Sujud Dengan Mendahulukan Kedua Lutut
Berbeda dalam masalah Fiqh adalah hal biasa dalam Islam. Hal ini dikarenakan terjadi perbedaan sudut pandang dalam melihat suatu dalil. Oleh karena itu seyogianya perbedaan dalam masalah fiqh disikapi dengan bijak tanpa menyudutkan atau merendahkan orang lain yang mempunyai pendapat yang berbeda.
Kali ini saya akan membahas salah satu masalah Fiqh dalam shalat yaitu berkenaan dengan sujud. Sudah dari dulu saya mengenal bahwa sujud dalam shalat dilakukan dengan mendahulukan kedua lutut baru kemudian kedua tangan. Hal ini berbeda dengan sebagian orang yang menamakan dirinya pengikut Salafy. Sebagian mereka menyatakan bahwa sujud dalam shalat yang benar adalah mendahulukan kedua tangan baru kemudian kedua lutut. Lihat Shahih Sifat Shalat Nabi Syaikh Al Albani atau 400 Kesalahan Dalam Shalat karya Mahmud Al Mishri.
Bagi saya pribadi silakan saja beramal sesuai dengan keyakinan masing-masing. Hanya saja patut disayangkan adanya orang yang menganggap bahwa sujud dalam shalat dengan mendahulukan kedua lutut adalah bid’ah atau kesalahan. Terkadang mereka dengan pongahnya menganggap orang yang sujud dengan mendahulukan kedua lutut adalah orang yang tidak belajar agama dengan baik atau hanya bertaklid dengan fanatisme mahzab semata. Hal inilah yang akan saya bahas dan akan ditunjukkan bahwa dalil yang terkuat dalam masalah ini justru menunjukkan bahwa Sujud dalam Shalat adalah dengan mendahulukan kedua lutut bukan kedua tangan.
.
.
Dalil Yang Menunjukkan Sujud Dengan Mendahulukan Kedua Lutut
Hadis Wail bin Hujr
Diriwayatkan dari Syarik dari Ashim bin Kulaib dari Ayahnya dari Wail bin Hujr yang berkata “Aku melihat Rasulullah SAW apabila bersujud meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya dan apabila bangkit Beliau SAW mengangkat kedua tangannya sebelum kedua lututnya”. (Hadis Sunan Abu Dawud I:222, Sunan Tirmidzi II:56, Sunan Ibnu Majah I:286 dan Shahih Ibnu Khuzaimah I:138)
Hadis ini memiliki sanad yang shahih tetapi terdapat sebagian ulama yang melemahkan hadis ini dengan melemahkan Syarik. Syaikh Al Albani dalam Shahih Sifat Shalat Nabi telah melemahkan hadis ini karena diriwayatkan oleh Syarik yang terkenal rusak hafalannya. Pernyataan Syaikh Al Albani jelas kurang tepat.
Dalam Kitab Tahdzib At Tahdzib 4:333 dan Mizan Al ‘Itidal 2:270 terdapat keterangan tentang Syarik bin Abdillah bin Sinan.
Al Ajli berkata “ia orang Kufah yang tsiqat”
Ibnu Abi Hatim berkata “Hadis Syarik dapat dijadikan hujjah”
An Nasai berkata “Tak ada yang perlu dirisaukan mengenai dirinya”
Ahmad bin Hanbal berkata “Ia orang yang pandai, jujur,perawi hadis dan bersikap keras terhadap pembid’ah”.
Ibnu Adiy berkata “Kebanyakan hadis syarik adalah shahih. Adanya kejanggalan dalam hadis-hadisnya bukanlah suatu kesengajaan”.
Ibnu Main berkata “Syarik itu orang yang jujur dan tsiqat hanya saja jika ia berbeda pendapat pasti saya lebih simpati pada pendapat lawannya”.
