Rantai Zarathustra

Rantai Zarathustra

Jika berkali-kali terulang maka semua selalu terasa lebih. Saat diri sebagai manusia menyadari sepenuhnya bahwa Ia hidup maka saat itu pula terasa menyakitkan bahwa diri ini mungkin sudah lama mati

Semua manusia terlihat aneh di mataku. Siapapun bicara seolah tahu apa itu kebaikan dan keburukan? seakan mereka menyadari bahwa Apa yang mereka anggap baik maka itulah Kebaikan dan Apa yang mereka anggap buruk maka itulah Keburukan. Terlihat jelas di mataku Noda hitam bagi mereka yang tidak melihat. Mereka yang berbicara atas nama kebaikan, mereka yang menyeru pada keluhuran, mereka yang menasehati dalam kebenaran ternyata tidak pernah terlepas dari Rantai Noda yang melilit dengan erat.

.

.

Ada di antara mereka yang berkata “Kasihanilah sesama” tetapi saat berjalan pandangan matanya tidak pernah teralih ketika ada anak kecil yang menangis di depannya. Anak menangis itu biasa, sungguh sangat biasa sehingga tidak ada yang perlu diributkan. Begitu terbiasa hingga lupa kalau ada, yah begitulah kenyataan yang terlihat. Seringkali Ia berbicara etika yang luhur, seringkali ia bicara tentang kasih sayang terhadap sesama manusia tetapi Mengapa sebuah tangisan tidak menusuknya begitu dalam. Padahal Anak itu menangis karena ia belum makan sejak pagi tadi. Bukankah sangat mudah untuk memberi makanan? ya mudah sekali tetapi ternyata sangat sulit untuk tahu bahwa ada anak yang menangis karena lapar. Dalam pikirannya Biasalah anak kecil menangis paling-paling cuma kenakalan anak kecil. Bagaimana bisa tahu kalau tidak pernah terusik untuk tahu, bagaimana bisa peduli kalau tidak pernah terusik untuk peduli. Semua orang peduli tetapi hanya sedikit orang yang terusik untuk peduli. 😦

.

.

Ada di antara mereka yang berkata “perlakukan orang lain sebagaimana kau ingin diperlakukan”. Perkataan yang sungguh mulia. Ingin sekali kuhormati orang yang berkata begitu seandainya saja aku tidak melihat ketika ada orang tua yang berkata kapadanya “Maaf saya sakit” Ia menjawab “kesebelah situ saja, saya lagi sibuk”. Tidak tahukah ia kalau dari tadi orang tua itu berjalan kesana kemari karena entah mengapa semua orang menjadi sibuk ketika ia sedang sakit. Sungguh seperti tidak ada yang patut disesali, karena rasa sakit orang lain tidak terasa begitu nyata dengan rasa penat yang dialami. Siapapun ingin ketika dirinya merasa sakit maka Ia mendapat pertolongan dari mereka yang mampu menolongnya. Orang tua itu sangat sederhana, dalam anggapannya setiap mereka yang tampak putih adalah orang yang tepat untuk diminta tolong. Benar sekali hanya saja satu-satunya yang tidak diketahui orang tua itu adalah Mereka yang tampak putih itu mungkin juga sedang sakit. 😦

.

.

Ada di antara mereka yang berkata “Hormati pendapat orang lain”. Ini kebaikan yang begitu biasa dan sangat umum. Anehnya kebaikan ini ternyata juga luar biasa ketika ada banyak noda yang menghiasinya. Tidak jarang hanya karena berbeda tempat dan bagian maka semuanya menjadi begitu berbeda. Ia boleh saja seorang yang sangat ahli tetapi tidak berarti mereka yang tidak diakui sangat ahli adalah orang yang dengan mudahnya diacuhkan. Mungkin Ia tidak akan menganggap Semua pendapat selainnya salah tetapi Ia cuma tidak mengacuhkan bahwa Orang lain bisa lebih benar dari dirinya dalam kasus tertentu. Orang ini bersikap sederhana dengan ide universal bahwa semua orang harus dihormati pendapatnya tetapi Dirinya begitu mudah mengeluarkan kata-kata “gimana sih kok begitu saja tidak bisa”, atau “duh jangan buat saya tertawa” atau “yang atasan disini siapa”, atau “memangnya kamu itu siapa”. Ternyata Memang kita harus menghormati orang lain sesuai dengan statusnya, siapakah ia atau dari golongan manakah ia. :mrgreen:

.

