Kedudukan Hadis Melihat Wajah Ali Ibadah ; Hasan

Kedudukan Hadis Melihat Wajah Ali Ibadah ; Hasan

Diriwayatkan dalam hadis yang masyhur keutamaan Imam Ali di atas para sahabat yang lain yaitu keutamaan bahwa melihat wajah Imam Ali adalah ibadah. Hadis ini menunjukkan keutamaan yang besar bahkan melebihi ketiga khalifah Abu Bakar, Umar dan Utsman. Oleh karena itu dapat dimaklumi kalau sebagian ahli hadis berusaha keras mendhaifkan hadis ini bahkan ada yang tidak malu-malu menyatakan hadis tersebut palsu. Tulisan kali ini berupa bantahan terhadap mereka yang mendhaifkan hadis ini termasuk dari kalangan pengikut salafiyun yang gemar mendhaifkan hadis keutamaan Ahlul Bait dengan dalih “membantah syiah”.

.

.

Tulisan kali ini tidak akan membahas secara detail takhrij hadis melihat Ali ibadah tetapi hanya membawakan hadis-hadis yang sanadnya kuat dan saling menguatkan. Bisa dikatakan kalau tulisan ini hanyalah tambahan terhadap tulisan kami sebelumnya.

حدثنا محمد بن الحسين بن حميد بن الربيع ثنا محمد بن عبيد بن عتبة ثنا عبد الله بن سالم القزاز ثنا يحيى بن عيسى الرملي عن الأعمش عن إبراهيم عن علقمة عن عبد الله قال رسول الله صلى الله عليه وسلم النظر إلى وجه علي عبادة

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Husain bin Humaid bin Rabi’ yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ubaid bin Utbah yang berkata telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Salim Al Fazari yang berkata telah menceritakan kepada kami Yahya bin Isa Ar Ramliy dari Al ‘Amasy dari Ibrahim dari Alqamah dari ‘Abdullah yang berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Melihat wajah Ali adalah ibadah” [Syarh Madzhab Ahlus Sunnah Ibnu Syahin 1/136 no 103].

Hadis ini para perawinya tsiqat kecuali Yahya bin Isa Ar Ramliy ia seorang yang diperbincangkan sebagian menta’dilkannya dan sebagian mencacatnya. Pendapat yang rajih disini adalah ia seorang yang bisa dijadikan i’tibar.

  • Muhammad bin Husain bin Humaid bin Rabi’ adalah seorang yang tsiqat. Abu Ya’la Ath Thusi menyatakan ia tsiqat. Abu Hasan bin Sufyan Al Hafizh juga menyatakan ia tsiqat [Tarikh Baghdad 3/26-28 no 644]
  • Muhammad bin Ubaid bin Utbah adalah seorang yang tsiqat. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Maslamah berkata “tsiqat”. Daruquthni berkata “tsiqat shaduq” [At Tahdzib juz 9 no 545]
  • Abdullah bin Salim Al Fazari adalah seorang yang tsiqat. Ibnu Abi Ashim berkata “baik”. Abu Ya’la berkata “orang kufah yang paling baik”. Abu Dawud berkata “syaikh yang tsiqat”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat dan berkata “pernah salah”. [At Tahdzib juz 5 no 393]. Adz Dzahabi berkata “seorang ahli ibadah yang tsiqat” [Al Kasyf no 2737].
  • Yahya bin Isa Ar Ramliy adalah perawi Bukhari dalam Adabul Mufrad, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah. Ahmad bin Hanbal telah menta’dilnya. Al Ijli menyatakan ia tsiqat tasyayyu’. Abu Muawiyah telah menulis darinya. Nasa’i berkata “tidak kuat”. Ibnu Ma’in berkata dhaif atau tidak ada apa-apanya atau tidak ditulis hadisnya. Maslamah berkata “tidak ada masalah padanya tetapi di dalamnya ada kelemahan”. Ibnu Ady berkata “kebanyakan riwayatnya tidak memiliki mutaba’ah” [At Tahdzib juz 11 no 428]. Ibnu Hajar berkata “jujur sering salah dan tasyayyu’” [At Taqrib 2/311-312]. Adz Dzahabi berkata “shuwailih” [Man Tukullima Fihi Wa Huwa Muwatstsaq no 376]. Ibnu Hibban menyatakan kalau ia jelek hafalannya banyak salah sehingga meriwayatkan dari para perawi tsiqat riwayat bathil tidak berhujjah dengannya [Al Majruhin no 1221]
  • Sulaiman bin Mihran Al ‘Amasy perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat. Al Ijli dan Nasa’i berkata “tsiqat tsabit”. Ibnu Ma’in berkata “tsiqat”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. [At Tahdzib juz 4 no 386]. Ibnu Hajar menyebutkannya sebagai mudallis martabat kedua yang ‘an anahnya dijadikan hujjah dalam kitab shahih [Thabaqat Al Mudallisin no 55]. Dikatakan riwayat ‘an anahnya dari para syaikh-nya seperti Ibrahim, Abu Wail dan Abu Shalih dianggap muttashil [bersambung].
  • Ibrahim bin Yazid bin Qais An Nakha’iy adalah perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat. Ibnu Hajar menyataka ia seorang faqih yang tsiqat [At Taqrib 1/69]
  • Alqamah bin Qais An Nakha’iy adalah perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat tsabit faqih dan ahli ibadah [At Taqrib 1/687]

