Ayat Al Wilayah Al Maidah 55 Turun Untuk Imam Ali

Ayat Al Wilayah Al Maidah 55 Turun Untuk Imam Ali

Menanggapi komentar seseorang dalam tulisan saya Jawaban Untuk Saudara Ja’far Tentang Imamah (Ayat Al Wilayah) maka dengan ini saya nyatakan saya akan berusaha menampilkan tulisan yang akan memperjelas Shahihnya pernyataan Ayat Al Wilayah Al Maidah Ayat 55 Turun Untuk Imam Ali.

Ayat yang dimaksud adalah

Sesungguhnya Waliy kamu hanyalah Allah, RasulNya dan orang-orang yang beriman yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka Ruku’ (kepada Allah).

Kalau terjemahan versi Departemen Agama adalah sebagai berikut

Sesungguhnya Penolong kamu hanyalah Allah, RasulNya dan orang-orang yang beriman yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat seraya mereka Tunduk (kepada Allah).

Ayat di atas diturunkan untuk Imam Ali AS sehubungan dengan peristiwa dimana Beliau memberikan sedekah kepada seorang peminta-minta ketika sedang ruku’ dalam shalat. Ada banyak hadis yang menjelaskan tentang Asababun Nuzul ayat ini . Di antara hadis-hadis tersebut ada yang shahih dan dhaif ,walaupun begitu As Suyuthi salah seorang Ulama Ahlus Sunnah dalam Kitabnya Lubab An Nuqul Fi Asbabun Nuzul menyatakan bahwa sanad hadis tersebut saling kuat-menguatkan. Berikut ini saya akan menampilkan salah satu hadis shahih tentang Asbabun Nuzul ayat tersebut.

.

.

Hadis Shahih Dalam Tafsir Ibnu Katsir
Dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir jilid 5 hal 266 Al Maidah ayat 55 diriwayatkan dari Ibnu Mardawaih dari Sufyan Ats Tsauri dari Abi Sinan dari Dhahhak bin Mazahim dari Ibnu Abbas yang berkata

“ketika Ali memberikan cincinnya kepada peminta-minta selagi Ia Ruku’ maka turunlah ayat “Sesungguhnya Waliy kamu hanyalah Allah, RasulNya dan orang-orang yang beriman yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka Ruku’.”(Al Maidah 55).

Hadis ini diriwayatkan oleh perawi-perawi yang dikenal tsiqah. Walaupun begitu Ibnu Katsir mencacatkan hadis ini karena menurutnya Ad Dhahhak tidak bertemu dengan Ibnu Abbas jadi hadis tersebut Munqathi(terputus sanadnya).
Menurut kami pernyataan Ibnu Katsir tersebut keliru, Ad Dhahhak mendengar dari Ibnu Abbas. Berikut adalah sedikit analisis mengenai sanad Ad Dhahhhak dari Ibnu Abbas.

.

.

Ad Dhahhak bertemu dengan Ibnu Abbas
Dalam kitab As Saghir Al Bukhari dan Tarikh Al Kabir jilid 4 hal 332 Bukhari menyatakan bahwa Ad Dhahhak meninggal tahun 102 H, ada yang mengatakan tahun 105 H dan usianya telah mencapai 80 tahun. Sedangkan Ibnu Abbas meninggal tahun 68 H atau 70 H sebagaimana yang dikatakan Al Bukhari dalam Tarikh Al Kabir jilid 5 hal 3. Hal ini menunjukkan bahwa Ad Dhahhak lahir tahun 22 H atau 25 H sehingga beliau satu masa dengan Ibnu Abbas dan ketika Ibnu Abbas meninggal usia Ad Dhahhak mencapai lebih kurang 45 tahun. Adanya kemungkinan bertemu dan satu masa ini sudah cukup untuk menyatakan bahwa sanad Ad Dhahhak dari Ibnu Abbas adalah bersambung(muttasil) dan tidak terputus(munqathi). Persyaratan ketersambungan sanad dengan dasar perawi-perawi tsiqah tersebut dalam satu masa adalah kriteria yang ditetapkan Imam Muslim dalam kitab hadisnya Shahih Muslim. Maka berdasarkan Syarat Imam Muslim, Adh Dhahhak yang tsiqah satu masa dengan Ibnu Abbas maka sanad Adh Dhahhak dari Ibnu Abbas adalah bersambung atau muttasil.

.

.

Alasan Ulama Menyatakan Inqitha’ Sanad Adh Dhahhak Dari Ibnu Abbas
Lantas Mengapa ada ulama seperti Ibnu Katsir menyatakan bahwa sanad Ad Dhahhak dari Ibnu Abbas adalah terputus atau munqathi?. Hal ini dikarenakan adanya riwayat dalam Kitab Jarh Wat Ta’dil Ibnu Abi Hatim jilid 4 no 2024 dari Abdul Malik bin Abi Maysarah yang berkata Ia pernah bertanya kepada Adh Dhahhak “Apakah kamu mendengar sesuatu dari Ibnu Abbas?”. Adh Dhahhak menjawabnya tidak. Abdul Malik kemudian bertanya “Jadi dari mana kamu ambil cerita yang kamu katakan dari Ibnu Abbas?”. Adh Dhahhak menjawab dari fulan dan dari fulan

.

.

Kritik Terhadap Inqitha’ Sanad Ad Dhahhak Dari Ibnu Abbas
Alasan tersebut tetap saja tidak menafikan bersambungnya sanad Adh Dhahhak dari Ibnu Abbas dengan pertimbangan.

  • Hal ini karena terdapat riwayat yang lain, justru menyatakan bahwa Adh Dhahhak mendengar dari Ibnu Abbas. Ibnu Hajar dalam Tahdzib At Tahdzib jilid 4 hal 398 meriwayatkan dari Abu Janab Al Kalbi yang mendengar Ad Dhahhak berkata “Aku menyertai Ibnu Abbas selama 7 tahun”. Riwayat ini sudah jelas menyatakan bahwa Adh Dhahhak memang bertemu Ibnu Abbas apalagi dikuatkan oleh bahwa beliau memang satu masa dengan Ibnu Abbas.
  • Adh Dhahhak bin Muzahim Adalah seorang tabiin yang terkenal tsiqah dan amanah sedangkan riwayat Ibnu Abi Hatim berkesan beliau meriwayatkan hal yang ia dengar dari orang lain kemudian menisbatkannya kepada Ibnu Abbas tanpa mendengar sendiri dari Ibnu Abbas.
  • Riwayat Ibnu Abi Hatim tertolak(dengan pertimbangan-pertimbangan di atas) atau dapat saja diterima dengan pengertian bahwa apa yang dikatakan Adh Dhahhak itu berkaitan dengan beberapa hadis yang dinisbatkan kepada beliau dari Ibnu Abbas. Padahal beliau sendiri tidak mendengar riwayat itu langsung dari Ibnu Abbas.

.

.

