Al Imam Syafi’iy Rahimahullah Dan Bid’ah Hasanah : Anomali Salafy

Al Imam Syafi’iy Rahimahullah Dan Bid’ah Hasanah : Anomali Salafy

Salah satu dari sekian banyak anomaly salafy adalah sikap taklid pengikut salafy terhadap ulama mereka yang ujung-ujungnya sama saja dengan fanatisme mahzab yang biasa mereka cela. Tidak jarang sikap mereka ini ditutup-tutupi dengan gaya sok ilmiah. Ada contoh sederhana yang menggambarkan anomaly salafy ini yaitu soal pernyataan salah satu pengikut salafy kalau imam syafi’iy tidak pernah membagi bid’ah ke dalam bid’ah hasanah dan bid’ah dhalalah. Pengikut salafy ini hanya taklid kepada Syaikh salafy Ali Al Halaby dan Salim Al Hilali. Syaikh Ali Al Halaby menyatakan kalau atsar imam syafi’i tersebut diriwayatkan oleh perawi yang majhul [‘Ilmu Ushuulil-Bida’ hal 121]. Seperti biasa tulisan pengikut salafy itu dikutip atau dikupipes oleh banyak pengikut salafy lainnya. Silakan pembaca search ala google untuk menemukan tulisan para salafiyun yang kami maksud.

Pernyataan syaikh Ali Al Halaby kalau atsar imam syafi’i tersebut dhaif karena ada perawi yang majhul adalah mengada-ada dan hanya bisa mengecoh kaum awam salafy yang gemar bertaklid. Atsar imam syafi’i tersebut shahih tanpa keraguan.

حدثنا أبو بكر الآجري حدثنا عبد الله بن محمد العطشي حدثنا إبراهيم بن الجنيد حدثنا حرملة بن يحيى قال سمعت محمد بن إدريس الشافعي يقول البدعة بدعتان، بدعة محمودة، وبدعة مذمومة. فما وافق السنة فهو محمود، وما خالف السنة فهو مذموم واحتج بقول عمر بن الخطاب في قيام رمضان نعمت البدعة هي

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Al Ajurriy yang berkata telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad Al ‘Athsyiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Junaid yang berkata telah menceritakan kepada kami Harmalah bin Yahya yang berkata aku mendengar Muhammad bin Idris Asy Syafi’i berkata “bid’ah itu ada dua, bid’ah mahmudah [terpuji] dan bid’ah madzmu’ah [tercela]. Apa saja yang bersesuaian dengan sunnah maka ia terpuji dan apa saja yang bertentangan dengan sunnah maka ia tercela. Dan ia [syafi’i] berhujjah dengan perkataan Umar bin Khattab tentang shalat malam di bulan ramadhan “ini adalah sebaik-baik bid’ah” [Hilyatul Auliya Abu Nu’aim 9/113]

Atsar ini sanadnya hasan, para perawinya terpercaya kecuali ‘Abdullah bin Muhammad Al ‘Athasyiy dia seorang yang shaduq hasanul hadis. Tidak ada yang mencacatnya dan telah meriwayatkan darinya sekumpulan perawi tsiqat.

