Apakah Sahabat Nabi Bisa Berdusta? Kritik Atas Keadilan Sahabat

Apakah Sahabat Nabi Bisa Berdusta? Kritik Atas Keadilan Sahabat

Doktrin keadilan sahabat yang berarti “semua sahabat adil” merupakan doktrin andalan dalam mazhab ahlus sunnah. Tetapi doktrin ini tidak bersifat mutlak jika dihadapkan pada berbagai riwayat dan sirah. Mengapa? Karena sahabat adalah manusia biasa seperti umat islam lainnya. Diantara sahabat terdapat mereka yang memiliki keutamaan besar tetapi terdapat sebagian sahabat yang tidak layak diutamakan, fasiq, berbuat maksiat dan berlaku zalim.

Di tangan kaum nashibi, doktrin “keadilan sahabat” menjadi begitu suci dan bias, dengan doktrin ini nashibi membela sahabat yang fasiq, zalim dan berbuat maksiat, dengan doktrin ini nashibi menganggap sahabat tidak tercela, dengan doktrin ini nashibi menganggap setiap aib sahabat harus dikatakan ijtihad dan mendapat pahala, dengan doktrin ini nashibi menginginkan apapun yang dilakukan sahabat mereka tetap orang yang paling utama. Intinya sahabat itu ma’shum menurut keyakinan nashibi tetapi untuk menyembunyikan keyakinan mereka, mereka bertaqiyah dengan berkata “kalau sahabat juga bisa salah dan yang ma’shum hanya Nabi dan Rasul”.

Bukti kalau mereka meyakini kema’shuman sahabat adalah jika anda atau siapapun menuliskan tentang kesalahan sahabat maka kaum nashibi akan meradang dan membantah dengan segala macam pembelaan, dalih dan penakwilan. Kalau memang sahabat bisa salah, maka mengapa mereka jadi carut marut sok membantah sana sini, yo wes terima saja. Kaum nashibi tidak terima karena dalam pandangan mereka sahabat itu ma’shum, jadi jika ada yang menyatakan kesalahan sahabat harus dibantah dan dituduh syiah rafidhah.

Ada diantara kaum nashibi ketika membela sahabat, ia berkata “sahabat tidak mungkin berdusta karena mereka semua adalah adil”. Pernyataan ini tidaklah benar, terdapat berbagai riwayat yang menunjukkan bahwa sahabat juga bisa berdusta. Doktrin keadilan sahabat bukan aksioma mutlak yang berdiri sendiri, ia harus disesuaikan dengan berbagai fakta riwayat yang ada. Doktrin keadilan sahabat menyatakan bahwa semua sahabat benar atau jujur dalam perkataan atau kesaksiannya, jika mereka menyampaikan sesuatu maka mereka tidak akan sengaja berdusta. Tetapi apakah benar demikian, apakah ada fakta riwayat yang menunjukkan sebaliknya?. Jawabannya ada, terdapat riwayat bahwa sahabat bisa berdusta dalam kesaksiannya atau perkatannya dan ini terjadi di zaman Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ عَمْرٌو سَمِعْتُ سَعِيدَ بْنَ جُبَيْرٍ قَالَ سَأَلْتُ ابْنَ عُمَرَ عَنْ حَدِيثِ الْمُتَلَاعِنَيْنِ فَقَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلْمُتَلَاعِنَيْنِ حِسَابُكُمَا عَلَى اللَّهِ أَحَدُكُمَا كَاذِبٌ لَا سَبِيلَ لَكَ عَلَيْهَا قَالَ مَالِي قَالَ لَا مَالَ لَكَ إِنْ كُنْتَ صَدَقْتَ عَلَيْهَا فَهُوَ بِمَا اسْتَحْلَلْتَ مِنْ فَرْجِهَا وَإِنْ كُنْتَ كَذَبْتَ عَلَيْهَا فَذَاكَ أَبْعَدُ لَكَ قَالَ سُفْيَانُ حَفِظْتُهُ مِنْ عَمْرٍو وَقَالَ أَيُّوبُ سَمِعْتُ سَعِيدَ بْنَ جُبَيْرٍ قَالَ قُلْتُ لِابْنِ عُمَرَ رَجُلٌ لَاعَنَ امْرَأَتَهُ فَقَالَ بِإِصْبَعَيْهِ وَفَرَّقَ سُفْيَانُ بَيْنَ إِصْبَعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى فَرَّقَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَخَوَيْ بَنِي الْعَجْلَانِ وَقَالَ اللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّ أَحَدَكُمَا كَاذِبٌ فَهَلْ مِنْكُمَا تَائِبٌ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ قَالَ سُفْيَانُ حَفِظْتُهُ مِنْ عَمْرٍو وَأَيُّوبَ كَمَا أَخْبَرْتُكَ