Pernyataan Syaikh Ahmad Muhammad Syakir
Syaikh Ahmad Muhammad Syakir dalam Syarh Musnad Ahmad bin Hanbal telah menolak pernyataan Inqitha’(keterputusan) Adh Dhahhak dari Ibnu Abbas. Beliau menyatakan bahwa hal itu keliru dan beliau telah menshahihkan hadis dengan sanad Adh Dhahhak dari Ibnu Abbas. Salah satunya tertera dalam Musnad Ahmad bin Hanbal jilid 3 Syarh Syaikh Ahmad Muhammad Syakir catatan kaki hadis no 2262, dimana beliau berkata

“…Adh Dhahhak bin Muzahim AlHilali Abu Al Qasim adalah seorang tabiin, dia meriwayatkan dari Ibnu Umar, Ibnu Abbas dan yang lainnya, dia orang yang tsiqah lagi amanah sebagaimana yang dinyatakan Ahmad. Sebagian mereka mengingkari mendengarnya Adh Dhahhak dari Ibnu Abbas atau sahabat lainnya, demikian yang diisyaratkan Al Bukhari pada biografinya dengan ungkapan Humaid ‘mursal’. Mengenai hal ini banyak sekali catatan, bahkan hal itu keliru karena ia meninggal pada tahun 102 ada juga yang mengatakan tahun 105 dan usianya telah mencapai 80 tahun atau lebih…”.

.

.

Semua pertimbangan di atas menunjukkan bahwa yang paling kuat dalam hal ini adalah bahwa sanad Adh Dhahhak dari Ibnu Abbas adalah bersambung atau tidak terputus. Dalam hal ini Ibnu Katsir keliru ketika mencacat hadis tersebut dan derajat hadis tersebut sebenarnya shahih. Wallahu ‘Alam.

Salam Damai :mrgreen:

63 Tanggapan

  1. No komen ah
    Udah jelas banget
    *saya save lagi*

  2. siul-siul
    nunggu “yang gak nyambung” 😆

  3. bersedekap
    nunggu “yang mau berantem” 🙂

  4. Klu parapenganalis tdk berkeberatan blh saya menambahkan satu ayat yg menurut saya memperkuat ayat Al Wilayah yaitu ayat 67 S. Almaidah yg artinya: Hai rasul sampaikan apa yg telah kuturunkan kpdmu dr RabMu. Dan apabila yg ini tdk kau sampaikan maka kau belum menyampaikan semua risalah. Allah akan menjagamu dr manusia. Sesungguhnya Allah tdk memberi petunjuk bg kaum kafir

  5. *SIAP-SIAP BAWA PENTUNGAN*

    kalau ada yang macem-macem, aku gebug. hahahaha….

  6. Jgn kasihan dong pentungan disediakan badi penzina klu nda ada cambuk. Tp rasa blh aja krna yg yg menzinai[memperkosa} kebenaran skrg ini banyak

  7. Mengutip ulama Ahlus Sunnah hanya untuk kepentingan hawa nafsu, dari dulu rafidhah memang terkenal pendusta.

  8. @As Sunnah
    jangan apriori duluan gitu lah …
    dalil boleh sama, pemahaman bisa beda … jadi kalau pengen didengar, ajukan saja pemahaman versi sampeyan 🙂

    saya termasuk orang yang kurang sreg jika ada yang tiba-tiba … ucluk … ucluk … ucluk … bilang si A pendusta, golongan B pendusta. adalah lebih elegan jika memang kita menemukan satu kesalahan, kita fokus pada kesalahan tersebut, jangan merembet kemana-mana.

    dan satu lagi, saya juga salah satu orang yang yakin “jika ada orang yang melakukan kesalahan” itu bukan semata-mata karena dia mencintai kesalahan tersebut, even orang yang jelas-jelas maling pun masih punya alibi atas ke-maling-annya, entah alasan ekonomi … entah alasan ikut-ikutan … dst, artinya apa ?!, “jelas, pada dasarnya dia tidak nyaman dengan tindakan menjadi maling tersebut”.

    maaf, saya nulisnya dengan mengedepankan hawa napsu (tanpa menukil dalil), jadi harap dimaklumi :mrgreen:

  9. Saya takutkan hanya MALING berteriak MALING sehingga malingnya nda ketangkap hehehe intermezo

  10. @almirza
    he he he ada tuh yang nggak nyambung
    antunm jangan menghilang terus
    lama tidak berdiskusi dengan dikau 🙂

    @armand
    semoga saja nggak ada yang berantem ya 🙂
    udah besar akhi :mrgreen:

    @jahil
    Oh ayat itu, saya pernah bahas disini
    silakan dikoreksi 🙂

    @ressay
    jangan digebug akhi :mrgreen:
    mereka butuh kasih sayang 😛

    @As Sunnah
    Saya memang mengutip Ulama ahlussunnah Mas, dan menurut saya. saya gak pake nafsu-nafsuan waktu nulisnya, kan Mas sendiri yang ngotot mau minta sanad yang shahih. sok atuh saya udah tampilkan, maaf kalau nggak puas.

    dari dulu rafidhah memang terkenal pendusta

    ]
    Kalau menurut saya ini gak nyambung Mas dengan tulisan saya. daripada sibuk dengan yang nggak nyambung lebih baik Mas bahas tulisan saya di atas
    salam

    @watonist
    sependapat
    bener Mas beda sih boleh saja tapi gak perlu main tuduh-tuduhan ya :mrgreen:

    @jahil
    semoga saya bukan malingnya 🙂

  11. ya udah deh, aku kasih mawar.

    *tersenyum sambil memegang setangkai mawar merah*

  12. @ secondprince.
    Mana mungkin mas SPkan KPK yg sdg mencari maling hahaha

  13. @jahil
    terimakasih jadi tersanjung
    *padahal KPK juga bisa maling* 😆

  14. jadi pengen ikut nimbrung nich. Surat al-Ma’idah ayat 55 tidak sepenuhnya turun mengenai Sayidina Ali, lihat tuh tafsir Ibn Katsir.
    Apalagi pemahaman bahwa kata Waly diartikan sebagai pemimpin tidak benar. Karena kata waly sendiri adalah akar katanya Walayah bukan Wilayah beda non.
    Dan lagi kalau memang diartikan sebagai kata pemimpin salah total. Karena tidak sesuai dengan korelasi ayat sebelumnya. Baca tuh ayat sebelumnya. apa ente sudah baca?

