’masy dari syaikh2nya seperti Syaqiq, Ibrahim dan Abu Shalih dinyatakan muttashil [bersambung].

  7. @bob : Apakah betul Fahmi Salim sekretaris MUI ?
    Kalau dilihat dari struktur MUI, beliau Anggota Komisi Pengkajian dan Penelitian dan Wakil Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI).

  8. […] Apakah Abu Darda’ Meyakini Adanya Tahrif Al Qur’an? […]

Tinggalkan komentar