  • Abu Bakar Al Ajurry atau Muhammad bin Husain bin ‘Abdullah Al Baghdadi penulis kitab Asy Syari’ah adalah seorang yang tsiqat. Adz Dzahabi menyebutnya Al Imam Al Muhaddis Al Qudwah, Al Khatib berkata “tsiqat” [Tadzkirah Al Huffazh 12/40 no 888]
  • Abdullah bin Muhammad Al ‘Athasyiy seorang yang shaduq hasanul hadis. Al Khatib telah menyebutkan biografinya dalam Tarikh Baghdad tanpa menyebutkan jarh dan ta’dil tetapi disebutkan bahwa telah meriwayatkan darinya Abu Bakar Muhammad bin Husain Al Ajurry, Ibnu Syahin dan Yusuf bin Umar Al Qawwas [Tarikh Baghdad 10/115-116 no 5239]. Al Ajurri adalah seorang yang tsiqat sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Ibnu Syahin atau Umar bin Ahmad Abu Hafsh disebutkan oleh Al Khatib kalau ia seorang yang tsiqat [Tarikh Baghdad 11/264 no 6028]. Yusuf bin Umar Al Qawwas disebutkan oleh Adz Dzahabi kalau ia adalah seorang Imam Muhaddis yang tsiqat [As Siyar 16/474 no 351]. Sejumlah perawi tsiqat telah meriwayatkan hadisnya dan tidak ada satupun yang menjarah atau mencacatnya maka kedudukan hadisnya adalah hasan.
  • Ibrahim bin Junaid adalah Ibrahim bin ‘Abdullah bin Junaid, biografinya disebutkan oleh Al Khatib dan ia menyatakan Ibrahim bin Abdullah bin Junaid tsiqat [Tarikh Baghdad 6/119 no 3150]
  • Harmalah bin Yahya adalah seorang yang tsiqat. Al Uqaili menyatakan ia tsiqat, Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 2 no 426]. Ibnu Hajar menyatakan ia shaduq [At Taqrib 1/195]

Selain atsar riwayat Abu Nu’aim di atas perkataan Imam Syafi’i juga telah diriwayatkan dengan sanad yang shahih oleh Baihaqi dalam Manaqib Asy Syafi’iy dan Madkhal Ila Sunan Al Kubra dengan jalan dari Muhammad bin Musa bin Fadhl Abu Sa’id bin Abi Amru dari Abul Abbas Al Asham dari Rabi’ bin Sulaiman dari Imam Syafi’iy

أخبرنا أبو سعيد بن أبي عمرو ثنا أبو العباس محمد بن يعقوب ثنا الربيع بن سليمان قال قال الشافعي رضي الله عنه المحدثات من الأمور ضربان أحدهما ما أحدث يخالف كتاباً أو سنة أو أثراً أو إجماعاً فهذه لبدعة الضلالة والثانية ما أحدث من الخير لا خلاف فيه لواحد من هذا فهذه محدثة غير مذمومة

Telah mengabarkan kepada kami Abu Sa’id bin Abi Amru yang berkata telah menceritakan kepada kami Abul Abbas Muhammad bin Ya’qub yang berkata telah menceritakan kepada kami Rabi’ bin Sulaiman yang berkata Syafii berkata “perkara-perkara baru yang diada-adakan itu ada dua, pertama yaitu apa-apa saja yang bertentangan dengan kitab Allah atau sunnah atau atsar atau ijma’ maka ini bid’ah dhalalah. Dan yang kedua yaitu apa-apa saja yang di dalamnya kebaikan tidak bertentangan dengan apa saja yang telah disebutkan [kitab Allah, sunah, atsar dan ijma’] maka inilah bid’ah yang tidak tercela [Madkhal Ila Sunan Kubra 1/206]

Atsar di atas juga diriwayatkan oleh Baihaqi dalam Manaqib Asy Syafi’i 1/468-469 dengan sanad yang sama yaitu dari Muhammad bin Musa bin Fadhl dari Al Asham dari Rabi’ dari Imam Syafi’iy. Syaikh Salim Al Hilali dan Syaikh Ali Al Halabi mencacatkan atsar ini karena menurut mereka Muhammad bin Musa bin Fadhl seorang yang majhul tidak ditemukan biografinya. Pernyataan kedua ulama salafy ini jelas salah besar, atsar di atas shahih dan berikut keterangan mengenai para perawinya