Jelas bahwa satu-satunya kelemahan hadis ini terletak pada Yahya bin Isa Ar Ramliy. Sebagian ulama telah menta’dilnya yaitu Ahmad, Al Ijli, Abu Muawiyah, Maslamah, Ibnu Hajar dan Adz Dzahabi. Dan sebagian lagi mencacatnya seperti Nasa’i, Ibnu Ma’in dan Ibnu Hibban ketiganya tergolong ulama yang mutasyaddud [ketat] dalam menjarh. Jarh Nasa’i “tidak kuat” tidaklah bersifat menjatuhkan kedudukannya karena bisa berarti ia seorang yang hadisnya hasan atau tidak mencapai derajat shahih. Ibnu Ma’in tidak menyebutkan alasan pencacatannya dan ia terkenal ketat dalam menjarh. Sedangkan jarh Ibnu Hibban bukan terletak pada ‘adalah Yahya bin Isa tetapi terletak pada hafalannya sehingga yang dimaksud lemah disini adalah lemah dalam dhabit-nya.

Selain itu Yahya bin Isa Ar Ramliy dalam periwayatannya dari Al ‘Amasy memiliki mutaba’ah dari Ubaidillah bin Musa dan Manshur bin Abil Aswad sebagaimana yang disebutkan oleh Abu Nu’aim [Fadha’il Khulafaur Rasyidin 1/67 no 38]. Ibnu Asakir telah menyebutkan riwayat dengan sanad yang lengkap dari Mansur bin Abil Aswad dan Sufyan Ats Tsawri dari Al ‘Amasy dengan sanad yang bisa dijadikan i’tibar [Tarikh Ibnu Asakir 42/352]

Hadis Ibnu Mas’ud radiallahu ‘anhu ini memiliki syahid dari hadis Abu Bakar radiallahu ‘anhu dengan sanad yang bisa dijadikan i’tibar sebagaimana yang diriwayatkan oleh Adz Dzahabi.

أخبرنا الحسن بن علي أخبرنا جعفر الهمذاني أخبرنا أبو طاهر السلفي أخبرنا علي بن مردك بالري أخبرنا أبو سعد السمان أخبرنا أبو العباس بن الحاج وأبو علي بن مهدي الرازي قالا أخبرنا أبو الفوارس ابن السندي حدثنا محمد بن حماد الطهراني أخبرنا عبد الرزاق عن معمر عن الزهري عن عروة عن عائشة عن أبي بكر رضي الله عنه قال سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول النظر إلى وجه علي عبادة

Telah mengabarkan kepada kami Hasan bin ‘Ali yang berkata telah mengabarkan kepada kami Ja’far Al Hamdani yang berkata telah mengabarkan kepada kami Abu Thahir As Salafiy yang berkata telah mengabarkan kepada kami ‘Ali bin Mardak di Rayy yang berkata telah mengabarkan kepada kami Abu Sa’d As Samaan yang berkata telah mengabarkan kepada kami Abu ‘Abbas bin Haaj dan Abu ‘Ali bin Mahdi Ar Raaziy yang keduanya berkata telah mengabarkan kepada kami Abu Fawaris Ibnu Sindi yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Hammad Ath Thahraaniy yang berkata telah mengabarkan kepada kami Abdur Razaaq dari Ma’mar dari Az Zuhri dari Urwah dari Aisyah dari Abu Bakar radiallahu ‘anhu yang berkata aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “melihat wajah Ali adalah ibadah” [As Siyar 15/542]