.

Siapa saja tidak bisa menerima kata-kata yang kasar, itu adalah hal yang sudah menjadi kesepakatan umum tetapi sayangnya tidak semua orang menyadari bahwa hampir semua orang mudah sekali berkata kasar. Hal yang sederhana kadang membuat orang menjadi mudah sekali marah jika ia sedang benar-benar lelah. Teringat olehku seorang laki-laki berkata kepada seseorang “Pak tolong lihat ayah saya, dia menggigil”. Orang itu menjawab “kenapa sih dari tadi mengeluh terus”. Sungguh sangat dimaklumi kalau orang itu benar-benar lelah karena dari tadi kerjanya berjalan kesana kemari menangani orang-orang yang mengeluh dengan semua macam keluhan. Tetapi bukankah laki-laki itu tidak tahu? Ia cuma ingin menolong ayahnya, seandainya bisa mungkin ia sendiri yang akan menolong tetapi ketidakmampuan telah membuatnya berpikir satu-satunya yang bisa diminta tolong dan mampu disitu adalah orang yang ternyata sudah begitu lelah untuk mengurusi orang lain. Sepertinya kelelahan mudah sekali menginduksi kekasaran dan disitu sepertinya Kezaliman yang kecil bermain dengan sangat mudahnya. 😦

.

.

Setelah terpandang olehku banyak manusia maka kualihkan pandangan pada diriku. Betapa mengerikannya ketika kulihat Rantai yang melilitku jauh lebih banyak dan noda itu jauh lebih pekat. Betapa itu membuat diriku benar-benar jatuh. Jatuh dalam keputusasaan akan apa itu yang namanya kebaikan dan keburukan. Pikiran ini entah mengapa menjadi terganggu. Betapa banyak Orang Baik yang ternyata adalah Orang Yang Dikira Baik. Betapa banyak Orang Mulia yang ternyata Sama Buruknya dengan yang lain. Betapa banyak keburukan yang ternyata tersemat dalam kebaikan. Keburukan Yang Terantai Dengan Erat Dalam Kebaikan Manusia.

19 Tanggapan

  1. Pusing…

    *pulang buat mikir dulu and memperkirakan komen yang rasanya OK *

    C U SP…. 😛

    BTW, pertamax neh… :mrgreen:

  2. Yang saya tangkap adalah: lihat sekeling diri, jadikan cermin untuk berkaca. Begitu ya? :mrgreen:

  3. Sungguh sulit utk memberi komentar. Sebab klu kita memberi komentar mk komentar dlm hal ini hrs logic dan merupakan nasehat utk pegangan dlm perjalanan hidup kita. Dan apabila kita memberikan nasehat pd orang lain terlebih dahulu hrs menasehati diri kita sendiri. Oleh krn itu saya no commen krn saya sendiri msh bertingkah laku seperti apa yg digambarkan mas SP diatas. Usul utk mas SP: Tanyakan pd Imam Ali KW

  4. waduw..
    “apa yang mereka anggap baik maka itulah Kebaikan dan Apa yang mereka anggap buruk maka itulah Keburukan”
    Jlebb!
    “Bagaimana bisa tahu kalau tidak pernah terusik untuk tahu, bagaimana bisa peduli kalau tidak pernah terusik untuk peduli
    Jlebb!
    “Betapa banyak Orang Baik yang ternyata adalah Orang Yang Dikira Baik. Betapa banyak Orang Mulia yang ternyata Sama Buruknya dengan yang lain”
    😦 Hiks..
    “Betapa banyak keburukan yang ternyata tersemat dalam kebaikan. Keburukan Yang Terantai Dengan Erat Dalam Kebaikan Manusia”
    Hiks..hiks..hiks..
    *pulang ah 😥 kerasa banget nih..*