Ibnu Saad berkata “ia tsiqat tapi sering salah”
Ibnu Ya’qub bin Syaiban berkata “Syarik itu orang jujur dan tsiqat tetapi jelak hafalannya”
Satu-satunya kelemahan Syarik adalah Beliau ini jelek hafalannya dan itu terjadi ketika masa tuanya setelah Beliau menjabat Qadhi di Kufah. Adapun periwayatannya sebelum itu adalah shahih dan tsabit. Hal ini dijelaskan oleh Ibnu Hibban dalam Ats Tsiqat VI:444 dimana Beliau berkata
Syarik pada masa tuanya melakukan kesalahan terhadap apa yang diriwayatkannya. Daya hafalnya berubah. Orang-orang terdahulu yang mendengar darinya adalah orang-orang yang mendengar lewat penengah dan tidak mengandung takhlith(kekacauan) seperti Yazid bin Harun, Ishaq Al Arzaq. Sementara pendengaran hadis yang dilakukan orang-orang terkemudian dari Syarik di Kufah telah mengandung banyak wahm kebimbangan dan keraguan.
Hadis Wail diatas diriwayatkan oleh Syarik ketika daya hafalnya belum berubah, orang yang mendengar hadis dari Syarik ini adalah Yazid bin Harun yang sebagaimana dinyatakan Ibnu Hibban beliau mendengar hadis dari Syarik ketika hafalannya belum berubah. Oleh karena itu meragukan hadis Wail dengan melemahkan Syarik adalah tidak tepat. Jadi hadis Wail bin Hujr ra tersebut adalah shahih.
Ibnu Mundzir dalam Al Awsath III:166 berkata
“hadis Wail bin Hujr itu tsabit atau kuat dan atas dasar hadis itu pula kami berpendapat”
.
.
Hadis-hadis Syahid atau Penguat Hadis Wail bin Hujr
Hadis Wail bin Hujr memiliki banyak hadis syahid atau penguat walaupun sebagian hadis-hadis itu sendiri juga tidak terlepas dari kritik tetapi dengan melihat keseluruhan hadis-hadis tersebut akan tampak saling menguatkan.
Dari Hafs bin Ghiats dari Ashim Al Ahwal dari Anas yang berkata “Aku melihat Rasulullah SAW turun bersujud sambil bertakbir hingga kedua lututnya mendahului kedua tangannya”. (Hadis Riwayat Al Hakim dalam Mustadrak As Shahihain I:226)
Al Hakim berkata “hadis ini sesuai syarat Bukhari dan Muslim dan aku tidak melihat cacatnya”.
Rasulullah SAW bersabda “Apabila salah seorang dari kalian sujud hendaklah dia mulai dengan kedua lututnya sebelum kedua tangannya dan hendaklah dia tidak menderum seperti menderumnya unta”. (Hadis Sunan Baihaqi II:100)
Syaikh Al Arnauth dalam Tahqiq Zaadul Ma’ad melemahkan hadis ini karena dalam sanadnya terdapat Abdullah bin Sa’id Al Maqburi yang ditinggalkan hadisnya.
Diriwayatkan dari Al Aswad An Nakhaiy ra dia mengatakan bahwa Umar bin Khattab ra turun dengan kedua lututnya (Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah I:294 dengan sanad shahih)
Diriwayatkan dari Abdullah bin Muslim bin Yasar ra jika Ayahnya bersujud dia meletakkan kedua lututnya kemudian kedua tangannya lalu kepalanya. (Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah I:295 dengan sanad shahih)
Diriwayatkan dari Ibrahim An Nakhaiy bahwa dia pernah ditanya oleh seseorang mengenai orang yang meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnya. Dia tidak menyukai itu, lalu berkata “Adakah yang melakukan hal itu selain orang gila”.(Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah I:295 dengan sanad shahih)
Pernyataan terakhir Ibrahim An Nakhaiy terlalu berlebihan, perbedaan dalam masalah ini hanyalah perbedaan dalam melihat suatu dalil.
Hadis-hadis dalam Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah itu juga dikuatkan oleh hadis dalam Al Mushannaf Abdur Razaq yang menyatakan atsar terpelihara dari para sahabat diriwayatkan dari Umar bin Khattab ra bahwa Beliau meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya.
Dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa hadis yang shahih dari Rasulullah SAW dan riwayat para sahabat dan tabiin menunjukkan bahwa sujud dalam shalat adalah dengan meletakkan kedua lutut terlebih dahulu baru kedua tangan. Oleh karena itu cukup banyak Ulama yang berpendapat demikian seperti yang dinyatakan Ibnu Mundzir dan dikutip oleh Ibnu Qayyim
Ibnu Mundzir berkata “Mereka yang berpendapat meletakkan kedua lutut sebelum kedua tangan adalah Umar bin Khattab ra, Muslim binYasar ra, Ibrahim An Nakhaiy, Ats Tsauri, Asy Syafii, Ahmad, Ishaq, Abu Hanifah dan para sahabatnya serta Ulama Kuffah, At Tirmidzi, Al Khattabi, Al Munziri dan Baihaqi meriwayatkan Ibnu Umar dan Ibnu Mas’ud berpendapat demikian”. (Zaadul Ma’ad Ibnu Qayyim hal 185)
…………………………………………
………………………………………..
………………………………………..
(Tarik nafas dulu) 😉
…………………………………………………………………….
Dalil Yang Menunjukkan Sujud Dengan Mendahulukan Kedua Tangan
Hadis Riwayat Abu Hurairah ra
Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda “Apabila salah seorang diantaramu bersujud hendaklah dia tidak menderum sebagaimana menderumnya seekor unta. Hendaklah dia meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnya”. (Hadis Sunan Abu Dawud I:222 dan Sunan An Nasai II:207)
Syaikh Al Arnauth dalam Tahqiq Zaadul Ma’ad menyatakan hadis ini shahih dan lebih kuat ketimbang hadis Wail bin Hujr ra.
Pernyataan Syaikh Al Arnauth ini jelas layak dikritisi. Telah dijelaskan bahwa hadis Wail bin Hujr memiliki sanad yang shahih dan hadis Abu Hurairah ra ini juga mengandung keraguan pada sanad dan matannya.
Keraguan Pada Matan Hadis Abu Hurairah RA
Matan hadis ini mengundang keraguan karena terdapat makna yang kontradikitif pada awal dan akhir matan hadis itu. Awal hadis itu menjelaskan bahwa Rasulullah SAW menganjurkan bersujud jangan seperti menderumnya seekor unta. Sedangkan menderumnya unta adalah dengan mendahulukan kedua kaki depan sebelum kedua kaki belakang. Jika dilarang untuk mengikuti unta maka sudah seharusnya bersujud dengan mendahului kedua kaki belakang baru yang depan. Tetapi pada akhir matan hadis justru dinyatakan meletakkan kedua tangan sebelum kedua lutut yang berarti menyerupai menderumnya unta. Oleh karena itu banyak ulama menilai hadis ini matannya maqlub atau terbalik. Yang benar pada akhir matan hadis tersebut seharusnya berbunyi Hendaklah meletakkan kedua lutut sebelum kedua tangan.
Ibnu Qayyim berkata “Sesungguhnya dalam hadis Abu Hurairah ra terdapat letak kata yang terbalik karena kesalahan rawi, ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW meletakkan kedua tangannya sebelum kedua kakinya padahal aslinya adalah bahwa Rasulullah SAW meletakkan kedua kakinya sebelum kedua tangannya, dan hal ini telah ditunjukkan oleh permulaan hadis. Karena yang diketahui bahwa berlututnya unta itumendahulukan kedua kaki depannya sebelum kedua kaki belakangnya, sedangkan telah diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW memerintah agar orang yang shalat tidak mengikuti cara binatang berlutut”. (Dikutip dari Bulughul Maram Ibnu Hajar Al Asqallani Bab Cara Shalat catatan kaki hadis no 331)
Keraguan Pada Sanad Hadis Abu Hurairah RA
Mengenai hadis Abu Hurairah ra di atas dalam sanadnya terdapat keraguan pada Muhammad bin Abdullah bin Hasan, tentang beliau (Zaadul Ma’ad Ibnu Qayyim)
- Imam Bukhari berkata “Muhammad bin Abdullah bin Hasan adalah orang yang tidak dapat diikuti, saya tidak tahu apakah ia mendengar dari Abu Zanad atau tidak”.
- Imam Tirmidzi berkata “orang asing, kami tidak mengetahuinya dari hadis Abu Zanad kecuali sanad ini”.
- Daruquthni berkata “Diriwayatkan secara menyendiri oleh Abdul Aziz Ad Darawardy dari Muhammad dari Abu Zanad”.