  • Abu Sa’id bin Abi Amru adalah Muhammad bin Musa bin Fadhl Ash Shayrafiy seorang Syaikh yang tsiqat. Adz Dzahabi telah menyebutkan biografinya dalam As Siyar seraya berkata “Syaikh tsiqat ma’mun” [As Siyar 17/350 no 218]. As Safadi juga menyebutkan biografinya dan menyatakan ia tsiqat [Al Wafi 5/59]. Disebutkan kalau ia mendengar hadis dari Abul Abbas Al Asham dan ia telah dikenal sebagai Syaikh [gurunya] Baihaqi [Mausu’ah Rijal Sunan Baihaqi no 154]. Jadi sungguh aneh sekali kalau dua ulama besar salafy mengaku tidak menemukan biografinya.
  • Abul Abbas Muhammad bin Ya’qub bin Yusuf yang dikenal dengan Al ‘Asham. Adz Dzahabi menyebutnya Al Imam Al Muhaddis. Al Hakim menukil dari Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah, Abu Nu’aim bin Adiy dan Ibnu Abi Hatim bahwa Al ‘Asham seorang yang tsiqat [As Siyar 15/452-458 no 258]
  • Rabi’ bin Sulaiman adalah seorang yang tsiqat sahabat imam Syafi’i. Dia adalah salah satu Syaikh [gurunya] Nasa’i dimana Nasa’i berkata “tidak ada masalah padanya”. Ibnu Yunus dan Al Khatib menyatakan ia tsiqat. Ibnu Abi Hatim menyatakan ia shaduq tsiqat. Abu Hatim berkata “shaduq”. Al Khalili berkata “disepakati tsiqat” [At Tahdzib juz 3 no 473]. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat [At Taqrib 1/294]

Jadi atsar imam syafi’i tentang bid’ah hasanah adalah shahih tanpa adanya keraguan dan ini membuktikan kejahilan salafy dan pengikutnya yang gemar bertaklid tanpa meneliti apakah yang dinyatakan oleh ulama mereka itu benar atau tidak. Beberapa situs salafy mengalami kebingungan soal bid’ah hasanah, mereka berkata kalau memang ada bid’ah hasanah maka bagaimanakah batasannya?. Aneh padahal telah jelas sekali batasan yang diberikan imam syafi’iy, jika perkara baru itu sesuai dengan kitab Allah dan Sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka itulah bid’ah hasanah.

Pengikut salafy juga berdalil dengan hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang mengatakan bahwa setiap bid’ah itu sesat. Cara pendalilan salafy ini tidak benar karena bid’ah yang dimaksud dalam hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut adalah bid’ah yang bersifat syar’i yaitu yang tidak memiliki landasan hukum dari kitab Allah dan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sedangkan yang memiliki landasan hukum dari kitab Allah dan sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka bid’ah seperti ini bukan bid’ah syar’i tetapi dikembalikan kepada makna bid’ah lughawi [secara bahasa]. Inilah yang disebut imam syafi’i dengan bid’ah yang terpuji atau bid’ah hasanah.

Aneh bin ajaib, salafy dan pengikutnya tidak pernah sadar diri. Justru merekalah yang seharusnya kebingungan atau mengalami dilema dalam menyikapi berbagai hal baru atau bid’ah yang dibuat oleh para sahabat. Seperti misalnya pembukuan Al Qur’an yang jelas-jelas dikatakan oleh Abu Bakar ra dan Umar ra kalau hal itu tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Atau pelarangan haji tamattu oleh Umar, atau adzan kedua dalam shalat jum’at oleh Utsman bin ‘Affan. Kalau memang semua bid’ah itu sesat maka apa yang akan mereka katakan kepada ketiga sahabat Nabi shallallalhu ‘alaihi wasallam tersebut. Salam Damai

26 Tanggapan

  1. Sepertinya judulnya perlu revisi tuh, bukankah normalnya pendapat salafi wahabi rancu dan membingungkan ? kalo bisa runut terstruktur dan ilmiah malah bukan salafy…

    Anomaly bagi org2 berakal sehat adalah hal yg normal-normal saja bagi org2 salafi…..:)