Adz Dzahabi menyebutkan dalam kitabnya Tarikh Al Islam kalau hadis ini telah disebutkan oleh As Samman dalam kitabnya Al Muwafaqat dengan sanad dari Ibnu Haaj dan Abu ‘Ali bin Mahdi Ar Raziiy [keduanya] dari Ahmad bin Muhammad bin Husain bin Sindiy Abu Fawaris Ash Shabuniy dari Ath Thahraniy dari ‘Abdurrazaq dari Ma’mar dari Az Zuhri dari Urwah dari Aisyah dari Abu Bakar secara marfu’ [Tarikh Al Islam 25/414]

  • As Sammaan adalah Ismail bin ‘Ali bin Husain Abu Sa’d seorang Imam hafizh allamah mutqin sebagaimana yang disebutkan oleh Adz Dzahabi [As Siyar 18/55 no 26]
  • Ibnu Haaj adalah Ahmad bin Muhammad bin Haaj Abul ‘Abbas disebutkan oleh Adz Dzahabi kalau dia seorang imam muhaddis yang tsiqat [As Siyar 17/329 no 201]
  • Abu Fawaris adalah Ahmad bin Muhammad bin Husain bin Sindiy juga disebutkan oleh Adz Dzahabi kalau ia seorang yang tsiqat [Al ‘Ibar Fi Khabar Min Ghabar 2/287]
  • Muhammad bin Hammad Ath Thahraniy seorang yang tsiqat. Ibnu Abi Hatim berkata “shaduq tsiqat”. Ibnu Khirasy, Daruquthni dan Abu Sa’id bin Yunus menyatakan tsiqat. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Maslamah bin Qasim mengatakan kalau dia adalah sahabat ‘Abdurrazaq seorang hafizh dan tsiqat [At Tahdzib juz 9 no 176]
  • Abdurrazaq bin Hammam adalah Al Imam Al Hafizh perawi kutubus sittah dimana Bukhari dan Muslim telah berhujjah dengan hadisnya. Ia seorang hafiz yang dikenal tsiqat sebagaimana disebutkan Ibnu Hajar [At Taqrib 1/599]
  • Ma’mar adalah Ma’mar bin Rasyd  perawi kutubus sittah. Ibnu Ma’in, Al Ajli, Yaqub bin Syaibah, Ibnu Hibban dan An Nasa’i menyatakan ia tsiqat [At Tahdzib juz 10 no 441] . Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat tsabit. [At Taqrib 2/202]
  • Az Zuhri adalah Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Abdullah bin Syihab. Al Hafiz Al Faqih yang disepakati [ketsiqahannya], dijadikan hujjah oleh Bukhari Muslim [At Taqrib 2/133]
  • Urwah bin Zubair seorang tabiin faqih yang tsiqat sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar [At Taqrib 1/671]

Secara zahir hadis ini para perawinya terpercaya tetapi hadis ini mengandung illat [cacat] yaitu disebutkan dari Ahmad bin Hanbal kalau Muhammad bin Hammad Ath Thahraniy meriwayatkan dari ‘Abdurrazaq setelah ia mengalami ikhtilath [Nihayat Al Ghatibaat no 63]. Jadi hadis ini mengandung kelemahan tetapi dapat dijadikan i’tibar. Hadis riwayat Ibnu Mas’ud radiallahu ‘anhu dan hadis riwayat Abu Bakar radiallahu ‘anhu sanadnya saling menguatkan. Maka, status hadits tersebut naik menjadi hasan lighairihi. Tentu saja ini sesuai dengan definisi hadis hasan lighairihi sebagaimana dalam ilmu Mushthalah Hadis seperti yang dapat dilihat dalam kitab Taisiru Mushthalah Al Hadis hal 43-44.