Dalam Sunan Abu Dawud dan Sunan An Nasai juga diriwayatkan hadis Abu Hurairah ra dengan matan yang sama tanpa tambahan “Hendaklah dia meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnya”. Hadis dengan tambahan matan ini diriwayatkan secara tafarrud atau menyendiri oleh Abdul Aziz bin Muhammad Ad Darawardy
Abdul Aziz Ad Darawardy adalah Rijal Bukhari dan Muslim tetapi memiliki beberapa kelemahan berkaitan dengan hafalannya
- Imam Ahmad berkata “Bukan apa-apa dan jika menghadiskan dari hafalannya suka melakukan kebatilan” kemudian Imam Ahmad juga berkata “Dia suka membaca dari kitab-kitab orang lain dan salah, mungkin dia membalikkan Abdullah bin Umar ra maka dia meriwayatkan dari Ubaidillah bin Umar ra.
- Abu Zar’ah berkata “Dia itu jelek hafalannya”
- Ibnu Saad berkata “Dia tsiqah tapi salah”
- An Nasaiy berkata “Tidak kuat”
- Abu Hatim menyatakannya “Tidak dapat dijadikan hujjah”.
Memang terdapat perselisihan tentang beliau Abdul Aziz Ad Darawardy, beliau dinyatakan tsiqah oleh sebagian Ulama hadis tetapi terdapat keraguan pada hafalannya. Hadisnya secara tafarrud yaitu hadis Abu Hurairah ra di atas mengundang keraguan. Apalagi matan hadis tersebut maqlub atau terbalik dan bertentangan dengan hadis shahih Wail bin Hujr RA , bisa jadi kesalahan rawi disini adalah akibat kekeliruan hafalan Abdul Aziz Ad Darawardy. Oleh karena itu lebih baik tidak menjadikan hujjah hadis ini.
.
.
Hadis Penguat Hadis Abu Hurairah RA
Dari Asbagh bin Al Faraj dari Ad Darawardy dari Ubaidillah bin Umar dari Nafi dari Ibnu Umar ra bahwa ia meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnya dan dia berkata “Rasulullah SAW pernah melakukan hal tersebut”. (Hadis Shahih Bukhari II:241)
Hadis ini meskipun terdapat dalam Shahih Bukhari juga diriwayatkan oleh Abdul Aziz Ad Darawardy. Oleh karena itu keraguannya tetap sama seperti hadis Abu Hurairah ra. Seandainyapun kita berpegang pada penshahihan Bukhari maka hal itu hanya menunjukkan kebolehannya melakukan sujud dengan kedua tangan terlebih dahulu, lihat kata-kata “Rasulullah SAW pernah melakukan hal tersebut”. Dan Hadis di atas tidak menafikan hadis-hadis lain tentang anjuran untuk sujud dengan kedua lutut terlebih dahulu. Yang terbaik adalah menyatakan bahwa Rasulullah SAW biasa sujud dengan meletakkan kedua lututnya terlebih dahulu tetapi pernah melakukkan sujud dengan meletakkan kedua tangannya terlebih dahulu.
.
.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas cukup jelas bahwa pendapat yang paling kuat(dalam pandangan saya) adalah Sujud dengan meletakkan kedua kaki atau lutut terlebih dahulu baru dengan kedua tangan. Sedangkan pendapat sebaliknya bagi saya tetap dibolehkan dan memang memiliki dalil sendiri. Yang saya tekankan dalam tulisan ini adalah Pendapat yang menyatakan bahwa Sujud dengan Kedua kaki terlebih dahulu itu bid’ah atau kesalahan adalah benar-benar keliru.
Salam Damai
Filed under: Fiqh, Kritik Salafy |
assalamu’alaikum, kayaknya kurang tepat jika ditulis dibawah kategori kritik salafi. Silahkan dilihat postingan saya tentang masalah turun sujud.
Ini link-nya
Bukankah mulai dari takbir sampai dengan salam selalu ada perbedaan? Baik itu umat Islam di Indonesia apalagi di luar negeri, saya melihat perbedaan2 itu. Selama jumlah raka’atnya sama, rukun sholatnya (kurang lebih ) sama, menurut saya semestinya itu wajar saja. Riwayat2 yg ada umumnya mengandalkan pengelihatan, atau penuturan dari orang yg melihat nabi Sholat. Orang yg sering sholat di belakang nabi akan melihat sedikit berbeda dengan orang yg berada di samping nabi. Yg berada di kiri akan melihat sedikit berbeda dgn yg di kanan. Saya yakin rosul mengajarkan kita lebih ke “learning by doing” daripada dengan kata2.