  15. @Secondprince
    Klu mas SP izinkan utk menjelaskan dlm post ini mengenai Surat al Ma’idah ayat 55 saya akan jelaskan secara terperinci dg nash Alqur’an serta hadis shahih. Terutama yg selalu dipermasalahkan arti Wilayah. Yg saya akan bukti dg nash bahwa : Apakah itu dgn nama khilafah atau Imamah atau Washiyah atau Wiratsah. Semua itu menunjukan kesatu arah yakni IMAM ALI KW ADALAH PEMIMPIN UMAT SETELAH RASUL. terimah kasih. Wasalam

  16. @Gemini
    Baca yang benar kitab tafsir Ibnu Katsir, sanad hadis yang shahih jelas sekali ayat itu turun untuk Imam Ali. seperti yang SP sampaikan, sedangkan pendapat Ibnu Katsir soal pencatatan hadis tersebut sudah dibantah tuh sama SP. Ngapain berdalih dengan urutan ayat, memangnya ayat itu turun berurutan, sudah jelas bukti nyata asbabun nuzulnya shahih untuk Imam Ali. Penyebutan AS untuk Imam Hasan dan Husain adalah hal yang umum bahkan dikalangan para Habib, gak mesti Syiah 😆 . Jangan menggigau sampean, bahkan Bukhari menyebut Sayyidah Fatimah dengan AS :mrgreen: Tunjukkan dalilnya bahwa sebutan AS hanya untuk Nabi? ayo tunjukkan ilmu sampean :mrgreen:

  17. @secondprince
    Saya usul agar Anda menanggapi juga penolakan Ali Al-Salus (& mungkin juga Ibnu Taymiyah) thd sabab-nuzul Al-Maidah ayat 55 yg utk Imam Ali bin Abi Thalib.

    @Mirza
    Bisakah Anda bantu info hadis Bukhori yg menyebut Sayyidah Fathimah dengan ‘alayha al-salam. Saya mau mengoleksinya.

    @aburahat
    Bila Anda belum diizinkan menuliskan penjelasan terperinci Anda di blog ini, saya akan berterima kasih banyak bila Anda mengirimkannya kpd saya via email: bajuri_badr@yahoo.com
    Terima kasih kpd semuanya. Salam ‘alaykum.

  18. @badari
    Krn banyak pandangan manusia sekarang yg berbeda mengenai arti WILAYAH dlm Surah Al Maidah ayat 55 dimana mereka menolak Imam Ali dan Ahlulbaitnya sebagai IMAMAH maka saya akan coba jelaskan melalui beberapa ayat Alqur’an serta Hadis Rasul yg berarti atau mengarah ke IMAMAH.
    1. Dengan kata WILAYAH ( QS 5:55 ) Para mufasir menjelaskan bahwa ayat ini turun utk Imam Ali ketika ia bersedekah dlm keadaan ruku (Ar Razi dlm tafsir al-Kabir : Nuzul ayat ini para ulama, mufasir, fukaha dan ahli hadis tlh sepakat ayat ini utk Imam Ali)
    2.Dengan kata KHALIFAH (QS 26 : 214 )
    Pd. waktu ayat ini turun Rasul dan Imam Ali berdakwa didlm keluarga Abd. Muthalib. Selesai berdakwa Rasul berkata: ” Allah telah memberitahukan padaku utk mengajak kalian kepdNya. Maka siapa yg sanggup mendukung saya atas perkara ini dengan jaminan ia menjadi sdrku, pengemban wasiatku dan KHALIFAHKU di-tengah2 kalian.. Semua terdiam kecuali Imam Ali gy termuda disitu mengatakan : “Saya wahai Nabiyullah siap menjadi pendukung anda.”
    Nabi memegang pundak Ali sambil berkata: ” Sesungguhnya ia adalah sdrku, wasiku dan khalifaku diantara kalian, maka patuhi dan taati dia. ” Kemudian………( Tarikh ath Thabari 2/62-63 ; al Kamil fi at-Tarikh 2/62. Sirah al-Halabiah 1/311 ; Kanz al- Ummal 15/115 hadis no. 334. Khashaish Amir al Mukminin hal 76 no 63.
    3.Dengan kata IMAM.
    Rasulullah bersabda : ” Telah diwahyukan kepadaku ttg Ali 3 perkara ; Sesungguhnya Ali adalah penghulu kaum muslimin, IMAM kaum Muttaqin dan pemimpin kaum ghurrul muhajjalin ( Selain al Hakim jg diriwayatkan oleh ath Thabrani dlm Mu’jam Shagir 2/88 Ibnu al- Maghazili dlm Managibnya hal 65, 104 ; al Khawarizmi dlm Managibnya dll) serta banyak lagi hadis mengenai IMAM.
    4. Dengan kata al-WIRATSAH
    Sabda Rasul: ” Setiap nabi punya pengemban dan pewaris dan sesungguhnya Ali adalah wasi (pengemban wasiat) dan pewarisku ( Sumber hadis dr Ibnu al-Maghazili hal.200 hadis no 238 ; Tarikh Damasqus Ibnu Asakir 3/5 hadis no 1021, 1022 dan banyak lagi )
    Imam Ali bertanya : ” Wahai Rasulullah apa yg aku warisI darimu. Beliau menjawab: ” Apa yg diwariskan oleh para nabi sblmku: Kitab Tuhan mereka dan Sunnah Nabi mereka ( Sumber hadis: Dlm Tadzkirat al-Khawas; Sibthu Ibnu Jauzi ; Kanzul Ummal ; Managib Imam Ahmad bin Hambal dll)
    Semua kata2 tersebut menunujukan kedudukan Imam Ali KW sbg Imam, Khalifah dll

  19. @Gemini
    Ayat itu berdasarkan tulisan saya di atas jelas turun untuk Imam Ali AS, saya sudah baca tafsir Ibnu Katsir Mas
    soal ayat sebelumnya tetap saja tidak menafikan bahwa ayat tersebut turun untuk Imam Ali

    @aburahat
    waduh Mas gak perlu pakai izin segala, langsung aja
    saya izinkan dengan senang hati
    Maaf ya telat nih balesnya

    @Mirza
    sabar, sabar akhi :mrgreen:

    @Badari
    soal Ali As Salus, kekeliruan Beliau dan Ibnu Taimiyyah adalah beliau tidak menganalisis semua jalur sanad yang ada perihal asbabun nuzul ayat tersebut. Karena ternyata terdapat sanad yang shahih perihal ayat tersebut turun untuk Imam Ali seperti yang saya tulis di atas

    @aburaha
    silakan Mas 🙂

  20. @Mas SP
    Saya minta izin krn mengambil alih tanggung jawab mas SP

  21. Dalam kitab As Saghir Al Bukhari dan Tarikh Al Kabir jilid 4 hal 332 Bukhari menyatakan bahwa Ad Dhahhak meninggal tahun 102 H, ada yang mengatakan tahun 105 H dan usianya telah mencapai 80 tahun. Sedangkan Ibnu Abbas meninggal tahun 68 H atau 70 H sebagaimana yang dikatakan Al Bukhari dalam Tarikh Al Kabir jilid 5 hal 3…

    Hahaha….
    Pantesan semua artikel di blog ini pada ngaco semua. Rujukannya banyak yang pake kitab al kabir yak, kitabnya para syiah.