هو الضعيف إذا تعددت طرقه، ولم يكن سببُ ضعفه فِسْقَ الراوي أو كَذِبَهٌ يستفاد من هذا التعريف أن الضعيف يرتقى إلى درجة الحسن لغيره بأمرين هما أ‌ أن يٌرْوَيٍِ من طريق آخر فأكثر ، على أن يكون الطريقٌ الآخر مثله أو أقوى منه ب‌ أن يكون سببٌ ضعف الحديث إما سوء حفظ راويه أو انقطاع في سنده أو جهالة في رجاله

Ia adalah hadits (yang asalnya) dha’if yang memiliki beberapa jalur (sanad), dan sebab kedha’ifannya bukan karena perawinya fasiq atau dusta. Berdasarkan definisi ini, menunjukkan bahwa hadits dla’if itu dapat naik tingkatannya menjadi hasan lighairihi karena dua hal ; Jika hadits tersebut diriwayatkan melalui jalan lain (dua jalur) atau lebih, asalkan jalan lain itu semisal atau lebih kuat ; Penyebab kedha’ifannya bisa karena buruknya hafalan perawinya, terputusnya sanad, atau jahalah dari perawinya”

Kedua hadis ini yaitu hadis riwayat Ibnu Mas’ud radiallahu ‘anhu dan hadis riwayat Abu Bakar radiallahu ‘anhu di dalam sanadnya tidak terdapat perawi yang dhaif jiddan atau matruk atau pendusta sehingga keduanya dapat dijadikan i’tibar dan saling menguatkan. Kesimpulannya kedudukan hadis ini adalah hasan.

.

.

.

Anomali Ulama

Tanpa mengurangi rasa hormat kami kepada ulama yang dimaksud, kami ingin menunjukkan kepada pembaca kekeliruan pendapat ulama seputar hadis ini. Diantaranya Adz Dzahabi, dalam biografi Yahya bin Isa Ar Ramli, Adz Dzahabi telah menyebutkan hadis ini dengan jalan dari Harun bin Hatim dari Yahya bin Isa dari ‘Amasy dari Ibrahim dari Alqamah dari Ibnu Mas’ud ra secara marfu’. Kemudian Adz Dzahabi mengatakan kalau hadis ini bathil dan yang memalsukan hadis ini adalah Harun bin Hatim [Mizan Al ‘Itidal juz 4 no 9600].

Tentu saja ini adalah suatu keanehan yang nyata. Harun bin Hatim Al Kufy memang seorang perawi yang dhaif. Abu Hatim berkata “ditinggalkan hadisnya” [Al Jarh Wat Ta’dil 9/88 no 364] tetapi dalam periwayatan hadis ini dari Yahya bin Isa, ia tidaklah menyendiri, ia memiliki mutaba’ah diantaranya Abdullah bin Salim Al Fazari [yang nampak dalam sanad di atas dan disebutkan pula dalam Mustadrak Al Hakim no 4682] dan Ahmad bin Badil Al Yami yang nampak dalam riwayat Thabrani [Mu’jam Al Kabir 10/76 no 10006]. Abdullah bin Salim seorang perawi tsiqat sebagaimana telah dijelaskan dan Ahmad bin Badil Al Yami seorang yang shaduq, Nasa’i berkata “tidak ada masalah”. Ibnu Abi Hatim berkata “tempat kejujuran”. Ibnu Hibban dalam Ats Tsiqat berkata “hadisnya lurus”. Daruquthni berkata “layyin”. Ibnu Ady menyatakan ia dhaif ditulis hadisnya [At Tahdzib juz 1 no 14]. Ibnu Hajar meberikan predikat “shaduq pernah salah” [At Taqrib 1/30]. Hal ini membuktikan kalau Harun bin Hatim tidak memalsukan hadis ini.

Keanehan Adz Dzahabi lainnya adalah dalam kitab As Siyar biografi Abu Fawaris bin As Sindiy ia membawakan hadis ini dan menjadikan hadis ini sebagai cacatnya Abu Fawaris. Adz Dzahabi menyatakan bahwa pada dasarnya Abu Fawaris seorang yang shaduq tetapi tidak bisa dijadikan hujjah karena meriwayatkan hadis bathil ini. Tentu saja pencacatan Adz Dzahabi ini tidak berdasar, ia sendiri dengan jelas bahkan menyatakan kalau Abu Fawaris seorang yang tsiqat dalam Al ‘Ibar. Intinya karena Adz Dzahabi menganggap hadis ini bathil maka perawi yang meriwayatkan hadis ini akan menjadi cacat karenanya walaupun ia seorang yang tsiqat. Bagi kami ini adalah suatu sikap yang aneh, kami tidak mengerti dimana letak kebathilan yang dimaksud. Apakah di matan hadisnya? Yang mengesankan keutamaan tinggi melebihi semua sahabat lain?. kalau iya maka kami berlepas diri dari sikap Adz Dzahabi itu.

