Kapan Imam Ali Membaiat Abu Bakar? : Membantah Para Nashibi

Kapan Imam Ali Membaiat Abu Bakar? : Membantah Para Nashibi

Cukup banyak situs nashibi [yang ngaku-ngaku salafy] menyebarkan syubhat bahwa Imam Ali membaiat Abu Bakar pada awal-awal ia dibaiat. Mereka mengutip riwayat dhaif dan melemparkan riwayat shahih. Mereka mengutip dari riwayat [yang tidak mu’tabar menurut sebagian mereka] dan melemparkan riwayat mu’tabar dan shahih di sisi mereka. Mengapa hal itu terjadi?. Karena kebencian mereka terhadap Syiah. Salafy nashibi itu menganggap pernyataan Imam Ali membaiat Abu Bakar setelah enam bulan sebagai “syubhat Syi’ah”. Menurut salafy nashibi yang namanya “syubhat Syi’ah” pasti dusta jadi harus dibantah meskipun dengan dalih mengais-ngais riwayat dhaif.

Kami akan berusaha membahas masalah ini dengan objektif dan akan kami tunjukkan bahwa kabar yang shahih dan tsabit adalah Imam Ali membaiat Abu Bakar setelah enam bulan yaitu setelah wafatnya Sayyidah Fathimah [‘Alaihis Salam] dan ini tidak ada kaitannya dengan Syiah dan riwayat di sisi mereka. Riwayat yang menyatakan Imam Ali membaiat Abu Bakar setelah enam bulan adalah riwayat shahih dan tsabit dari kitab yang mu’tabar di sisi para ulama yaitu Shahih Bukhari. Tidak ada keraguan akan keshahihan riwayat ini

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ فَاطِمَةَ عَلَيْهَا السَّلَام بِنْتَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْسَلَتْ إِلَى أَبِي بَكْرٍ تَسْأَلُهُ مِيرَاثَهَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِمَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَيْهِ بِالْمَدِينَةِ وَفَدَكٍ وَمَا بَقِيَ مِنْ خُمُسِ خَيْبَرَ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا نُورَثُ مَا تَرَكْنَا صَدَقَةٌ إِنَّمَا يَأْكُلُ آلُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي هَذَا الْمَالِ وَإِنِّي وَاللَّهِ لَا أُغَيِّرُ شَيْئًا مِنْ صَدَقَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ حَالِهَا الَّتِي كَانَ عَلَيْهَا فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَأَعْمَلَنَّ فِيهَا بِمَا عَمِلَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَبَى أَبُو بَكْرٍ أَنْ يَدْفَعَ إِلَى فَاطِمَةَ مِنْهَا شَيْئًا فَوَجَدَتْ فَاطِمَةُ عَلَى أَبِي بَكْرٍ فِي ذَلِكَ فَهَجَرَتْهُ فَلَمْ تُكَلِّمْهُ حَتَّى تُوُفِّيَتْ وَعَاشَتْ بَعْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ فَلَمَّا تُوُفِّيَتْ دَفَنَهَا زَوْجُهَا عَلِيٌّ لَيْلًا وَلَمْ يُؤْذِنْ بِهَا أَبَا بَكْرٍ وَصَلَّى عَلَيْهَا وَكَانَ لِعَلِيٍّ مِنْ النَّاسِ وَجْهٌ حَيَاةَ فَاطِمَةَ فَلَمَّا تُوُفِّيَتْ اسْتَنْكَرَ عَلِيٌّ وُجُوهَ النَّاسِ فَالْتَمَسَ مُصَالَحَةَ أَبِي بَكْرٍ وَمُبَايَعَتَهُ وَلَمْ يَكُنْ يُبَايِعُ تِلْكَ الْأَشْهُرَ فَأَرْسَلَ إِلَى أَبِي بَكْرٍ أَنْ ائْتِنَا وَلَا يَأْتِنَا أَحَدٌ مَعَكَ كَرَاهِيَةً لِمَحْضَرِ عُمَرَ فَقَالَ عُمَرُ لَا وَاللَّهِ لَا تَدْخُلُ عَلَيْهِمْ وَحْدَكَ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ وَمَا عَسَيْتَهُمْ أَنْ يَفْعَلُوا بِي وَاللَّهِ لآتِيَنَّهُمْ فَدَخَلَ عَلَيْهِمْ أَبُو بَكْرٍ فَتَشَهَّدَ عَلِيٌّ فَقَالَ إِنَّا قَدْ عَرَفْنَا فَضْلَكَ وَمَا أَعْطَاكَ اللَّهُ وَلَمْ نَنْفَسْ عَلَيْكَ خَيْرًا سَاقَهُ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَكِنَّكَ اسْتَبْدَدْتَ عَلَيْنَا بِالْأَمْرِ وَكُنَّا نَرَى لِقَرَابَتِنَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَصِيبًا حَتَّى فَاضَتْ عَيْنَا أَبِي بَكْرٍ فَلَمَّا تَكَلَّمَ أَبُو بَكْرٍ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَرَابَةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَبُّ إِلَيَّ أَنْ أَصِلَ مِنْ قَرَابَتِي وَأَمَّا الَّذِي شَجَرَ بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ مِنْ هَذِهِ الْأَمْوَالِ فَلَمْ آلُ فِيهَا عَنْ الْخَيْرِ وَلَمْ أَتْرُكْ أَمْرًا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُهُ فِيهَا إِلَّا صَنَعْتُهُ فَقَالَ عَلِيٌّ لِأَبِي بَكْرٍ مَوْعِدُكَ الْعَشِيَّةَ لِلْبَيْعَةِ فَلَمَّا صَلَّى أَبُو بَكْرٍ الظُّهْرَ رَقِيَ عَلَى الْمِنْبَرِ فَتَشَهَّدَ وَذَكَرَ شَأْنَ عَلِيٍّ وَتَخَلُّفَهُ عَنْ الْبَيْعَةِ وَعُذْرَهُ بِالَّذِي اعْتَذَرَ إِلَيْهِ ثُمَّ اسْتَغْفَرَ وَتَشَهَّدَ عَلِيٌّ فَعَظَّمَ حَقَّ أَبِي بَكْرٍ وَحَدَّثَ أَنَّهُ لَمْ يَحْمِلْهُ عَلَى الَّذِي صَنَعَ نَفَاسَةً عَلَى أَبِي بَكْرٍ وَلَا إِنْكَارًا لِلَّذِي فَضَّلَهُ اللَّهُ بِهِ وَلَكِنَّا نَرَى لَنَا فِي هَذَا الْأَمْرِ نَصِيبًا فَاسْتَبَدَّ عَلَيْنَا فَوَجَدْنَا فِي أَنْفُسِنَا فَسُرَّ بِذَلِكَ الْمُسْلِمُونَ وَقَالُوا أَصَبْتَ وَكَانَ الْمُسْلِمُونَ إِلَى عَلِيٍّ قَرِيبًا حِينَ رَاجَعَ الْأَمْرَ الْمَعْرُوفَ

Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Bukair yang berkata telah menceritakan kepada kami Al-Laits dari ‘Uqail dari Ibnu Syihaab dari ‘Urwah dari ‘Aaisyah Bahwasannya Faathimah [‘alaihis-salaam] binti Nabi [shallallaahu ‘alaihi wa sallam] mengutus utusan kepada Abu Bakr meminta warisannya dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dari harta fa’i yang Allah berikan kepada beliau di Madinah dan Fadak, serta sisa seperlima ghanimah Khaibar. Abu Bakr berkata ‘Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda ‘Kami tidak diwarisi, segala yang kami tinggalkan hanya sebagai sedekah”. Hanya saja, keluarga Muhammad [shallallahu ‘alaihi wasallam] makan dari harta ini’. Dan demi Allah, aku tidak akan merubah sedikitpun shadaqah Rasulullah [shallallaahu ‘alaihi wa sallam] dari keadaannya semula sebagaimana harta itu dikelola semasa Rasulullah [shallallaahu ‘alaihi wa sallam], dan akan aku kelola sebagaimana Rasulullah mengelola. Maka Abu Bakr enggan menyerahkan sedikitpun kepada Fathimah sehingga Fathimah marah kepada Abu Bakr dalam masalah ini. Fathimah akhirnya mengabaikan Abu Bakr dan tak pernah mengajaknya bicara hingga ia meninggal. Dan ia hidup enam bulan sepeninggal Nabi [shallallaahu ‘alaihi wa sallam]. Ketika wafat, ia dimandikan oleh suaminya, Aliy, ketika malam hari, dan ‘Aliy tidak memberitahukan perihal meninggalnya kepada Abu Bakr. Padahal semasa Faathimah hidup, Aliy dituakan oleh masyarakat tetapi, ketika Faathimah wafat, ‘Aliy memungkiri penghormatan orang-orang kepadanya, dan ia lebih cenderung berdamai dengan Abu Bakr dan berbaiat kepadanya, meskipun ia sendiri tidak berbaiat di bulan-bulan itu. ‘Aliy kemudian mengutus seorang utusan kepada Abu Bakar yang inti pesannya  ‘Tolong datang kepada kami, dan jangan seorangpun bersamamu!’. Ucapan ‘Aliy ini karena ia tidak suka jika Umar turut hadir. Namun ‘Umar berkata ‘Tidak, demi Allah, jangan engkau temui mereka sendirian’. Abu Bakr berkata ‘Kalian tidak tahu apa yang akan mereka lakukan terhadapku. Demi Allah, aku sajalah yang menemui mereka.’ Abu Bakr lantas menemui mereka. ‘Aliy mengucapkan syahadat dan berkata ”Kami tahu keutamaanmu dan apa yang telah Allah kurniakan kepadamu. Kami tidak mendengki kebaikan yang telah Allah berikan padamu, namun engkau telah sewenang-wenang dalam memperlakukan kami. Kami berpandangan, kami lebih berhak karena kedekatan kekerabatan kami dari Rasulullah [shallallaahu ‘alaihi wa sallam’]. Hingga kemudian kedua mata Abu Bakr menangis. Ketika Abu Bakr bicara, ia berkata “Demi Yang jiwaku ada di tangan-Nya, kekerabatan Rasulullah lebih aku cintai daripada aku menyambung kekerabatanku sendiri. Adapun perselisihan antara aku dan kalian dalam perkara ini, sebenarnya aku selalu berusaha berbuat kebaikan. Tidaklah kutinggalkan sebuah perkara yang kulihat Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wa sallam] melakukannya, melainkan aku melakukannya juga’. Kemudian ‘Aliy berkata kepada Abu Bakr ‘Waktu baiat kepadamu adalah nanti sore’. Ketika Abu Bakr telah shalat Dhuhur, ia naik mimbar. Ia ucapkan syahadat, lalu ia menjelaskan permasalahan ‘Aliy dan ketidakikutsertaannya dari bai’at serta alasannya. ‘Aliy kemudian beristighfar dan mengucapkan syahadat, lalu mengemukakan keagungan hak Abu Bakar, dan ia menceritakan bahwa apa yang ia lakukan tidak sampai membuatnya dengki kepada Abu Bakar. Tidak pula sampai mengingkari keutamaan yang telah Allah berikan kepada Abu Bakr. Ia berkata “Hanya saja, kami berpandangan bahwa kami lebih berhak  dalam masalah ini namun Abu Bakr telah bertindak sewenang-wenang terhadap kami sehingga kami pun merasa marah terhadapnya”. Kaum muslimin pun bergembira atas pernyataan ‘Aliy dan berkata “Engkau benar”. Sehingga kaum muslimin semakin dekat dengan ‘Aliy ketika ‘Aliy mengembalikan keadaan menjadi baik” [Shahih Bukhaari no. 4240-4241].