Telah menceritakan kepada kami ‘Ali bin ‘Abdullah yang berkata telah menceritakan kepada kami Sufyaan yang berkata Amru berkata aku mendengar Sa’id bin Jubair berkata aku bertanya pada Ibnu Umar tentang hadis Al Mutalaa’inain [suami istri yang meli’an] maka ia berkata Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] pernah berkata kepada suami istri yang meli’an “hisab kalian berdua terserah kepada Allah, salah seorang dari kalian berdua telah berdusta, tidak ada jalan bagimu untuk kembali pada istrimu. Laki-laki itu berkata “bagaimana hartaku?”. Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “tidak ada harta bagimu, jika kamu benar atasnya maka itu sebagai mahar untuk menghalalkan farjinya tetapi jika kamu berdusta atasnya maka hal itu akan lebih jauh darimu. Sufyan berkata aku menghafalnya dari ‘Amru dan Ayub berkata aku mendengar Sa’id bin Jubair berkata aku berkata kepada Ibnu Umar ada seorang laki-laki meli’an istrinya. Ia berisyarat dengan kedua jarinya, Sufyan memisahkan antara kedua jarinya yaitu jari telunjuk dan jari tengah. Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] pernah memisahkan antara dua orang dari bani ‘Ajlan dan berkata Allah mengetahui bahwa salah seorang diantara kamu berdusta maka adakah diantara kamu yang ingin bertaubat? Beliau berkata tiga kali. Sufyan berkata aku menghafalnya dari ‘Amru dan Ayub seperti yang telah kukabarkan padamu [Shahih Bukhari 7/55 no 5312]

Sisi pendalilan dengan hadis ini adalah seorang sahabat Nabi menuduh istrinya berzina dan mengajukan perkara ini kepada Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Mereka saling mendustakan satu sama lain sehingga Allah SWT menurunkan syariat atas mereka dan memisahkan mereka berdua. Allah dan Rasul-Nya menyatakan bahwa salah seorang diantara mereka telah berdusta. Suami yang berdusta atau istri yang berdusta. Yang manapun diantara mereka yang berdusta tetap saja mereka berdua adalah sahabat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Jadi hadis shahih ini membuktikan bahwa sahabat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] bisa saja berdusta atas apa yang ia ucapkan. Kedua sahabat yang dimaksud dalam hadis ini [suami dan istri] adalah orang dari bani Ajlan, terdapat riwayat yang mengatakan kalau mereka berdua adalah Uwaimir Al ‘Ajlani dan istrinya. Kisah ini juga terjadi pada sahabat yang lain

حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدِيٍّ عَنْ هِشَامِ بْنِ حَسَّانَ حَدَّثَنَا عِكْرِمَةُ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ هِلَالَ بْنَ أُمَيَّةَ قَذَفَ امْرَأَتَهُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَرِيكِ ابْنِ سَحْمَاءَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْبَيِّنَةَ أَوْ حَدٌّ فِي ظَهْرِكَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِذَا رَأَى أَحَدُنَا عَلَى امْرَأَتِهِ رَجُلًا يَنْطَلِقُ يَلْتَمِسُ الْبَيِّنَةَ فَجَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الْبَيِّنَةَ وَإِلَّا حَدٌّ فِي ظَهْرِكَ فَقَالَ هِلَالٌ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ إِنِّي لَصَادِقٌ فَلَيُنْزِلَنَّ اللَّهُ مَا يُبَرِّئُ ظَهْرِي مِنْ الْحَدِّ فَنَزَلَ جِبْرِيلُ وَأَنْزَلَ عَلَيْهِ { وَالَّذِينَ يَرْمُونَ أَزْوَاجَهُمْ فَقَرَأَ حَتَّى بَلَغَ إِنْ كَانَ مِنْ الصَّادِقِينَ } فَانْصَرَفَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَرْسَلَ إِلَيْهَا فَجَاءَ هِلَالٌ فَشَهِدَ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ أَنَّ أَحَدَكُمَا كَاذِبٌ فَهَلْ مِنْكُمَا تَائِبٌ ثُمَّ قَامَتْ فَشَهِدَتْ فَلَمَّا كَانَتْ عِنْدَ الْخَامِسَةِ وَقَّفُوهَا وَقَالُوا إِنَّهَا مُوجِبَةٌ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ فَتَلَكَّأَتْ وَنَكَصَتْ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهَا تَرْجِعُ ثُمَّ قَالَتْ لَا أَفْضَحُ قَوْمِي سَائِرَ الْيَوْمِ فَمَضَتْ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبْصِرُوهَا فَإِنْ جَاءَتْ بِهِ أَكْحَلَ الْعَيْنَيْنِ سَابِغَ الْأَلْيَتَيْنِ خَدَلَّجَ السَّاقَيْنِ فَهُوَ لِشَرِيكِ ابْنِ سَحْمَاءَ فَجَاءَتْ بِهِ كَذَلِكَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْلَا مَا مَضَى مِنْ كِتَابِ اللَّهِ لَكَانَ لِي وَلَهَا شَأْنٌ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyaar yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Adiy dari Hisyaam bin Hassaan yang berkata telah menceritakan kepada kami Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwa Hilal bin Umayyah menuduh istrinya berzina di hadapan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dengan Syariik bin Sahmaa’. Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “buktikanlah atau had akan menimpamu”. Ia berkata “wahai Rasulullah jika salah seorang dari kami melihat istrinya dengan laki-laki lain apakah diharuskan baginya bukti?. Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “buktikanlah atau had akan menimpamu”. Hilal berkata “demi Yang mengutusmu dengan haq sesungguhnya aku berkata benar dan semoga Allah SWT menurunkan sesuatu yang membebaskanku dari hadd. Kemudian Jibril turun dan menurunkan firman Allah “dan orang-orang yang menuduh istrinya –ia membacanya sampai- jika dia [suaminya] termasuk orang yang benar”. Akhirnya Nabi pergi dan mengutus seseorang kepada wanita itu, Hilal datang dan bersaksi. Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “Allah mengetahui bahwa salah seorang dari kalian berdusta, maka apakah ada diantara kalian yang ingin bertaubat?”. Wanita itu berdiri dan bersaksi, ketika sampai pada kesaksian kelima, mereka menghentikannya dengan berkata “sesungguhnya itu [sumpah kelima] akan membawa laknat padamu”. Ibnu Abbas berkata “ia berhenti dan tampak ragu sehingga kami mengira ia akan mengaku, kemudian ia berkata “aku tidak akan mempermalukan kaumku” dan ia mengucapkannya. Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “perhatikanlah ia jika ia melahirkan seorang anak yang hitam kedua matanya, besar kedua pantatnya dan besar kedua betisnya maka itu adalah anak Syarik bin Sahmaa’ akhirnya wanita itu melahirkan anak yang seperti itu. Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “seandainya tidak berlalu keputusan Kitab Allah maka aku menegakkan hukuman padanya” [Shahih Bukhari 6/100 no 4747]

Sisi pendalilan hadis ini pun sama, diantara Hilal bin Umayah dan istrinya pasti ada yang berdusta. Keduanya termasuk sahabat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan riwayat di atas membuktikan bahwa istri Hilal bin Umayah yang telah berdusta.

Catatan untuk kisah Hilal : Syarik bin Sahmaa’ yang dituduh Hilal berzina dengan istrinya juga termasuk sahabat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Ibnu Hajar memasukkannya dalam daftar sahabat Nabi dalam Al Ishabah dan menyebutkan bahwa ia termasuk yang ikut dalam perang uhud [Al Ishabah 3/344 no 3902]. Begitu juga yang dinyatakan As Shafadi bahwa ia dan ayahnya ikut dalam perang uhud [Al Wafi bil Wafayat 5/204]

Bagaimana menempatkan riwayat-riwayat ini kepada doktrin keadilan sahabat?. Jawabannya sederhana, doktrin keadilan sahabat itu harus disesuaikan dan berlaku pengecualian. Jika dikatakan semua sahabat adil maka itu bertentangan dengan riwayat shahih sehingga yang benar adalah tidak semua sahabat adil. Jangan pula diartikan bahwa semua sahabat adalah tidak adil, hal ini jelas keliru. Lebih aman untuk menyatakan sahabat Nabi adalah adil sampai ada bukti yang menyatakan sebaliknya. Hal ini jelas sangat berbeda dengan kaum nashibi yang menyatakan mustahil ada sahabat yang tidak adil. Salam Damai