Kami juga ingin mengingatkan sebagian pembaca yang memiliki sesuatu di hatinya [baca: yang gemar menuduh kami syiah], menyatakan hadis ini hasan tidaklah membuat seseorang sebagai syiah atau membuatnya layak dituduh syiah. Sebagai informasi hadis ini telah dihasankan oleh sebagian ulama ahlul sunnah seperti As Suyuthi [Tarikh Al Khulafa 1/70], Asy Syawkani dan Ibnu Hajar Al Haitsami [Ash Shawaiq 2/360]. Asy Syawkani mengatakan kalau hadis ini hasan lighairihi, bukan shahih sebagaimana dikatakan Al Hakim dan bukan pula maudhu’ sebagaimana dikatakan Ibnu Jauzi [Fawaid Al Majmu’ah hadis no 55]. Tidak ada mereka bertiga dituduh syiah bahkan Ibnu Hajar Al Haitsami yang termasuk ulama yang keras membantah syiah tetap menghasankan hadis ini. Salam Damai

24 Tanggapan

  1. Bila melihat wajah Imam Ali bernilai ibadah,…

    maka mencintai dan meneladani kehidupan beliau tentunya merupakan kebaikan.

    Semoga kita mampu meneladani kehidupan beliau (Imam Ali) dan termasuk Syiah (kelompok) beliau. Amin.

    Salam damai

  2. Sebenarnya matan-nyapun anomali, karena Nabi SAW sendiri tidak pernah bersabda untuk diri beliau sendiri yaitu memandang wajah beliau adalah ibadah apalagi untuk mereka yang derajatnya masih di bawah beliau.

    Riwayat ini spt riwayat tentang Ali adalah makhluk yang paling dicintai oleh Allah adalah riwayat2 yg menjadikan Imam Ali kedudukannya melebihi Nabi SAW. bagi yang tidak terdapat penyakit syubhat di hatinya pasti akan merasakan anomali ini.

    Cukup mudah melihat bahwa riwayat ini bermasalah yaitu terletak pada perawi yg banyak salah dan tasyayyu’

  3. @sok tahu banget,
    hmmm… analisis yang sangat logis . simple tapi pasti jawaban tuk sp.. kita tanya ama si sp kenapa Ali kagak Menyuruh Umat Rasuullah sallallahualaihiwasalam mengambar dirinya (katanya kan ibadah). ato ada perkataan Ali yag luput dari para perawi hadits????padahal itu adalah ibadah, jadi sayangkan ada ibadah tapi cuma semasa waktu hidupnya sayyidina Ali saja kok g disuruh mengambar…kan untuk umat Nabi juga pahala liat gambar Ali…..
    @sp
    pantesan orang2 agama syiah di iran menciptakan khayalan gambar wajah Ali radhiallahuanhu, sampe2 gambar Rasulullah pun tak luput dari khayalan gila mereka (berarti jika benar, hadits yg berbunyi larangan mengambar/perupa batal dong jadi hadits dhaif …ato ada pengecualian gambar wajah imam2 syiah). Nampaknya ada yg lagi mau cari Fulus “lebih” menjual Bros pin Wajah Nabi…. (inget hadits perupa/pelukis mahkluk bernyawa)…

  4. @sok tau banget

    Sebenarnya matan-nyapun anomali, karena Nabi SAW sendiri tidak pernah bersabda untuk diri beliau sendiri yaitu memandang wajah beliau adalah ibadah apalagi untuk mereka yang derajatnya masih di bawah beliau.

    Tidak perlu Nabi memuji dirinya sendiri. Karena jika dengan melihat wajah Ali saja ibadah, apalagi memandang wajah Nabi saw?