Yg penting sholatnya kan?
Maaf ini pemikiran dangkal saya saja….. Salam
@Anas
Maksudnya itu,kritik Salafy yang menyalahkan sujud dengan kedua lutut
Yang tidak menyalahkan nggak masuk dalam kritik saya Mas
Lagipula kesimpulan tulisan saya sangat jelas di bagian akhir
Saya sudah sebut contohnya yaitu Mahmud Al Mishri yang jelas-jelas menyatakan itu sebuah kesalahan
Soal tulisan Mas, saya cuma tidak sependapat dengan pernyataan hadis Wail itu lemah, saya sudah paparkan alasannya di atas
Hadis Wail itu shahih
@bsw
silakan saja yang penting kan ada dasarnya
@ jalgar
hemmm jadi ada dasarnya ya ……. tapi ok lah hal kecil diperdebatkan, masalah furuk dimasalahkan, kliatannya sih nunggu koment lain untuk perbandingan ya . tapi rafidah kok gak ngerti ya ( maaf becanda)
@bersatu
Kok Mas nggak ngerti maksud saya ya
Tapi kalau tulisan sepanjang ini ngerti, aneh
Rafidhah mana yang suka mensesatkan orang? memangnya masih ada skrang
@ jagal
ada, mau bukti liat buktinya tiap perayaan karbalah, pasti disitu dibahas tentang cacian bagi sahabat sahabat nabi
@bersatu
Wah Mas saya gak pernah ikut perayaan itu jadi maaf saja saya nggak tahu
Kalau Mas memang pernah ikut, bisa dibagi pengalamannya disini
@ j aga
wah maaf mas, gak bisa diceritakan disini, soale nanit saya dikira fanatik kemazhaban, jadi telaah sendiri deh, mas kan jago telaah perbedaan, jadi ya mas sendiri aja yang telaah ………. tapi kira kira bisa gak ya kritis ………. gak sama golongan salafiy aja gitu ……..
@bersatu
Lempar batu sembunyi tangan
Bisa Mas
Saya pribadi “lebih suka” dan lebih “yakin” dengan sujud meletakkan tangan terlebih dahulu, karena pengertian seperti onta adalah “suara” —-mak gledhuukk—bhs Jawanya…saat lutut membentur lantai (jika lutut turun terlebih dahulu). Untuk menghindari suara tersebut, lebih baik kita pakai hadits Abu Hurairah. Tetapi seyogyanya kita tidak serta-merta mencap bid’ah terhadap sdr2 yang sujudnya dengan lutut turun lebih dahulu dari tangan.
Gerakan sholat banyak variasi (yang memiliki dalil dalam hadits), jadi gak perlu kaget-kaget jika melihat ada yang aneh…
Memang sulit mengikis faham “Umawiyyah” dalam praktek islam kita, dimana sangat sukar menerima perbedaan.
Setiap perbedaan selalu disikapi dengan…bakar…bunuh…halal darahnya …dlsb…dlsb.
Sebagaimana semangat Paus Benekditus untuk mengikis Helenisme dalam Nashrani, mungkin perlu muncul di kalangan Muslim (Sunni) seseorang yang akan membersihkan Islam ini dari Arabisme dan Bani Umayyahisme, sehingga yang ada adalah “Islam model Muhammad”, bukan Islam model “Muawiyah”.
@Sunni sejati
Silakan saja Mas
Tapi sayangnya penafsiran anda tentang hadis Abu Hurairah bahwa yang dimaksud itu suara jelas kurang tepat
Rasulullah SAW melarang sujud dengan menderum seperti unta, zahir hadis lebih menyiratkan pada gerakan dan bukan pada suara
Salam
@secondprince
Two Thumbs Up……no longer words
@burit
kok yang mengendalikan debat (kusir) jadi Anda seh? perkara J Algar mengerti or tidak tulisan di atas, itu kan sepemahamannya…..
@sunni sejati
setuju dengan Islam model Muhammad.
@hildalexander
Sila, sila Gapapa 🙂
@ secondprince
Halah mas, itu orang gila, masa masalah mendahulukan lutut aja sama mereka dipermasalahkan sih … oh iya baru ingat
Bener anda bid’ah ! Kapir kamu ! Kapir !