  2. @SP

    ” Pengikut salafy juga berdalil dengan hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang mengatakan bahwa setiap bid’ah itu sesat. Cara pendalilan salafy ini tidak benar karena bid’ah yang dimaksud dalam hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut adalah bid’ah yang bersifat syar’i yaitu yang tidak memiliki landasan hukum dari kitab Allah dan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sedangkan yang
    memiliki landasan hukum dari kitab Allah dan sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka bid’ah seperti ini bukan bid’ah syar’i tetapi dikembalikan kepada makna bid’ah lughawi [secara bahasa]. Inilah yang disebut imam syafi’i dengan bid’ah yang terpuji atau bid’ah hasanah”

    berdasarkan tulisan anda di atas ada beberapa yg mau saya tanyakan :
    1.Masih kurangkah Alqur’an dan hadis sehingga kita melakukan Bid’ah apalagi kalau di hubungkan dengan keadaan sekarang yg mencampuradukan antara kehidupan dunia dan beragama?
    2.Bilamana kita melakukan bid’ah?
    3.Mungkinkah Hadis Rasulullah SAW tujukan kepada kita umat akhir jaman…?
    4.Rasulullah Saw berkata kepada Saidna Ali Kw “Hai Ali Aku memiliki 2 karung ilmu.yang 1karung Kuberikan kepada semua umatku dan yg 1karung hanya kepada orang2 tertentu” .bagaimana menurut anda (SP) dehubungkan dengan Bid’ah?
    5.Akankah beda jaman beda penerapan?

  3. Syukron sp, artikel yang mantap dipagi hari ^_^

  4. Setahu saya setiap bid’ah dlm ibadah adlh sesat, setiap yg sesat jalannya ke neraka, baik sunnah maupun wajib.

  5. Kita jangan berkutat di masalah Bid’ah. karena devinisi bid’ah masih debatebel.
    bukankah inti dari amaliyah kita adalah menjauhkan dari sifat syirik. karena syirik itu dosa besar. coba kita cari definisi syirik dahulu sebagai landasan kita berdiskusi. setelah sepakat dengan devinisinya kita bisa menilai apakah perbuatan itu syirik atau bukan. karena yg dimaksud dengan bid’ah hasanah oleh imam syafi’i adalah amaliyah yg belum dilakukan oleh Rosul saw tapi mempunya nilai positif dalam islam, inilah bid’ah hasanah menurut Syafi’i.seperti peringatan Maulud Nabi saw, Nuzulul Qur’an, pengumpulan zakat melalui rekening di bank. dll. Wallahu a’lam.

  6. Selain pengertian Bid’ah, Bid’ah Dlalalah dan Bid’ah Hasanah sendiri yg belum begitu jelas, ada istilah lain, yakni Ijtihad yg sering tercampuraduk dgn istilah Bid’ah. Adakah yg bisa menjelaskannya? Dan apa yg dimaksud dgn Ibadah?

    Mohon pencerahan

    Salam

  7. Pertama-tama saya minta maaf pemahaman saya tentang Islam=0…saya hanya blajar mengenai islam dari “Mbah Google”

    Alqur’an adalah dasar kehidupan,kitab suci,sumber ilmu,mujizat Rasulullah yang langsung dijaga oleh Allah mempunya arti yg tersurat dan tersirat.yang tersurat mungkin kita bisa langsung mengerti maksudnya namun yg tersirat hanya Rasulullah dan orang2 berilmu yg mengerti…namun menurut saya kalau memang Firman itu untuk umum dan maknanya tersirat Rasulullah pasti sudah memberitahukan…ga mungkin Ga…kenyataannya apakah sunnah Nabi itu sampai kepada kita secara itu murni ataukah udah ditumpangi atau bahkan ditiadakan.jadi menurut saya semua sudah ada…dan kemurnian itu menurut saya hanya ada pada Ahlulbait yang suci.loginya saya tidak akan menghianati moyang saya.

    Bid’ah Hasanah=Ijtihad ,mungkin beda kata2 aja kali.

  8. Good Point.. 😀
    Kayaknya kita2 harus banyak belajar dari Google.. 😉

    Salam damai

  9. Mbah Google itu Syaikh saya waktu masih cilik :mrgreen:

  10. jangan berdebat sahabat,banyak hal yang mesti kita perbaiki

  11. kalau menurut mas SP sendiri, ada bid’ah terpuji dan bid’ah tercela gak? atau dalam kata lain, mas SP setuju gak dengan Imam Syafi’i?

  12. justru perdebatan kita ini dalam rangka memperbaiki ……….gitulo.