    Mau taqiyah kok bahlul sie, masak mau bohong pake rujukan kitab sesat sendiiri. Ya ketahuan lha ^_^

    Dasar syiah bin majusi amatiran ^_^

  22. Ada yg tdk bisa berhitung tapi suka ngomong. Mengurangi aja dan bisa lalu mencaci orang. Begini, ada yg mengatakan
    “ Dalam kitab As Saghir Al Bukhari dan Tarikh Al Kabir jilid 4 hal 332 Bukhari menyatakan bahwa Ad Dhahhak meninggal tahun 102 H, ada yang mengatakan tahun 105 H dan usianya telah mencapai 80 tahun. Sedangkan Ibnu Abbas meninggal tahun 68 H atau 70 H sebagaimana yang dikatakan Al Bukhari dalam Tarikh Al Kabir jilid 5 hal 3… ”

    Saya heran klu menurut ilmu hitung tg saya pelajari waktu SD maka perhitungan lahirnya Ad Dhahhak adalah 102-80= 42. Jd lahirnya pd thn 42 H. Sedangkan Ibnu Abbas meninggal 68 H jd umur Ad Dhahhak pd waktu itu 24 thn. Mungkin ilmu hitung yg menertawakan hal diatas lain. Atau pengurangannya terbalik jd -24 yah blm lahir si Ad Dhahhak. Apa ini bkn omongan NGAWUR

  23. @Muhibbin

    Hahaha….
    Pantesan semua artikel di blog ini pada ngaco semua. Rujukannya banyak yang pake kitab al kabir yak, kitabnya para syiah.

    Maafkan Mas kalau kali ini Mas benar-benar salah besar, Kitab Tarikh al Kabir adalah Kitab karya Al Bukhari Mas, kok Mas bilang kitabnya para Syiah, heran sekali saya . Sejak kapan Bukhari jadi Syiah
    Apa ini Mas dapat dari Habib Mas? Kalau begitu maafkan kalau saya menyatakan tidak percaya dengan Mas yang katanya belajar dari Habib. Heran saja saya kalau ada Habib yang tidak tahu Kitab Tarikh Al Kabir, Al Bukhari. Hmm jangan-jangan memang begitu Habibnya Mas, wah sayang sekali saya gak jadi iri nih :mrgreen:

    Mau taqiyah kok bahlul sie, masak mau bohong pake rujukan kitab sesat sendiiri. Ya ketahuan lha ^_^

    saya nggak pernah taqiyyah, jangan terlalu banyak menghina kalau Mas sendiri keliru besar. Kan sayang kalau merendahkan orang lain karena praduga dan keterbatasan ilmu. Mari belajar Mas dan gak perlu menghina 🙂

    Dasar syiah bin majusi amatiran ^_^

    Pakai menghina syiah pula, wah banyak sekali yang sudah anda hina

  24. arti kata wali apa sih mas? saya kok bingung

  25. Semua pertimbangan di atas menunjukkan bahwa yang paling kuat dalam hal ini adalah bahwa sanad Adh Dhahhak dari Ibnu Abbas adalah bersambung atau tidak terputus. Dalam hal ini Ibnu Katsir keliru ketika mencacat hadis tersebut dan derajat hadis tersebut sebenarnya shahih. Wallahu ‘Alam.
    riwayat dalam Kitab Jarh Wat Ta’dil Ibnu Abi Hatim jilid 4 no 2024 dari Abdul Malik bin Abi Maysarah yang berkata Ia pernah bertanya kepada Adh Dhahhak “Apakah kamu mendengar sesuatu dari Ibnu Abbas?”. Adh Dhahhak menjawabnya tidak. Abdul Malik kemudian bertanya “Jadi dari mana kamu ambil cerita yang kamu katakan dari Ibnu Abbas?”. Adh Dhahhak menjawab “dari fulan dan fulan”.

    Sebenarnya jelas. Adh Dhahhak sendiri pada hadits tersebut mengatakan ia tidak mengambil dari ibnu Abbas walau ia hidup sejaman dengan ibnu Abbas dan menyertainya selama 7 tahun…
    Lalu dari mana ia mengambil…? mursal..

  26. @abdul aziz
    banyak artinya kok, ada yang mengartikan penolong, teman, yang berhak atau pemimpin. silakan bingung 🙂

    @toniadq

    Sebenarnya jelas. Adh Dhahhak sendiri pada hadits tersebut mengatakan ia tidak mengambil dari ibnu Abbas walau ia hidup sejaman dengan ibnu Abbas dan menyertainya selama 7 tahun…
    Lalu dari mana ia mengambil…? mursal..

    Oh ya benar sekali Mas sangat jelas malah dan saya pun akan menyatakan itu mursal jika saya hanya mengetahui riwayat itu saja. Bukankah dalam tulisan di atas sudah saya muat bahwa ada kesaksian lain bahwa Ad Dhahhak memang menyertai Ibnu Abbas. Oleh karena itu saya menafsirkan riwayat Abdul Malik bin Abi Maisyarah sebagai terbatas pada hadis-hadis tertentu yang dikatakan bahwa Ad Dhahhak mendengar dari Ibnu Abbas padahal Ad Dhahhak sendiri berkata bahwa dia tidak menyandarkan hadis itu kepada Ibnu Abbas. Itu penafsiran saya, silakan tanggpannya.
    Pernah baca Musnad Ahmad tahqiq Syaikh Ahmad Syakir, beliau menshahihkan hadis Ad Dhahhak dari Ibnu Abbas dan menolak pernyataan terputus atau munqathi. Dan untuk bagian ini saya sependapat dengan beliau 🙂
    Salam

  27. trs makna yang benar apa?

  28. ga salah tuh, klo gitu imam ali batal donk sholatnya, klo gitu imam ali ga taat ma kewajibannya sendiri, yang benar aja bikin dalil

  29. yang punya situs dah belajar ilmuagama pa belum yagh?

  30. @abdul aziz
    silakan dicari, dalam masalah ini saya belum tahu yang bener itu apa?.

    @al fakir
    pendapat saya shalatnya gak batal kok Mas, dalilnya sudah saya jelaskan disini, silakan dibaca
    Jawaban Buat Saudara Ja’far Tentang Ayat Al Wilayah
    Kalau anda kurang berkenan maka saya bisa kupipes salah satu

    “Dari Abu Qatadah Al-Anshari berkata, ‘Aku melihat Nabi Shallallaahu alaihi wasallam mengimami shalat sedangkan Umamah binti Abi Al-’Ash, yaitu anak Zainab putri Nabi Shallallaahu alaihi wasallam berada di pundak beliau. Apabila beliau ruku’, beliau meletak-kannya dan apabila beliau bangkit dari sujudnya beliau kembalikan lagi Umamah itu ke pundak beliau.” (HR. Muslim)

    Saya kira Rasulullah SAW adalah manusia yang paling paham soal batal atau tidaknya shalat. Silakan direnungkan 🙂

    @chall
    terimakasih sudah mengingatkan
    semoga Allah SWT memberikan kemudahan bagi saya untuk terus belajar 🙂

  31. […] telah menemukan sanad yang shahih mengenai riwayat ini dalam tafsir Ibnu Katsir. Saya telah membuat tulisan khusus yang membantah pernyataan dhaif dari Ibnu Katsir. Jadi JR berhujjah dengan hadis atau riwayatnya dan bukan berhujjah dengan Ibnu […]

  32. togZql comment4 ,

  33. Anda bersikeras bahwa Adh-Dhahhak bertemu dgn Ibnu Abbas dgn alasan dia sudah bertetangga dgn Ibnu Abbas selama tujuh tahun? Riwayat siapa itu? Shahihkah riwayat yg menyatakan itu? Silahkan dijawab.