12 Tanggapan

  1. Postingan anda kali ini semakin memantapkan hujjah-hujjah anda sebelumnya…..salam

  2. Makin eneg sama wahabi/salafy..

  3. @salafy tobat
    Sy jg tambah eneg dngn kehadiran anda di sini. Silahkan pergi dr sini. Hus

  4. banngkrutlah para pengikut Ibnu Taymiyah….selamatlah para pengikut bahtera Ahlulbayt Al Kissa

  5. @armand

    Ente pasti SPe. Sorry ane udah ogah main ke blog ente. Ngapain ente nyamperin ane kemari..

  6. @Nyalap

    Betapa malangnya dikau mengemis2 minta dikunjungi.

    Salam

  7. @SP

    Menunggu tanggapan dan ngeyelisme salafy/wahabi membantah artikel anda ini..

    Doktrin keadilan sahabat adalah doktrin “amburadul” lebih-lebih ditangan salafy/wahabi….
    dipertahankan susah dibuang delema… maju kena mundur kena!

    Bukti kalau mereka meyakini kema’shuman sahabat adalah jika anda atau siapapun menuliskan tentang kesalahan sahabat maka kaum nashibi akan meradang dan membantah dengan segala macam pembelaan, dalih dan penakwilan. Kalau memang sahabat bisa salah, maka mengapa mereka jadi carut marut sok membantah sana sini,

    Iya Mas SP tapi itu hanya berlaku bagi sahabat selain Imam Ali as. (Ahlulbait). jika Imam Ali as. dicaci dilaknat mereka tenang-tenang saja malah mereka berusaha mencari-cari kesalahan Imam Ali/Ahlulbait as..

    Mengapa harus begitu? jika mereka tidak rela Imam Ali as. dicaci dan dilaknat maka mereka harus mengaudit kitab-kitab hadis khususnya Bukhari-Muslim yang penuh dengan perawi Nashibi yang mencaci dan melaknat Imam Ali as. Anehnya Ahlussunnah katanya sepakat “mengkritik sahabat adalah “zindiq” (seperti kata Imam Abu Zur’ah) tapi ternyata perawi-perawi nashibi bahkan yang mencaci Imam Ali as pun tetap mereka terima.. entah dimata mereka Imam Ali as itu sahabat atau bukan atau barangkali sahabat rendahan kali…?

    Btw. Sebuah buku berbobot yang khusus membahas perawi-perawi nashibi pembenci Imam Ali as dalam Shahih al Bukhari (Ahlulbait) كشف المتواري في صحيح البخاري محمد جواد خليل. bisa download disini:

    http://www.mediafire.com/?mzzknzi2jjj

    dan bloger Ibnu Jakfari juga pernah membahas perawi-perawi pembenci dan pelaknat Imam Ali as. dalam Shahih Bukhari (dalam 3 tulisan)

    Imam Bukhari dan Perawi Pencaci-Maki Sahabat Nabi saw.!! (1)

  8. Jelas tidak masuk akal dan tidak mungkin kalau ada sahabat yang tidak pernah berdusta. Ga usahlah pakai dalil hadits. Pake logika saja, itupun kalau nashibi punya. Jika ada satu saja sahabat yg tdk pernah berdusta, maka gelar Al Amin sebagai Orang Yang Dipercaya yg disandang Rasul saw sdh tdk ada maknanya lagi. Sama dong derajatnya dgn Rasul saw?

    Nashibi memang keterlaluan, belum puas terus merendahkan martabat ahlulbait, mrk terus giat meninggikan derajat sahabat shg ketinggian derajat Nabi saw pun sdh tidak bermakna.

    Semoga Allah swt menjauhkan kita dari virus nashibi.

    Salam

  9. @armand

    “Pake logika saja, itupun kalau nashibi punya….”

    Sebenarnya bukan mereka tidak punya logika, melainkan mereka tidak cakap ketika mereka menggunakannya…salam

  10. wahabi/salafy biasa menciptakan konsep dan mati2an membela konsep ini, dengan hanya dan cuma satu tujuan, membela klan Muawiyah. Lihat fakta2 dibawah ini :
     
    1. wahabi membuat konsep keadilan sahabat, dan dengan konsep ini mereka akan mennghancurkan siapapun yang menghina Muawiyah. Benarlah apa kata Imam Nasai : “Aku tidak mengetahui satupun hadits sahih mengenai Muawiyah kecuali Semoga Allah tidak mengenyangkan perut Muawiyah”.
     