  5. @Snowie
    yep silakan pikirkan 🙂

    @Suhadinet
    mungkin bisa 🙂

    @aburahat
    seandainya saja saya bisa tanya 😦

    @Mbak nurma
    Maaf nggak bermaksud menyinggung, saya cuma meluapkan emosi saya yang overload dan menggantung terlalu lama 😦

  6. @SP
    Saya sangat senang mas bertanya krn dgn demikian tanda permulaan diskusi. Dan insya Allah dlm diskusi ini membuahkan sesuatu yg bermanfaat utk kita semua. Amin

  7. Ada di antara mereka yang berkata “Kasihanilah sesama” tetapi saat berjalan pandangan matanya tidak pernah teralih ketika ada anak kecil yang menangis di depannya. Anak menangis itu biasa, sungguh sangat biasa sehingga tidak ada yang perlu diributkan. Begitu terbiasa hingga lupa kalau ada, yah begitulah kenyataan yang terlihat.



    Semua orang peduli tetapi hanya sedikit orang yang terusik untuk peduli. 😦

    siapa yang salah dalam hal ini ??
    si anak yang merasa “saya lapar, saya perlu bantuan” ?? atau si orang yang merasa “saya tidak ingin mendidik orang jadi malas” ??

    Ada di antara mereka yang berkata “perlakukan orang lain sebagaimana kau ingin diperlakukan”. Perkataan yang sungguh mulia. Ingin sekali kuhormati orang yang berkata begitu seandainya saja aku tidak melihat ketika ada orang tua yang berkata kapadanya “Maaf saya sakit” Ia menjawab “kesebelah situ saja, saya lagi sibuk”.



    Benar sekali hanya saja satu-satunya yang tidak diketahui orang tua itu adalah Mereka yang tampak putih itu mungkin juga sedang sakit. 😦

    siapa yang salah dalam hal ini ??
    si orang tua yang merasa “saya sakit” ?? atau si orang yang merasa “saya sibuk” ??

    Ada di antara mereka yang berkata “Hormati pendapat orang lain”. Ini kebaikan yang begitu biasa dan sangat umum. Anehnya kebaikan ini ternyata juga luar biasa ketika ada banyak noda yang menghiasinya.



    Ternyata Memang kita harus menghormati orang lain sesuai dengan statusnya, siapakah ia atau dari golongan manakah ia. :mrgreen:

    siapa yang salah dalam hal ini ??
    si orang yang merasa “setiap orang boleh berpendapat” ?? atau si orang yang merasa “untuk berpendapat itu harus tahu dasarnya” ??

    Siapa saja tidak bisa menerima kata-kata yang kasar, itu adalah hal yang sudah menjadi kesepakatan umum tetapi sayangnya tidak semua orang menyadari bahwa hampir semua orang mudah sekali berkata kasar.



    Sepertinya kelelahan mudah sekali menginduksi kekasaran dan disitu sepertinya Kezaliman yang kecil bermain dengan sangat mudahnya. 😦

    siapa yang salah dalam hal ini ??
    si orang yang merasa “hanya bapak yang mampu menolong saya saat ini” ?? atau si orang yang merasa “bukan hanya kamu yang perlu pertolongan saat ini, bahkan sayapun perlu” ??

    begitulah,
    “siapa yang salah ?? si ini atau si itu ??”, kalian pasti bosan … hal itu terus-terusan yang saya tanyakan.
    sama … ya sama, saya juga bosan dan capek terus-terusan menanyakan hal itu pada kalian, tapi bukankan hal itu yang selalu kalian lakukan ??
    tidakkah bila aku menolak melakukannya kalian akan melirikku dengan aneh dan mencibirku sebagai “makhluk tak berperadaban” ??
    bukankah sudah kuseru pembebasan pada kalian, tapi kalian malah membuatnya sebagai ikatan.

    sekali lagi kutanyakan,
    siapa yang salah dalam hal ini ??
    aku yang merasa “jadilah diri sendiri” ?? atau kalian yang merasa “kita ini makhluk sosial” ??