    Riwayat ini spt riwayat tentang Ali adalah makhluk yang paling dicintai oleh Allah adalah riwayat2 yg menjadikan Imam Ali kedudukannya melebihi Nabi SAW. bagi yang tidak terdapat penyakit syubhat di hatinya pasti akan merasakan anomali ini.

    Permisalan-permisalan dari Rasul saw spt ini selalu luput dari pemikiran sampeyan. Manusia yang dijadikan permisalan haruslah manusia yang sangat tinggi dan paling tinggi derajatnya. Sehingga bagi mereka yang mau berpikir, akan nampak bahwa, jika muridnya saja demikian hebatnya, demikian luar biasanya, apalagi gurunya? Namun sayangnya sampeyan dan manusia2 spt sampeyan tdk mampu menjangkau hal-hal seperti itu.

    Salam

  5. @abu jufri
    Anda sudah baca belum hadits ini dicatat di kitab mana?
    Kalau anda kurang bergaul dengan ahlul sunnah jangan klaim sembarangan. Wong pemahaman dan keyakinan ini bukan hanya milik syi’ah.
    Sunni juga meyakini ini, kecuali tentunya mereka yang nashibi. nahh jika anda nashibi, jangan anda pikir orang lain juga nashibi.

    Salam damai.

  6. @Armand,

    Ini bukan perkara puji memuji, masalahnya ini adalah ibadah, maka seharusnya ada hadits untuk Nabi SAW bahwa memandang wajah beliau adalah ibadah, kenyataannya kan ga ada, maka hadits untuk Ali di atas ya wajar kalau dibilang anomali.

    Kemudian hadits yang lain memakai kata “Makhluk yang paling dicintai” ini bahkan lebih anomali lagi, yang artinya makhluk yang paling dicintai oleh Allah adalah Ali karena kata-kata “Paling” itu hanya untuk satu bukan dua, berarti kedudukan dan keutamaan Nabi SAW lebih rendah daripada Ali. Naudzubillah.

  7. @sok tahu banget
    Dengan cara pikir anda, apakah ini anomali?
    “ Hamba Allah yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling bermanfaat bagi keluarganya “ (Shahih al-Jami’ ash-Shaghir no. 172).

    Seseorang bertanya kepada Rasulullah saw, ”Siapakah orang yang paling dicintai Allah? Beliau saw bersabda, ”Orang yang paling banyak memberi manfaat kepada manusia.”

    Rasulullah saw bersabda,”Allah Ta’ala berfirman : “Sesungguhnya hamba yang paling Aku cintai adalah orang-orang yang saling berkasih-sayang karena Keagungan-Ku dan hati mereka terpaut kepada masjid dan mereka senantiasa memohon ampun di waktu sahur (sebelum subuh). Mereka adalah orang-orang yang apabila Aku ingin menimpakan suatu ‘azab kepada suatu kaum namun Aku urungkan, mengingat keberadaan mereka (di antara kaum tersebut)

    Rasulullah saw bersabda, ”Orang yang paling dicintai Allah Yang Maha Agung dan Maha Terpuji adalah orang yang paling banyak berdzikir di kepada-Nya di antara kamu dan orang yang paling mulia di sisi Allah ‘Azza wa Jalla di antara kamu adalah yang paling bertaqwa.

    Rasulullah saw bersabda, ”Orang mu’min yang paling dicintai Allah adalah orang mu’min yang menempa dirinya untuk taat kepada Allah dan menasihati ummat untuk juga taat kepada Nabinya, dan merenungi cela-cela dirinya serta memperhatikan, berpikir tafakkur dan beramal”

    “ Hamba yang paling dicintai Allah adalah yang paling terpuji akhlaknya “ (Shahih al-Jami’ ash-Shaghir no. 179).

    Salam damai

  8. @sok tahu banget
    Dengan cara pikir anda ini, akan banyak nash2 yang anomali.. :mrgreen:
    Amal apa yang paling utama?. Pertanyaan ini saja anda akan terjebak dengan anomali teori “paling” anda. Belum lagi kalau dilihat dari segi/kaidah bahasa arab.
    Kalau anda, mengabaikan konteks dari suatu teks maka anda akan tersesat.
    Orang awam pun tahu jika Rasulullah adalah manusia paling mulia dan sempurna dan paling dicintai Allah. Tentu sudah tidak perlu lagi diikutkan dalam perbandingan tsb.