  13. @SP

    Sekrg udah gede, syaikhnya jg udah ganti. Mbah Google ga jelas sanadnya 🙂

    Salam

  14. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan bahwa setiap bid’ah itu sesat. Kalo ada yang menyatakan bahwa ada bid’ah hasanah itu sesuatu yang menurut saya menyesatkan bikin rancu dan mengada-ada, bikin umat bingung. Masak sesat bisa hasanah. Sesat ya sesat, baik ya baik, itu baru masuk akal. Sebagai umat Islam yang selalu dituntut berpikir logis kita wajib tegas mendukung pernyataan nabi bahwa bid’ah itu sesat, tidak bisa sekali waktu menjadi hasanah.
    Menurut fikih, Islam membuka kesempatan untuk suatu amalan yang baik namun sepengetahuan kita tidak dicontohkan Nabi dengan melakukan apa yang dinamakan Ijtihad, di mana bila amalan itu ternyata benar mendapat dua pahala kalo salah memperoleh satu pahala.
    Oleh karena itu orang-orang melakukan amalan baik namun merasa belum ada contohnya sebaiknya menyatakan bahwa amalannya itu merupakan ijtihad ulama. Dan kita punya majlis ulama, minta tolonglah kepada mereka yang sangat kompeten di bidang agama untuk mengklasifikasikan amalan mana saja yang masuk kategori bid’ah dan mana yang merupakan ijtihad ulama. Sebagai contoh peringatan Maulud Nabi saw, sebaiknya dikategorikan sebagai ijtihad ulama, jangan dibilang bid’ah hasanah.
    Malahan sering kita dengar beberapa ustadz yang berlebih-lebihan dan menggelikan (karena tidak logis) mengatakan, “Kalo begitu pesawat dan penemuan-penemuan lain yang berguna bagi manusia, namun tidak ada pada zaman nabi juga bid’ah?, Jadi selama ini kita lebih banyak sesatnya dong karena menggunakannya”. Padahal itu kan sebenarnya ijtihadnya para ilmuwan.
    Jadi sekali lagi tidak perlulah kita sampai menyalahkan pihak lain sebagaimana artikel di atas, yang menurut saya terlalu banyak pendapat ulama sebagai pendukung tulisannya dibanding hadits nabinya. Mari kita dorong MUI untuk merealisasikannya agar umat menjadi tenang. Bukankah itu merupakan tugas mereka?

  15. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan bahwa setiap bid’ah itu sesat..

    ini menurut tafsir (ulama) anda. Ulama lain juga memiliki memiliki tafsir yang berbeda atas teks hadits tsb. Anda (ulama anda) hanya memahami teks secara zahir, ulama lain memahami teks/dalil naqli juga atas makna batinnya maupun konteksnya ==> jangan berfikiran sempit.

    Kalo ada yang menyatakan bahwa ada bid’ah hasanah itu sesuatu yang menurut saya menyesatkan bikin rancu dan mengada-ada, bikin umat bingung.

    Hanya anda (kelompok anda) yang bingung, kami fine2 aja tuh. Ingat yang mengatakan adanya bid’ah hasanah adalah ulama salafus soleh (silakan lebih banyak membaca). Di saat lain anda katakan bhw kita harus merujuk kepada salafus saleh, ketika itu kami lakukan dan berbeda dengan paham dan tafsir ulama kalian ??..hehe kalian jadi dzalim.

    Masak sesat bisa hasanah. Sesat ya sesat, baik ya baik, itu baru masuk akal.

    Ahhh anda sudah sangat fallacy (sesat pikir). Yang hasanah adalah bid’ah (dalam arti luas). Misalnya pesawat dalam arti luas bisa diartikan bid’ah dan dia adalah hasanah. Anda harus memeriksa ulang paham anda. Kalau anda katakan semua bidah adalah sesat, kenapa anda boleh membagi2 jenis bidah, dan kami tidak boleh?? Bukankah ini yang tidak masuk akal?