    *numpang curhat* 😀

  8. @watonist
    Menanyakan siapa yg salah. Yg salah/benar adalah si Subyek. Si Obyek tdk salah. Anda mau bantu atau tdk bagi dia tdk menjadi beban. Yg menjadi beban moral adalah si Subyek yg melihat keadaan si Obyek. Salah benar tergantung akal sehat, hati nurani/moral dan akhlak si Subyek.
    AKAL : Benarkah perbuatan meninggalkan/
    membiarkan?
    AKHLAK: mempunyai akhlak KARIMAH/tdk
    HATINURANI: Bgm klu hal yg dialami si Obyek aku yg
    alami?

  9. Menanyakan siapa yg salah. Yg salah/benar adalah si Subyek. Si Obyek tdk salah. Anda mau bantu atau tdk bagi dia tdk menjadi beban. Yg menjadi beban moral adalah si Subyek yg melihat keadaan si Obyek. Salah benar tergantung akal sehat, hati nurani/moral dan akhlak si Subyek.

    hahaha … sialan … sudah ketebak maksudnya di tebakan pertama :mrgreen:

    *pulang dengan menggerutu* 😀

  10. *ngeliat pict-nya* 🙄

    serem, itu kayak background band-band Underground (black Metal) :mrgreen:

  11. * balik lagi, kelamaan gara-gara belakangan nggak sempat nge-net *

    Itulah kenapa perbuatan baik lebih mulia dari pada perkataan baik.

    Sungguh mulia Rasulullah yang berda’wah melalui contoh tindakan dari hanya sekadar perkataan. jadi inget kebanyakan ustad jaman sekarang, bisanya cuma OGD, no wonder many people can’t believe them anymore, thus, becaming more sceptic toward religion and stuff 😐

    ***

  12. “Pak tolong lihat ayah saya, dia menggigil”. Orang itu menjawab “kenapa sih dari tadi mengeluh terus”.

    Well, Kemuliaan mungkin akan di perolehnya seandainya ‘yang dimintai tolong’ tidak bersikap begitu. Kita semua yakin paham, betapa pekerjaan seperti itu memang sangat berat, penuh tekanan dan butuh kesabaran EXTRA large.

    But, still, dimana-mana orang seandainya saja bisa, tidak ada yang mau mengalami sakit apa lagi sampai harus berobat ke ahlinya, terlebih kalo nggak punya biaya untuk itu. Tapi apa boleh buat, malang tak dapat ditolak, Tapi saat mengharap pertolongan, malah diperlakukan seperti itu.

    Waduh, kalo saya yang diperlakukan seperti itu, nagis darah kali…
    (berlebihan 😛 )

    Udah jatuh tertimpa tangga pula.

    Yah, paling saya cuma bisa berharap, semoga masih banyak ‘para-ahli-berbaju-putih’ yang memiliki sedikit rasa sosial yang tinggi, dan tetap bertahan dengan kesabaran walau sudah SANGAT amat lelah. dan semoga mereka yang tetap sabar itu, mendapat kemuliaan disisi Tuhannya 🙂

    Aduh, maap. kok jadi nggak jelas kayak gini ya.. 😛

  13. Hai SP apa U lagi curhat :mrgreen:
    tulisannya murung amat 🙂

  14. @watonist
    mungkin saya yang salah, nggak penting sih membuat penilaian terus, biasa aja kenapa? gitu kali ya :mrgreen:

    @abu rahat
    komentarnya lumayan berat 😛

    @ghaniarasyid
    iya ya, he he he ok udah saya ganti tuh 🙂
    Salam

    @Snowie
    Bagi saya Sang Rasul SAW selalu mulia 🙂

    Well, Kemuliaan mungkin akan di perolehnya seandainya ‘yang dimintai tolong’ tidak bersikap begitu. Kita semua yakin paham, betapa pekerjaan seperti itu memang sangat berat, penuh tekanan dan butuh kesabaran EXTRA large.