    Salafy tahu persis bahwa mustahil Muawiyah memiliki keutamaan. Bahkan anjing Ashabul Kahfi masih lebih baik dari Muawiyah. Karena itu, konsep keadilan sahabat adalah jurus utama untuk menyematkan keutamaan kepada Muawiyah.
     
    2. Lihat saja blog2 atau buku Salafy tentang sejarah. Tiba-tiba ketika membahas perang uhud, nama Hindun sang celaka, tiba-tiba hilang dari sejarah. Siapapun tahu, Hindun si pelacur ini adalah ibu Muawiyah laknatullah. Karena Muawiyah adalah idola dan pahlawan wahabi, maka ibunya Muawiyah pun harus dicuci bersih dari segala dosa.
     
    3. Tiba-tiba saja Wahabi/salafy menciptakan konsep trinitas Tauhid. Menurut mereka, orang yang hanya mengucapkan syahadat (tauhid uluhiyah) belum bisa disebut sebagai kaum yang bertauhid selama belum bertauhid Rububiyah. Dengan konsep baru yang termasuk perkara bidah ini, mereka mengarahkan dua mata pisau kepada kaum muslimin. Mereka ingin mengatakan bahwa umat islam diluar salafy sebagai musryik karena masih menjalankan tawassul, ziarah kubur, membiasakan zikir shalawat Nabi. Karena menurut mereka, orang-orang ini belum bertauhid Rububiyah. Parahnya, mereka mengatakan bahwa orang2 musyrik dijaman Nabi sebagai kaum yang bertauhid Rububiyah walaupun menyembah berhala. Sekali lagi, dengan konsep ini mereka ingin mengatakan bahwa nenek moyang Muawiyah justru lebih bertauhid daripada umat islam sekarang ini (diluar wahabi/salafy).
     
    Mereka mengatakan bahwa ayah Imam Ali dan ayah Rasulullah sebagai musryik dan tempatnya di neraka tetapi pada saat yang sama mereka mengatakan bahwa nenek moyang Muawiyah sebagai kaum yang bertauhid dan tempatnya di surga.
     
    4. Betapa celakanya wahabi/salafy. Mudah2an diriku dan seluruh keturuananku dijauhkan dari mazhab celaka ini. Mereka menghancurkan semua peninggalan Nabi tanpa sisa termasuk rumah Nabi bersama Khadijah dan rumah masa kecil Nabi. Syirik kata mereka. Tetapi mereka justru membuatkan monumen megah untuk mengenang ulama mereka, si Utsaimin.
     
    Salafy bilang syirik bagi mereka yang merayakan maulid atau haul Nabi Muhammad, tetapi justru mereka mengadakan haul untuk mengenang si Utsaimin.
    Lihat di :
    http://www.forsansalaf.com/2011/di-balik-pemujaan-wahabi/ 
    Duh, benar-benar celaka si wahhabi ini …

  11. @salafy tobat

    Wah benar2 antum ini ex salafy wahabi ya..?
    Awas salafy tobat palsunya nongol..!!

  12. Para Salafy Nasabi bahwa para sahabat tdk mungkin berbohong. Mereka beralasan dengan hadits “Ashabii Kannujum yang diriwayatkan oleh ibnu baththah dalam ibanahnya (4/112) dll dari jalur Nu’aim bin Hammad yang berbunyi:
    Dari Umar ibnu Khattab yang berkata:Rasul bersabda ” Aku bertanya pada Tuhanku tentang perselisihan sahabat2ku sepeninggalku lalu Allah mewayuhkan: Hai Muhammad sesungguhnya kedudukan sahabat2mu disiku laksana bintang2 gemilang dilangit. Sebahgian yang lain lebih terang dari yang lain. Dan barang siapa yang mengambil salah satu maka disisiKU adalah petunjuk.
    Hadits ini dengan TEGAS didhaifkan oleh Syech Wahabi sendiri yakni Syech Nassaruddin Albany dalam buku beliau berjudul SILISILAH ALHADITS ADH DHAIFAH WAL AL MAUDHU’AH
    hadits ke 58, 59 dan 60
    Apakah pantas kita masih beraargumentasi dengan hadits diatas? Wasalam

Tinggalkan komentar