    Sebagai umat Islam yang selalu dituntut berpikir logis kita wajib tegas mendukung pernyataan nabi bahwa bid’ah itu sesat, tidak bisa sekali waktu menjadi hasanah.

    Sejaka kapan akal dan logika diijinkan di mazhab anda?.. 😉
    Saya pikir mazhab lain sangat logis kecuali mazhab anda.
    Kai sangat mendukung pernyataan Nabi, namun kami tidak mendukung penafsiran anda atas perkataan Nabi (semoga anda bisa membedakan pernyataan Nabi, dan tafsir anda atas pernyataan Nabi).

    Menurut fikih, Islam membuka kesempatan untuk suatu amalan yang baik namun sepengetahuan kita tidak dicontohkan Nabi dengan melakukan apa yang dinamakan Ijtihad, di mana bila amalan itu ternyata benar mendapat dua pahala kalo salah memperoleh satu pahala.

    Hehehe, lagi2 ada melakukan klaim..menurut fikih?? menurut penafsiran anda (ulama anda)==>fikih anda itulah ungkapan yang tepat.
    Suatu amalan yang baru adalah bidah, dan menentukan hukum atas sesuatu (amalan) tsb itulah yang dinamakan ijtihad.
    Saya beri misal: bayi tabung adalah sesuatu yang ada di jaman sekarang dan tidak ada di jaman Rasul (bidah), ketika ulama membuat hukum atasnya, itulah dinamakan ijtihad.

    Oleh karena itu orang-orang melakukan amalan baik namun merasa belum ada contohnya sebaiknya menyatakan bahwa amalannya itu merupakan ijtihad ulama. Dan kita punya majlis ulama, minta tolonglah kepada mereka yang sangat kompeten di bidang agama untuk mengklasifikasikan amalan mana saja yang masuk kategori bid’ah dan mana yang merupakan ijtihad ulama. Sebagai contoh peringatan Maulud Nabi saw, sebaiknya dikategorikan sebagai ijtihad ulama, jangan dibilang bid’ah hasanah.

    Saya malah ingin bertanya kepada anda, apakah ada amalan2 yang belum ada fatwa ulama atas itu? Maulid? sangat jelas fatwa ulama atasnya, hanya anda dan kelompok anda saja yang masih ribut. Apakah anda tidak tahu bahwa kami melaksanakan maulid dengan i’tiqad meneladani salfus saleh?

    Malahan sering kita dengar beberapa ustadz yang berlebih-lebihan dan menggelikan (karena tidak logis) mengatakan, “Kalo begitu pesawat dan penemuan-penemuan lain yang berguna bagi manusia, namun tidak ada pada zaman nabi juga bid’ah?,

    Karena paham anda menggelikan maka argumen menggelikan diperlukan untuk anda.
    Maka apakah bidah menurut definis anda? silakan anda sebutkan disini kalau anda mampu?..:D . Karena pada kenyataannya yang saya temui adalah definisi anda atas bidah akan berubah2 sesuai dengan diskusi, yang akhirnya muter2 dan kehilangan arah, dan diakhiri dengan caci maki.

    Jadi selama ini kita lebih banyak sesatnya dong karena menggunakannya”. Padahal itu kan sebenarnya ijtihadnya para ilmuwan.

    Kalau menurut pemahaman anda atas bidah memang akan begitulah konsekuensinya, makanya kami menyatakan bahwa pemahaman anda atas bidah sangat tidak logis.
    Wahh anda mulai membuat fikih baru nih. Sejak kapan ilmuwan (kafir pula) berhak melakukan ijtihad… 😀
    Penemuan2 adalah bidah (sesuatu yang baru), dan ulama kitalah yang seharusnya membuat hukum (fatwa/ijtihad) atasnya.
    Dalam arti khusus (konteks pada saat Rasul SAW membuat pernyataan tsb) bidah adalah sesat, namun dalam arti luas ada bidah (sesuatu yang baru) yang hasanah.
    Dengan pemahaman kami ini, kami tidak kerepotan/bingung. Dengan pemahaman anda lah umat menjadi bingung.