  34. Anda bersikeras bahwa Adh-Dhahhak bertemu dgn Ibnu Abbas dgn alasan dia sudah bertetangga dgn Ibnu Abbas selama tujuh tahun? Riwayat siapa itu? Shahihkah riwayat yg menyatakan itu? Silahkan dijawab

    Ah itu riwayat Abu Janab dan dia sendiri memang banyak pembicaraan terhadapnya ada yang menta’dilkannya dan ada pula yang menjarhnya. Silakan kalau anda mau berpegang pada mereka yang menjarhnya sedangkan saya menyatakan kalau jarh terhadapnya dikarenakan ia melakukan tadlis dan ini berlaku buat hadis-hadisnya sedangkan kesaksian Abu Janab Al Kalbi di atas bukan tentang hadis tetapi tentang riwayat kalau Dhahak bertetangga dengan Ibnu Abbas. btw sekalipun anda menolak riwayat ini dan menyatakan Dhahhak tidak bertemu dengan Ibnu Abbas tetap saja riwayat ini shahih karena Dhahhak mengambil tafsir Ibnu Abbas dari Sa’id bin Jubair yang dikenal tsiqah. Begitulah yang dikatakan oleh para ulama seperti Ahmad dan Ibnu Abi Hatim.

  35. Andai tidak ada pernyataan dari Adh-Dhahhak sendiri bahwa dia tidak pernah mendengar dari Ibnu Abbas maka pernyataan Abu Janab itu masih bisa dipertimbangkan. Tapi persoalannya adalah karena bertentangan dgn pernyataan ADh-Dhahhak sendiri.

    Sekiranya Adh-Dhhak tegas mengatakan bahwa dia mengambil tafsir surah Al-MAidah itu dari Sa’id bin Jubair maka hilanglah syubhat inqitha`, yg jadi soal karena dia tidak dgn tegas dari mana dia mengambil tafsir kali ini, bisa jadi dari sumber yg hanya katanya dan katanya…Bukankah untuk itulah kita mempelajari adanya ittishal dan inqitha’, kalau semuanya dianggap ittishal ya berarti tidak ada namanya inqitha’, sebab bisa jadi si Fulan mengambilnya dari Si Fulan yg tsiqah, sehingga ntuk menetapkan keshahihan riwyaat kita memakai metode “bisa jadi”.

  36. @anti taqiyah

    Andai tidak ada pernyataan dari Adh-Dhahhak sendiri bahwa dia tidak pernah mendengar dari Ibnu Abbas maka pernyataan Abu Janab itu masih bisa dipertimbangkan.

    kayaknya riwayat Abu Janab itu perkataan Adh Dhahhak juga deh. seharusnya kalau mau digabungkan masih bisa kok. Awalnya Adh Dhahhak tidak mendengar dari Ibnu Abbas tetapi di tahun2 terakhir hidupnya ia telah bertetangga dengn Ibnu Abbas selama 7 tahun. masih klop tuh 🙂

    Tapi persoalannya adalah karena bertentangan dgn pernyataan ADh-Dhahhak sendiri.

    masih bisa dikompromikan tuh. Itu semua kan perkataan Adh Dhahhak.

    Sekiranya Adh-Dhhak tegas mengatakan bahwa dia mengambil tafsir surah Al-MAidah itu dari Sa’id bin Jubair maka hilanglah syubhat inqitha`,

    Justru yang menyatakan inqitha’ itu adalah para ulama. dan para ulama juga menyatakan kalau Adh Dhahhak itu mengambil tafsir Ibnu Abbas dari Said bin Jubair. Kasus seperti ini kan mirip sekali dengan Tafsir Ali bin Abu Thalhah dari Ibnu Abbas. Para ulama tetap berpegang pada tafsir itu sekalipun Ali bin Abi Thalhah tidak bertemu dengan Ibnu Abbas karena para ulama menegaskan kalau ia mengambil tafsir dari Mujahid.

    yg jadi soal karena dia tidak dgn tegas dari mana dia mengambil tafsir kali ini, bisa jadi dari sumber yg hanya katanya dan katanya…

    tapi katanya katanya itu kata siapa 🙂

    Bukankah untuk itulah kita mempelajari adanya ittishal dan inqitha’, kalau semuanya dianggap ittishal ya berarti tidak ada namanya inqitha’, sebab bisa jadi si Fulan mengambilnya dari Si Fulan yg tsiqah, sehingga ntuk menetapkan keshahihan riwyaat kita memakai metode “bisa jadi”.

    Secara umum memang begitu ilmu hadis, tetapi secara mendetail faktanya tidak selalu begitu. Saya kasih contoh adalah tentang mudallis. banyak tuh para ulama yang dikatakan mudallis tetapi ‘an ‘an ah mereka diterima karena mereka hanya mentadliskan sanad dari para perawi tsiqat atau hanya sedikit melakukan tadlis. Mereka tidak selalu menyebutkan siapa perawi dari hadis yang mereka tadliskan, yah namanya saja tadlis pasti sumbernya tidak jelas. Nah anehnya banyak tuh mudallis yang dijadikan hujjah, mereka ini yang kata Ibnu hajar masuk dalam kategori mudallis martabat pertama dan kedua. bahkan Imam Malik, Imam Bukhari, Yahya, Sufyan juga tidak lepas dari tadlis seperti ini.

    Sama saja tuh dengan anggapan mereka sedikit melakukan tadlis lantas siapa yang bisa menjamin kalau hadis an an ah mereka bukan tadlis lha bisa jadi itu juga termasuk tadlis yang sedikit itu kan. Makany secara metodis para ulama tetap menjadikan riwayat mudallis martabat pertama dan kedua sebagai hujjah.

    Begitu pula kasus inqitha’ yang dituduhkan pada Adh Dhahhak, para ulama menegaskan kalau Adh Dhahhak mengambil tafsir Ibnu Abbas dari Said bin Jubair, ini adalah petunjuk yang menguatkan keshahihan, bukan sekedar bisa jadi. Satu lagi saya kasih contoh, banyak para perawi tsiqat bukan pentadlis meriwayatkan hadis dari perawi tsiqat lain yangs semasa tetapi inqitha’. nah dari mana tahunya inqitha’ lagi-lagi dari perkataan ulama jarh wat ta’dil. terkadang ulama itu sendiri tidak hidup semasa dengan perawi tersebut tetapi perkataannya diterima. sama halnya dengan kasus Adh Dhahhak dari Ibnu Abbas, riwayatnya bisa diterima karena para ulama telah menetapkan bahwa Adh Dhahhak mengambil tafsir Ibnu Abbas dari Said bin Jubair. bukankah perkataan ulama itu dijadikan hujjah dalam perkara jarh wat ta’dil seperti ini.