    Salam damai.

    Salam damai.

  9. @Truthseeker

    Iya tetapi bentuknya masih umum, dan yang disebutkan adalah sifat-sifat seorang hamba yang paling dicintai oleh Allah, tetapi tidak menisbatkan pada orang tertentu atau nama tertentu.

    Dan kita tahu sifat-sifat tersebut ada dan terkumpul pada diri Nabi SAW yang Allah telah tetapkan sebagai uswah hasanah bagi umatnya, maka seharusnya Nabi SAW yang paling dicintai oleh Allah, sedangkan Ali derajatnya masih di bawah Nabi SAW, sekalipun sifat-sifat yang dicintai oleh Allah ada pada diri Ali tetapi tidak akan mengalahkan sifat-sifat yang terkumpul pada diri Nabi SAW. Maka hadits ini sekali lagi adalah anomali.

    Jadi argumentasi anda tidak mengena. maaf ya :mrgreen:

  10. @sok tau banget

    ……maka seharusnya ada hadits untuk Nabi SAW bahwa memandang wajah beliau adalah ibadah, kenyataannya kan ga ada

    Tidak perlu Nabi mengucapkan hal spt itu. Kan sdh sy sdh sampaikan jika memandang wajah Imam Ali saja adalah ibadah, bagaimana pula dgn memandang wajah Nabi saw? Bahasa2 Nabi seperti ini memang sulit dipahami bagi manusia2 tertentu. Apakah karena Imam Alinya? Entah bagaimana menurut sampeyan kalau Imam Ali diganti dgn Muawiyyah?

    Coba sampeyan simak riwayat2 ini:

    (1). Janganlah kamu mencaci-maki sahabat-sahabatku. Kalau ada orang yang menafkahkan emas sebesar gunung Uhud, tidak akan mencapai satu cupak atau separonya dari yang telah mereka infakkan.

    Sy mau nanya, adakah Nabi saw bersabda melarang melarang mencaci-maki Beliau? Apakah Nabi saw pernah bersabda kalau ada orang yang menafkahkan emas sebesar gunung Uhud, tidak akan mencapai satu cupak atau separohnya dari yang Beliau infakkan?

    Ada ga?

    Mengapa riwayat keutamaan sahabat ini tdk sampeyan anggap anomali saja?

    (2). Sahabat-sahabatku ibarat bintang-bintang. Barangsiapa menelusuri salah satunya dia mendapat petunjuk jalan

    Sy mau nanya, adakah Nabi saw pernah bersabda bahwa Beliau adalah ibarat bintang. Barang siapa menelusurinya dia akan mendapat petunjuk?

    Ada ga?

    Mengapa riwayat keutamaan sahabat ini tdk sampeyan anggap anomali saja?

    Salam

  11. @ Armand,

    saya kira jawaban saya sebelumnya sudah begitu jelas, masalahnya adalah Ibadah Bung, sama seperti Truthseeker, argumentasi anda tidak mengena, maaf ya .

  12. O iya…. jelas sekali kok ngga jelasnya. Moso’ nilai ibadah jadi masalah?

    Salam

  13. @sok tahu banget
    Jika anda menganggap argumennya tidak mengena juga fine2 aja koq.. 😀
    Karena untuk memahami suatu argumen juga butuh ilmu khan.. 😉
    Saya cuma mengomentari pemahaman sempit anda tentang kata “paling”, ehhh setelah saya berikan beberapa contoh penggunaan kata “paling” anda masih tidak paham, yaa mau bilang apa lagi.
    🙂
    Semoga semakin sering anda berada di blog ini bisa membantu membuka hijab anda. Dan bisa menjadi lebih mudah memahami bahasa2 logika.
    Sehingga suatu saat id anda tidak lagi menggunakan kata “sok tahu” => “benar2 tahu”
    :mrgreen:

    Salam damai

  14. Jangan disamakan dong antara Rasulullah dengan imam Ali…beda antara guru dan murit

    – Allah paling sayang sama Rasulullah
    – Rasulullah paling sayang sama Imam Ali

    Melihat wajah Imam Ali adalah ibadah…iya kalu orang awam yg baca pasti kayak ane pasti bingung…tapi kalu orang tasauf yang baca…pasti di benarkan…jadi menurut saya tergantung kadar ilmu orang yg baca.