    Jadi sekali lagi tidak perlulah kita sampai menyalahkan pihak lain sebagaimana artikel di atas, yang menurut saya terlalu banyak pendapat ulama sebagai pendukung tulisannya dibanding hadits nabinya.

    :mrgreen:
    Dimana dalam artikel tsb yang menyalahkan pihak lain?
    Sejak kapan menukil banyak pendapat ulama adalah salah..hehehe..ada2 saja anda ini.
    Anda rupanya tidak pernah bisa paham bahwa dalil naqli itu adalah teks, dimana diperlukan kita untuk memahami/menafsirkannya. Nahh ketika kita anda mengutarakan pendapat anda ats suatu hadits, maka anda sedang mengutarakan penafsiran anda atas teks tsb. Tentunya tafsir yang terbaik adalah tafsir ulama.

    Mari kita dorong MUI untuk merealisasikannya agar umat menjadi tenang. Bukankah itu merupakan tugas mereka?

    Apakah anda tidak kuatir itu akan menyebabkan terlalu banyaknya pendapat ulama?..;)
    Ngomong2 masalah apa yang belum ada putusan ulamanya? Sebagian besar (kalau tidak bisa dikatakan semua) masalah2 yang kelompok anda ributkan sudah selesai oleh ulama2 (MUI).

    Salam damai

  16. trus buat apa kita melkukan ibadah bidah yg tak prnah di ajarkan oleh nabi, sedangkan yg di ajarkan oleh nabi aja ‘maaf’ sering kta tinggalkan, dan sbrapa phala yg kt terima juga nda tau, ato jgan2 itu sia, berbeda dngan ibdah yg lngsung diajarkan oleh rasul, jelas balasannya

  17. TINGGALKAN WEB INI
    DI DALAMNYA BANYAK PEMIKIRAN SYI’AH!!!!!

  18. @cinta hidayah
    Orang ABID FANATIK beda dengan orang ber ILMU

  19. silahkan dibaca, dengan dengan obyektif. jangan anda juga taklid dengan kyai2 anda
    http://rumaysho.wordpress.com/2009/01/28/adakah-bid'ah-hasanah/

  20. Sepertinya pemahaman penulis mengenai atsar pertama (tentang makna kata Bid’ah) mengenai perkataan Umar tentang Shalat Tarawih tidak difahami dengan benar, apa maksud kata Bid’ah itu… apa itu bid’ah secara bahasa atau Bid’ah dalam kaitannya Ibadah yang tidak dicontohkan sebelumnya

  21. @SP
    apakah ini bid’ah atw penentangan?
    1.merubah sesuatu yg sdh ada yg pd hal bisa sj atw tdk ada halangan buat rosul utk melakukanx,
    contoh tarawih(sholat mlm dibln romadhan),bukankah rosul bisa sj melakukan dgn berjamaah n tdk ada halangan bwt beliau utk melaksanakanx
    2.menghilangkan sesuatu yg sdh ada yg diperbolehkan allah n rosulx
    contoh mut’ah(haji n nikah) n hukum waris utk para nabi.

  22. jika udah merugikan orang lain, g pduli bid’ah atopun yang lain, pokoknya udah g perlu dipersoalkan, kecuali itu manfaat ke orang lain, g peduli bid’ah atopun yang lain, itu yg penting…

  23. @muhammad nurudin
    lalu bagaimana menurut anda tentang tindakan beberapa sahabat yg justru telah merugikan Ahlulbayt Nabi Al Kisa as ?

  24. saya rasa muslimin harus mempelajari pendapat2 ulama manapun, mazhab2 apapun itu bahkan Ahmadiyah ataupun pemikiran liberal sekalipun, supaya pada pandai2, janganlah hanya karena merasa takut terpengaruh terus tidak mau belajar, kalau yakin dg keyakinan yg dianut kenapa takut menambah wawasan, inilah biasanya dianjurkan oleh pengikut salafi untuk tidak taqlid pada mazhab/ulamanya saja dan berfikiran terbuka untuk pendapat2 orang lain, dan saya kira ini pendapat yg cerdas

Tinggalkan komentar