  37. SP: erkadang ulama itu sendiri tidak hidup semasa dengan perawi tersebut tetapi perkataannya diterima.

    Lalu mengapa anda menolak penilaian Adz Dzahabi terhadap Ibnu Abi Darim, padahal Al Hafizh Ibnu Hajar pun telah menyetujui pernyataan Adz Dzahabi itu sehingga memasukkannya lagi tanpa membantah dalam Lisan Al Mizan??

    Bukankah cukup jelas bahwa Adz Dzahabi menukil itu dari Al Hakim dan Ibnu Ahma Al Kufi? Anda malah mempertanyakan sanadnya, bukankah anda sendiri yg mengatakan kepada Abu Al Jauza bahwa tak semua jarh wa ta’dil dari ulama mu’tabar itu butuh sanad??

    Tambahan lagi, Adz-Dzahabi mengindikasikan nukilannya dari Ibnu Hammad Al Kufi dari kitab, karena dia menyebutkan “setelah dia (Ibnu Hammad) menyebutkan tarikh wafatnya (Ibnu Abi Darim)….” dan bisa saja kitab itu tidak sampai kepada kita, betapa banyak kitab yg ada di tangan ulama seperti Adz Dzahabi dan Ibnu Hajar yg tidak sampai kepada kita.

    Lalu tak satupun ulama setelah Adz Dzahabi dan Ibnu Hajar yg menentang pernyataan mereka yg menganggap Ibnu Abi Darim itu rafidhi ghairu tsiqah atau kadzdzab. Andai mereka anggap salah tentu mereka sudah menentangnya.

  38. @anti taqiyah ala syiah

    SP: erkadang ulama itu sendiri tidak hidup semasa dengan perawi tersebut tetapi perkataannya diterima.

    lha iya toh, kalau hal begini mau pakai sanad bisa kacau balau ilmu hadis sekarang. tapi yang aneh itu kayaknya para ulama hadis itu berasa-rasa bangga bener sampai ada anekdot “sanad itu separuh dari agama” nyatanya biasa saja tuh, sebagai sebuah metode kaidah ilmu hadis gak “emas-emas amat” 🙂

    Lalu mengapa anda menolak penilaian Adz Dzahabi terhadap Ibnu Abi Darim,

    kan sudah disebutkan sebelumnya kalau Adz Dzahabi itu mengalami tanaqudh. Kalau memang ia mencela Ibnu Abi Darim ngapain ia menyatakan Ibnu Abi Darim Al Hafizh Al Imam Fadhl, kalau ia mencela hadis-hadisnya Ibnu Abi Darim maka ngapain ia menshahihkan hadis-hadis Ibnu Abi Darim. Saya tanya anda nih, mengapa anda gak ikut Adz Dzahabi menshahihkan hadis-hadis Ibnu Abi Darim?

    padahal Al Hafizh Ibnu Hajar pun telah menyetujui pernyataan Adz Dzahabi itu sehingga memasukkannya lagi tanpa membantah dalam Lisan Al Mizan??

    lha itu berarti Ibnu Hajar dalam perkara ini hanya taklid semata kepada Adz Dzahabi dan kebanyakan memang begitulah, lisan al mizan biasanya cuma pengulangan mizan al itidal plus kalau ada keterangan lain.

    Bukankah cukup jelas bahwa Adz Dzahabi menukil itu dari Al Hakim dan Ibnu Ahma Al Kufi?

    Sepertinya saya sudah bahas masalah penukilan Al Hakim. Al Hakim sendiri dalam Al Mustadrak telah berhujjah dengan hadis Ibnu Abi darim yang merupakan gurunya sendiri. Jika Al Hakim menganggap Ibnu Abi Darim tidak tsiqah mengapa Al Hakim selalu menshahihkan hadis-hadis gurunya itu?. Disini saja kalau kita berpegang dengan metode yang benar maka apa yang dinyatakan Al Hakim dalam Al Mustadrak jelas lebih bernilai dibanding penukilan Adz Dzahabi yang jelas-jelas bertentangan dengan pernyataan Al Hakim sendiri.

    Anda malah mempertanyakan sanadnya, bukankah anda sendiri yg mengatakan kepada Abu Al Jauza bahwa tak semua jarh wa ta’dil dari ulama mu’tabar itu butuh sanad??

    Karena dalam perkara ini memang dibutuhkan hal seperti itu, buktinya Adz Dzahabi sendiri masih menshahihkan hadis-hadis Ibnu Abi darim lha bukankah ini namanya “aneh”. kalau satu dua kali mah bisa saja dibilang waham tetapi tuh berkali-kali ia bilang shahih ni kan bukti kalau Adz Dzahabi sendiri tidak mempermasalahkan hadis Ibnu Abi darim. Seperti yang saya bilang Adz Dzahabi itu mengalami tanaqudh soal Ibnu Abi darim maka dari itu sangat perlu sekali untuk mencari bukti yang benar-benar kuat.

    Tambahan lagi, Adz-Dzahabi mengindikasikan nukilannya dari Ibnu Hammad Al Kufi dari kitab, karena dia menyebutkan “setelah dia (Ibnu Hammad) menyebutkan tarikh wafatnya (Ibnu Abi Darim)….” dan bisa saja kitab itu tidak sampai kepada kita, betapa banyak kitab yg ada di tangan ulama seperti Adz Dzahabi dan Ibnu Hajar yg tidak sampai kepada kita.

    tidak ada masalah tuh, mau kitab atau orang tetap perlu dinilai kredibilitasnya, itu kalau mau mencari bukti yang kuat. Kalau mau asal taklid yo wes. Bagi saya pribadi, Al Hakim sebagai ulama yang belajar dan mengambil langsung hadis Ibnu Abi Darim tentu lebih mengenal Ibnu Abi Darim. Lucunya Ibnu Hammad itu kayaknya juga menyampaikan kata-kata penta’dilan kepada Ibnu Abi Darim 🙂

    Lalu tak satupun ulama setelah Adz Dzahabi dan Ibnu Hajar yg menentang pernyataan mereka yg menganggap Ibnu Abi Darim itu rafidhi ghairu tsiqah atau kadzdzab. Andai mereka anggap salah tentu mereka sudah menentangnya.