Kan otak kaum SALA”H”I adanya di dengkul, jadi kalo dengkul di jadiin tumpuan mereka jadi pusing … 😆
assalamualaikum…
wahhh..saya terus terang seneng dengan uaraian ini…cukup ilmiah dan argumentatif…saya juga termasuk orang yang memilih mendahulukan lutut dulu daripada tangan….tapi maaf pernyataan saudara dengan menganggap hadits wail itu shahih…menurut saya termasuk tasahhul, sebab menurut yg saya tau, apabila syarik itu meriwayatkan hadis secara mennyendiri maka haditsnya menjadi lemah…betulll ia adalah orang yang tsiqoh akan tetapi buruk hafalannya…( baca subulussalam, maaf hal ga apal sbb ga sempat telaah referensi )..An Nawawi sendiri mengatakan bahwa kedua hadits diatas ( baik yang mendahulukan lutut maupun tangan) adalah dhoif, akan tetapi masing2 mempunyai banyak syawahid shga derajatnya bisa naik menjadi hasan li ghoirihi ( Irsyadussari ala shahih bukhari juz II ), jadi menurut saya…kedua hadits tersebut boleh diamalkan…tanpa menyalahkan satu sama lain. Wallahu A’lam.
@Retorika
Ah nggak juga Mas
nyantai aja lah 🙂
@faihungt
Nggak tasahul kok
Kalau anda teliti buruknya hafalan Syarik itu setelah dia menjabat Qadhi di Kufah
Sebelum itu tidak ada keraguan pada hafalannya
Hadis Wail diriwayatkan oleh orang yang mendengar hadis dari Syarik sebelum dia rusak hafalannya
Saya sudah tampilkan di atas
Salam
@second
hahaha aku pernah diskusi lama sama pamanku soal ini. aku pake pendapatnya al-albani, tangan dulu baru lutut. kalo dulu alasannya karena menurutku penjelasan dia “lebih sahih”, kalo sekarang semata-mata karena udah kebiasaan aja.
@ gentoel
lohhh emang Al- banni klo sholat tangan dulu ya , aku kok baru tahu, trus klo emang tangan dulu baru lutut, ada gak riwayatnya dari al-banni ????? ( jangan asal loh, nanti yang empunya blog marah )
@ second
emang begitukah riwayat al – banni ?????? kok gak sama dengan yang kamu tulis diatas ???
@gentole
silakan 🙂
@bersatu
Maaf Mas anda harus baca lagi tulisan saya dengan baik
Biar pertanyaannya nyambung
@ J Algar
Maksud saya jika kita menggunakan kata Salafy harus bersifat menyeluruh, bukan Salafy yang ‘ini’ bukan yang ‘itu’
Sama halnya jika kita pakai judul Kritik Muslim, karena ada sebagian Muslim yang melakukan hal ini.
Atau mas gunakan judul kritik Mahmud Al Mishri atau siapa, itulah sikap ilmiah bukan sebuah pembunuhan sebuah ‘karakter’
Setidaknya mas bisa belajar bahwa Salafy menghargai perbedaan yang syar’i
@ second
hemmm ” Hadis ini memiliki sanad yang shahih tetapi terdapat sebagian ulama yang melemahkan hadis ini dengan melemahkan Syarik. Syaikh Al Albani dalam Shahih Sifat Shalat Nabi telah melemahkan hadis ini karena diriwayatkan oleh Syarik yang terkenal rusak hafalannya. Pernyataan Syaikh Al Albani jelas kurang tepat. ”
sekarang pemikiran al banni di kesampingkan, bingung aku jadinya ………….. terus ulama’ rujukan yang menurut kamu paling mendekati tepat untuk hujjah siapa dong ( apa secondprice sendiri ulama’ itu )
@Anas
Ah salam Mas Anas
sebenarnya mungkin ada kata yang ambigu
Maksud saya dalam judul di atas sudah dikhususkan
Bukankah anda membaca “Salafy Yang Menyalahkan”, maka Mereka Salafy yang menyalahkan itulah yang saya kritik, salah satunya Mahmud Al Mishri atau Syaikh Al Albani
Lagipula Mas karakter siapa yang saya bunuh? tidak ada kok
Kritik itu biasa
ilmu yang sya peroleh justru lebih banyak ketika saya melihat komentar2 di atas
@achoey
semoga ilmu anda benar2 bermanfaat ya
Assalamualaikum
Menurut saya Itulah seninya Ilmu fiqih ada ulama yang menda’ifkan dan ada yang beranggapan sunnah, tapi yang hanya satu yang kita yakini bahwa Kebenaran Hakiki hanya milik Allah dan kesempurnaan ibadah hanya yang dilakukan rasulullah. Ulama hanya seorang hamba Allah yang da’if tetapi kesalahan mungkin hanya sedikit dari sekian banyak manfaat yang beliau berikan hadist rasulullah “jika seorang hakim mangambil suatu keputusan jika benar maka dia akan mendapat dua pahala dan jika salah dia akan mendapat satu pahala”. So jika ulama salah itu wajar aja tapi kita jangan taqlid.