  15. @bernavel

    Selain kadar ilmu, jg kadar kebenciannya thd Syiah 🙂

    Salam

  16. kebencian yg satu jangan sampai berimbas ke kebencian yg lain,begitupun dosa.ini yg terjadi antara sunni dan syiah atau pun wahabi…mereka saling mencaci,membenci…padahal kita tidak sadar bahwa sifat seperti mencaci ataupun membenci itu tidak dibenarkan apapun alasannya.kita mengklaim mazhab kita yg paling benar sampai2 membenci mazhab orang lain…secara tidak sadar kita sudah ditipu oleh setan kita sudah membuka pintu untuk setan masuk kedalam hati kita sehingga kita saling membenci…Mudah2an kita yang ada di situs ini tidak demikian…amien.

  17. @barnavel
    Setuju..!!
    Memang seperti itulah cara kerja Iblis => memutuskan silaturahmi.
    – memutuskan shilah/hubungan Adam/Hawa dg Allah.
    – memutuskan hubungan Adam dg Hawa.
    – memutuskan hubungan Habil dg Qabil.
    – memutuskan hubungan umat islam dg (Rasulullah) melalui pemutusan hubungan umat kepada keturunan Rasulullah.
    – Anak dg orang tua.
    – saudara dg saudara.
    – pemimpin/ulama dg rakyatnya.
    – suami dg istri.
    – keluarga, sahabat dll.

    Dimana islam sebaliknya sangat menjunjung shilah/hubungan => Shalat, shalawat, silaturahim.

    Salam damai.

  18. Saya lebih melihat pengertian hadis ini secara majazi (kiasan). Kalau secara fisik bagaimana dg orang buta ?

    Jadi saya lebih condong mengartikan “melihat wajah Ali” dg “mengindahkan/memperhatikan wajah kehidupan Imam Ali untuk diikuti”.

    Untuk Abu Jufri saya ingin mengatakan bhw dlm hal penggambaran Nabi saw, Imam Ali dll secara fisik Syiah lebih proporsional ketimbang Sunni. Artinya dg menggambar Nabi saw atau Imam Ali secara fisik, Syiah pada dasarnya menganggap Nabi saw dan Ali hanya sebagai manusia biasa. Sementara Sunni dg melarang kaum muslimin untuk menggambar Nabi dan para sahabat pada dasarnya telah menganggap mereka bukan sbg manusia lagi atau menganggap lebih dari manusia.

  19. @wahyudi
    dah laku berapa banyak….? distributornya dimana?? untung banyak g??

  20. @abu jufri

    hemm….kalau beragama cuma ikut-ikutan saja hasilnya spt ini….

  21. @abu jufri

    Coba…apa manfaatnya sampeyan menanya gitu? Kenapa ga dilawan dengan argumen saja. Marilah berdiskusi. Kalau sampeyan ga setuju bilang. Kalau sampeyan setuju diam 🙂

    Salam

  22. @mas armand
    si abu jufri…jangan di ajak diskusi ngajak dia sama aja kita ajak tembok berdiskusi…otak dan hatinya sama keras.trus gitu islamnya bobrok…

  23. @sok tau benar/abu jufri,
    Amda2 berkata > Mengapa Rasul tidak mengatakan MEMANDANG WAJAHKU ADA;AH IBADAH.

    Saya ingin bertanya pada anda2, Istilah SAHABAT menurut paham SUNI, adalah mereka yang pernah bertemu/ melihat Rasul, Karena menjadi sahabat Rasul adalah suatu kemulian. Mengapa hanya dengan sekali melihat Rasul sudah disebut sahabat? Jangankan melihat langsung, melihat dalam mimpi aja merupakan rakhmat. Wasalam

  24. @Abu Jufri: yang dipikirkan duit dan duit, bener2 jelek bila nilai ibadah hanya dikaitkan dengan materi. ckckckckck. contoh kecil saja: baca surat waqiah hanya ingin mendapa rezeki padahal dengan niat yang ikhlas mencari keridhoan Allah rezeki tuch pzti datang, ibaratnya itu bonus dari ke ikhlasannya. ehm……

Tinggalkan komentar