    Ya tak satupun menentang karena mereka tidak memiliki bukti atau dasar untuk menentangnya. toh mereka juga tidak mengenal keterangan seperti itu di kitab lain atau sanad yang sampai kepada mereka. Intinya jarh terhadap Ibnu Abi darim itu dikarenakan tuduhan rafidhah dan ini kayaknya bukan jarh yang tsabit karena cukup banyak rafidhah yang dikenal jujur seperti Abbad bin yaqub. Seorang yang dikatakan rafidhah bisa saja ditolak pendapat atau penafsirannya tetapi diterima periwayatannya dalam hadis karena ia seorang yang shaduq atau tsiqat bukankah ini yang terjadi pada Abbad bin Yaqub. Kalau anda mau mempermasalahkan Ibnu Abi darim yang katanya mencela sahabat lalu bagaimana anda bersikap terhadap para nashibi yang membenci dan mencaci Imam Ali tetapi tetap dinyatakan tsiqat oleh para ulama?.Mengapa ulama2 itu tidak menuduh mereka kadzdzab karena telah mencela sahabat? silakan dijawab 🙂

  39. Pantaskan agama Allah yg suci ini diamanahkan pada org yg plin-plan semacam adz-Dzahabi?? Untuk agama sesuci Islam gak pantas, tapi kalau utk agama Salafy Qarnu Syaithan dari Najed pantas, pantas banget.

  40. @All

    Sebagai bahan pemikiran saja. Di ayat ini disebutkan “menunaikan zakat”. Namun di beberapa penafsiran atas nuzulnya disebutkan sebagai “shadaqah”. Bukankah menunaikan zakat, yg kita kenal, adalah ada batas waktu dan batas nilainya? Dengan demikian berbeda dgn shadaqah? Apakah Imam Ali saat itu sedang mengeluarkan zakat beliau?

    Salam

  41. Saudara SP, Baik Al Hakim maupun Adz Dzahabi pernah melakukan tanaqudh, apakah anda ingin menutup mata kalau dalam kitab Al Hakim dan talkhish Adz Dzahabi banyak yg kecolongan menshahihkan hadits dimana mereka sendiri menganggapnya rawinya palsu di tempat lain?
    Kalau sudah demikian keadaannya maka kita harus menilai secara tarjih sebenarnya bagaimana penilaian yg bersangkutan terhadap ulama tersebut. Artinya, yg terpakai dari perkataan AL Hakim maupun Adz Dzahabi ketika menilai seseorang adalah pernyataan jarh dan ta’dil yg bersumbe dari mereka, bukan riwayat mereka.
    Anda katakan: Ya tak satupun menentang karena mereka tidak memiliki bukti atau dasar untuk menentangnya. ”

    Kalau begitu apa anda punya bukti untuk menentangnya? Apa anda merasa lebih pntar dari mereka.

    Betapa banyak perkataan Adz Dzahabi maupun Ibnu Hajar ttg seorang rawi yg tidak kita temukan sanadnya atau sumbernya di kitab yg mereka nukil, karena bisa jadi kitab tersebut memang tidak sampai kepada kita.

    Kalau anda berdalil bahwa ada orang syiah yg dipakai riwayatnya, maka dalam kaedah jarh wat ta’dil ahlus sunnah seseorang yg jujur tapi dia ahli bid’ah maka riwayatnya bisa dipakai bila tidak mendukung kebid’ahannya, berbeda dgn Ibnu Darim di atas, karena salah satu kebid’ahan syiah adalah sering berdusta ttg keutamaan Ali dan Ahlul Bait (Ini bukan berarti tidak ada riwyaat yg shahih ttg keutamaan mereka).

    dan tidak bisa disamakan antara Abbad dgn Ibnu Abi Darim, karena Abbad di nilai jujur, sedangkan Ibnu Abi Darim dinilai kadzdzab. Jadi, penyebutan hafzih sama sekali tidak berarti kalau yg bersangkutan adalah pendusta, atau ahli bid’ah yg riwayatnya itu membela kebid’ahannya.

    Masalah orang-orang Nashibi, apakah riwayat mereka yg dishahihkan para ulama itu mendukung kebid’ahan mereka? Coba sebutkan mana riwayatnya.

    Jadi, untuk kasus Ibnu Abi Dari dan selainnya cukuplah penilaian Adz Dzahabi yg diperkuat ole Ibnu Hajar yg menukil dari perkataan Al Hakim sendiri sebagai penentu kredibitasnya, sebab kalau tidak demikian maka buang saja kitab-kitabnya Adz Dzahabi dan Ibnu Hajar karena apa gunanya, toh mereka tak layak terpakai sebagai ulama jarh wa ta’dil bila tidak ada sanad. Kalau kita temukan sanadnya langsung di kitab lain, apa gunanya kita memakai bukunya Adz Dzahabi dan Ibnu Hajar lagi? Toh mereka cuma main kutip sama dgn kita?

  42. @anti taqiyah ala syiah
    karena salah satu kebid’ahan syiah adalah sering berdusta ttg keutamaan Ali dan Ahlul Bait (Ini bukan berarti tidak ada riwyaat yg shahih ttg keutamaan mereka)…???

    Tidak usah bawa pikiran apriori model beginian.
    fokus aja, g enak bacanya.

  43. @second[rince mengatakan :

    “lha iya toh, kalau hal begini mau pakai sanad bisa kacau balau ilmu hadis sekarang. tapi yang aneh itu kayaknya para ulama hadis itu berasa-rasa bangga bener sampai ada anekdot “sanad itu separuh dari agama” nyatanya biasa saja tuh, sebagai sebuah metode kaidah ilmu hadis gak “emas-emas amat” ”

    kalau sudah begitu, ketauan sekali tingkat respek anda terhadap ilmu mustholahul hadits ahlus sunnah. pertanyaan :

    1. Mengapa anda susah-susah mempelajari ilmu yg menurut anda biasa2 saja?
    2. Mengapa anda kok tampak bersikukuh terhadap suatu riwayat, sedangkan metodenya menurut anda biasa-biasa saja?
    3. Kalau bukan kaidah ilmu hadits sunni, kaidah ilmu hadits kelompok mana yg menurut anda tidak biasa dan emas? tolong tunjukkan jika ada.
    4. jika anda menjawab poin no. 3 dg tidak ada, sungguh kasihan, ternyata anda selama ini tidak punya pegangan yang dibanggakan atau yang emas.

  44. Mo nanya dikit…
    Kalo daku sih tidak hendak membahas dari sisi shahih atau tidaknya asbabun nuzul ayatnya tapi dari sisi apakah makna surat Al Maidah ayat 55 itu memang benar2 berarti yang berhak menjadi khalifah itu HANYALAH ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu’anhu?

    Semoga ada yang mau menjawabnya…..

  45. utk lebih mudah dicerna,krn mereka yg bersikukuh bhw riwayat tsb lemah,
    maka sy bertanya kpd yg menyatakan sprt itu.
    apakah anda memiliki asbabunnuzul yg berbeda ttg ayat almaidah 55?
    Dan siapakah yg bersedakah seraya ruku tsb selain imam ali?
    sehingga anda jgn cuma terlihat HASUT n DENGKI terhadap Imam ali as
    silahkankan yg punya riwayat berbeda…..

  46. Hati mereka memang sudah membatu ,,,
    mereka tidak rela keluarga darah daging nabi ternyata memiliki keutamaan yang lebih dibanding sahabat2 idola mereka ….
    Jelas2 hadits diatas diambil dr kitab ahlussunnah sendiri …
    Tapi memang susah kalau hati telah membatu ..