Assalamualaikum.
smoga yg benar mendapat 2 pahala, dan yg salah mendapat 1 pahala, ALLOHUALAM
wassalamuallaikum
Assalamu ‘alikum..
Sebuah judul yg salah ya akhi..
isinya lumayan bagus..
tapi bukan salafy kalo dia mempermasalahkan hal seperti ini..
Jazakallohu khoiron..
Kalau saya itu lebih enak lutut dulu baru kemudian tangan. Kalau tangan dulu kemudian lutut, punggung saya agak kurang nyaman gitu.
@SP ; mas, yg logo bulat kuning senyum mending matanya dibuka semua. Ya.. cuman kuatir kalo ada yg su’udhon; “jangan2 ini temennya yg matanya satu itu”.
Ok lah, jazakallahu..
sadada
yang salah orang yang buat artikel 100 persen tanpa pertimbangan
makanya belajar langsung dari sumbernya
kebanyakan ulama belajar 2+2+2+2-4=4
padahal mudah 2+2=4 selesai
begitulah perumpamaan ulama sekarang
assalamu ‘alaikum wr. wb.
Sebagai peneliti hadis (bukan ahli hadis), saya sangat mengapresiasi tulisan ini dari J Algar. Tulisan ini obyektif dan penulisnya paham ttg takhrij/penelitian hadis. Tujuan penulisannya, jangan mudah dan buru-buru menyalahkan satu hadis sebelum menelitinya secara komprehensip, mendalam dan tuntas. jika kita mengaku akademisi, bukan muqallidi maka kalau tidak sepakat, lawan dengan bukti-bukti penelitian dong, bukan dengan emosi apalagi menyerang pribadi.
Saya secara mandiri melakukan penelitian ini cukup lama dan berulang-ulang dan ternyata kesimpulan saya sama dengan hasil penelitian ini. Sebenarnya dua kelomok hadis itu bermasalah, dan keduanya butuh dukungan dari sanad yang lain. Tapi masalah hadis dari Abu Hurairah lebih berat karena selain masalah sanad yakni Abdul Aziz bin Muhammad bin Ubaid ad-Darawardi (wafat 187 H) periwayat jujur tapi hapalannya kacau shg sering meriwayatkan hadis kebolak-balik. dan ini salah satu buktinya, juga kenyataannya unta itu menderumnya dengan kaki depannya yang dilambangkan tangan jika dipersonifikasikan pada manusia. Itu yang menyebabkan mayoritas ulama menolak hadis Abu Hurairah ini karena kebalik alias maqlub. Ternyata karena di sanadnya ada Abdul Azizi ad-Darawardi. klop.
Hadis Wa’il juga bermasalah pada Syarik-Ashim-Bapaknya: Kulaib. Kalau hanya satu jalur ini saja maka riwayatnya ditolak, begitu kata Ali bin al-Madini. Tinggal kita cari hadis pendukung/syawahidnya masing-masing aja. Panjang sih kalau diulas lengkap. Intinya, masing-masing ada pendukungnya. Hanya pendukung hadis dari Wa’il lebih mantab dibanding pendukung dari hadis Abu Hurairah yang menggunakan prilaku Ibn ‘Umar yang menderita sakit pada kedua kakinya. Begitu saudaraku, jadi tetap tenang dan damai,
Wassalamu ‘alaikum wr,wb.