    Sayangnya banyak orang yang inginnya biasa saja dan tidak perlu mencari yang namanya kemuliaan. Bekerja ya bekerja, penat ya penat, capek ya capek, mau dipaksain senyum kalau memang nggak bisa ya mau gimana, mau berlemah lembut kalau makan hati 😦 wah banyak orang memilih jadi biasa karena nggak kuat, ketimbang jadi mulia tapi tersiksa :mrgreen:

    But, still, dimana-mana orang seandainya saja bisa, tidak ada yang mau mengalami sakit apa lagi sampai harus berobat ke ahlinya, terlebih kalo nggak punya biaya untuk itu. Tapi apa boleh buat, malang tak dapat ditolak, Tapi saat mengharap pertolongan, malah diperlakukan seperti itu.

    Waduh, kalo saya yang diperlakukan seperti itu, nagis darah kali…

    Bagaimana kalau sebaliknya Mbak, misalnya nih Mbak dua hari dua malam lembur mengurusi semua keluhan dan pada puncak kepenatan datanglah keluhan lain, bisa menjamin Mbak menjadi apa itu yang namanya mulia, ini cuma contoh jangan diambil hati 🙂

    Yah, paling saya cuma bisa berharap, semoga masih banyak ‘para-ahli-berbaju-putih’ yang memiliki sedikit rasa sosial yang tinggi, dan tetap bertahan dengan kesabaran walau sudah SANGAT amat lelah. dan semoga mereka yang tetap sabar itu, mendapat kemuliaan disisi Tuhannya

    Kebanyakan dari mereka yang tampak putih sepengamatan saya berjiwa sosial tinggi tetapi dalam waktu dan tempat yang berbeda. Saya yakin yang tetap sabar itu memang punya darah mulia dan semoga mendapat kemuliaan di sisi Tuhan(ini posisi yang ideal) tetapi bagaimana yang biasa saja atau yang tidak menjadi mulia(ini posisi yang paling banyak dalam realitanya) :mrgreen:

    @almirza
    Curhat, curahan penat 😛
    saya memang pemurung Mas, makanya nggak banyak yang mau dekat sama saya 😦

  15. Sesuatu hal apabila terlalu berlebih dan dilakukan terus menerus maka akan mengakibatkan kejenuhan,hambar..tawar.si baju putih setiap hari setiap waktu yang diurus dan dilihat hanya penyakit dan kematian..sehingga hal tersebut menjadi biasa…apabila dijadikan tidak biasa mungkin hidup mereka akan menjadi lebih berat..(atau sebaliknya?)..mempunyai rasa empati adalah berat..mengacuhkannya adalah lebih mudah

  16. Didalam diri kita sebenarnya ada suara-suara kecil yang mengajak kita untuk berbuat kebaikan,yang melarang kita untuk melakukan hal2 yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kebenaran.hanya kita saja yang selalu mengacuhkannya,menutupnya membuat hijab sehingga lama kelamaan menjadi suara yang samar2..
    kita buat alasan-alasan yang mendukung tindakan kita..yaitu dengan alasan lelah,jenuh..berlebihan..sudah biasa dll.
    sehingga tindakan2 kita yang keluar dari nilai-nilai kebenaran akan menjadi benar.

  17. @aikon

    Mencerahkan..thx… 🙂

  18. @aikon
    jadi ?? apa sebenarnya ukuran kebenaran ??

  19. Gan.. ini menurut saya ye. Apa yg dilakuin seseorang itu sejalan pada apa yg sudah dia rasa, raba, lihat, dengar, dll dan memang Alhamdulillah sudah secara otomatis nyimpen di otak kita ini (manusia). Kemudian yg nentuin adalah pada kecenderungan orang itu sendiri, cenderung kearah mana dan dirinya mau terbawa kemana ?

Tinggalkan komentar