  47. @damai dihati
    Bukan saja QS Al Ma’idah saja yang megisyaratkan Imam Ali as sebagai Khalifah masih banyak Firman Allah yang lain lagi, yang dijelaskan Rasul. Wasalam

  48. syi’ah benar-benar pendusta,musuh islam,jauh dr ajaran islam yg bnar,n mrupakan antek yahudi krn mmiliki kesamaan dgn yahudi.

  49. @abu amr
    Apakah anda tidak salah bung? Sebab kenyataannya Wahaby/salafy yang sering membantu .Apakah nda kebalik? Kelihatan anda berada jauh dari kenyataan

  50. wali disini yang dimaksud wali yang sebagai orang tua atau wali yang sebagai pemimpin kita,.

  51. Kepemimpinan Illahiyah.
    1. Siapa Yang Maha Sempurna?………………..Jawab
    2. Siapa manusia yang sempurna?………………….Jawab…
    3. Sesuatu y sempurna pasti melahirkan y sempurna…………? siapakah DIA?…………..jawab

  52. Asababun nuzulnya adalah berhubung Ali menolong orang yang miskin.Jadi perkataan wali di dalam ayat adalah tepat jika diartikan sebagai penolong.

  53. ilham othmany, on Agustus 14, 2011 at 9:18 pm said:
    Asababun nuzulnya adalah…..

    Saya amati Tuan ilham othmany adalah seorang pakar bahasa arab, mungkin bahasa AlQuran juga.
    Tolong jelaskan kepada kami (orang melayu) apa arti “INNAMAA” dalam awal ayat pada AlMaidah:55. Nanti ada pertanyaan sambungan dari saya pribadi.
    Jazakalloh.

  54. Dalam bahasa Arab innamaa berarti hanya sanya.Di dlam ayat al wilayah yang dibincangkan penggunannya adalah lil ta’kid-utk menguatkan dan bukan lil hasri-utk pembatasan.Buktinya Allah menggunakan dhamir jama’ yaitu mereka yang mengeluarkan zakat sedangkan mereka ruku’.
    Perhatikan perkataan innama digunakan dalam hadis “innamal a’maalu binniyaat”-Hanyasanya amalan itu adalah dengan niat.Adalah konyol jika kita menjadikan perkataan innamaa dalam hadis ini sebagai dalil membataskan sesuatu amal itu hanya niat semata-mata.Adakah kita bersembahyang hanya dengan niat saja tanpa lain-lain rukuk dan sujudnya?
    Jadi sungguhpun ayat al wilayah yang kita bincangkan ini asbabun
    nuzulnya adalah khusus kepada sayidina Ali seorang namun pengajarannya adalah umum mencakup semua para sahabat bahkan semua orang yang beriman sepanjang zaman berdasarkan kepada lafaznya yang umum.Sila rujuk kaedah-kaedah tafsir dalam hal ini. Usul tafsir mengatakan “al ibrah bi umumillafzi laa bikhususissabab.”-Pengajaran dari sesuatu ayat Al Quran itu diambil daripada lafaznya yang umum dan bukan dari sebabnya yang khusus.Dari kelmarin saya sudah sarankan.Belajar lagi.Tambah ilmu biar pinter.Jangan mudah ditipu oleh pihak yang berkepentingan.

  55. syiah laknatullah’alaih…aaamiiin…qilabunaar…aaamiiin…kerak neaka amiiin

  56. Dizaman jahiliyah sebelum Islam mereka bertawah telanjang sambil berteriak dan melaknat

  57. apakah tujuan turunnya ayt 55,kalau dilihat dg menggunakan al furqan,jelas disitu ada kesalahan yg harus diluruskn.kalau ada yg bilang kalau zakat dn shodaqoh itu adalah hal yg berbeda,menurut sy itu pemahaman yg salah,krn shodaqoh adalah metode mengeluarkan zakat selain kpd amil zakat.kemudian apa yg dilakukn ali jgn di samakn dg apa yg dilakukan Rassul yg sholat sambil momong,krn yg dilakukn ali adalah mengumpulkn dua perkara yg berbeda yg keduanya pny hukum yg berbeda.Firman Allah pasti terjadi,kalau firman pd ayt itu untuk wilayah ali,sesungguhnya Allah tdk akn mengingkari janjinya untuk menjadikan ali sebagai penerus Rassul,tp yg terjadi tdklah demikian,berarti benarlah janji Allah dg kalimat “alladzina amannu”,berarti bukan untuk ali,melainkan untuk orang2 yg beriman.riwayat hadist memang tentang ali,tp pada sisi yg lain,para ahli hadist tdk ada yg membahas mengenai tujuan ayt diturunkan,melainkan hny tentang asbabunnuzul dn keshahihan hadist.

  58. Panjangnya pebahasan yang sepertinya susah diterima bagi yang perlu pointnya saja,
    Kalo Al Maidah 55 turun untuk Imam Ali, didalam ayat tidak disebutkan
    kata “Ali”

    Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).

    Penafsirannya secara umum Penolong Itu Allah dan Rasul-Nya (Muhammad.saw ) dan orang yg beriman (yg Sholat,berzakat dan tunduk kpd Allah) / orang yang Soleh.

    Penolong apa Ampunan Allah, Syawaat Nabi, dan do’a orang2 Soleh

    Penolongnya nggak ada disebut Imam Ali…bagaimana..?
    ..yg Sholat,berzakat dan tunduk kpd Allah.. ya para orang Soleh yang mendoakan mohon Pertolongan…..Begitu saja.

    Surah Muhammad ada (QS.47)
    2.Dan orang-orang mukmin dan beramal soleh serta beriman kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad dan itulah yang haq dari Tuhan mereka,

    Rasanya Al Maidah 55 nggak menyebutkan …kata imam Ali…
    Jadi ya bersifat umum saja (yg Sholat,berzakat dan tunduk kpd Allah)

    Kalo diutak dan utik dari kesksian / kayak Injil jadinya …wah bisa – bisa jadi repot.

    Bukankah Nabi Muhammad saw adalah seorang yg Tabligh
    dan tidak mungkin kalo itu diturunkan untuk Imam Ali ? pasti disampaikan dengan jelas…bukan bahasa simbul atau rahasia.

    Ya kita ringan-ringan saja kalo nggak nyambung setidaknya maksudnya sudah kesampaian.

    allahualam

  59. Imam Ali as…. imamku….

  60. Jangan mencari PEMBENARAN,,,,
    TAPICARILAH KEBENARAN…!!
    AYAT ITU SECARA HADIST MEMANG BUAT IMAM ALI AS.
    BAGI ANDA YG KULUBIBIMMARET’/PENYAKIT HATI TDK SUKA DG POSISI IMAM ALI, TUNGGU KELAK DI AKHIRAT.
    WASSALAM

Tinggalkan komentar