Hadis riwayat Bukhari ini juga disebutkan dalam Shahih Muslim 3/1380 no 1759 dan Shahih Ibnu Hibban 11/152 no 4823. Dari hadis yang panjang di atas terdapat bukti nyata kalau Imam Ali membaiat Abu Bakar setelah enam bulan yaitu setelah wafatnya Sayyidah Fathimah [‘alaihis salam]. Sisi pendalilannya adalah sebagai berikut. Pehatikan lafaz Perkataan Aisyah

فَلَمَّا تُوُفِّيَتْ اسْتَنْكَرَ عَلِيٌّ وُجُوهَ النَّاسِ فَالْتَمَسَ مُصَالَحَةَ أَبِي بَكْرٍ وَمُبَايَعَتَهُ وَلَمْ يَكُنْ يُبَايِعُ تِلْكَ الْأَشْهُرَ

Ketika [Sayyidah Fathimah] wafat ‘Aliy memungkiri penghormatan orang-orang kepadanya, dan ia lebih cenderung berdamai dengan Abu Bakr dan berbaiat kepadanya, meskipun ia sendiri tidak berbaiat di bulan-bulan itu.

Aisyah [radiallahu ‘anha] menyatakan dengan jelas bahwa baiat Imam Ali kepada Abu Bakar adalah setelah kematian Sayyidah Fathimah [‘alaihis salam] yaitu setelah enam bulan dan Imam Ali tidak pernah membaiat pada bulan-bulan sebelumnya. Jadi dari sisi ini tidak ada yang namanya istilah baiat kedua. Itulah baiat Imam Ali yang pertama dan satu-satunya

Aisyah [radiallahu ‘anha] kemudian menyebutkan dengan jelas peristiwa yang terjadi setelah Sayyidah Fathimah wafat yaitu Imam Ali memanggil Abu Bakar kemudian memutuskan untuk memberikan baiat di hadapan kaum muslimin. Aisyah [radiallahu ‘anha] menyebutkan bahwa Abu Bakar berkhutbah di hadapan kaum muslimin, perhatikan lafaz

فَلَمَّا صَلَّى أَبُو بَكْرٍ الظُّهْرَ رَقِيَ عَلَى الْمِنْبَرِ فَتَشَهَّدَ وَذَكَرَ شَأْنَ عَلِيٍّ وَتَخَلُّفَهُ عَنْ الْبَيْعَةِ وَعُذْرَهُ بِالَّذِي اعْتَذَرَ إِلَيْهِ

Ketika Abu Bakr telah shalat Dhuhur, ia menaiki mimbar. Ia mengucapkan syahadat, lalu ia menjelaskan permasalahan ‘Aliy dan ketidakikutsertaan Ali dari bai’at serta alasannya.

Abu Bakar sendiri sebagai khalifah yang akan dibaiat menyatakan di hadapan kaum muslimin alasan Imam Ali tidak memberikan baiat kepadanya. Ini bukti nyata kalau Abu Bakar sendiri merasa dirinya tidak pernah dibaiat oleh Imam Ali. Khutbah Abu Bakar disampaikan di hadapan kaum muslimin dan tidak satupun dari mereka yang mengingkarinya. Maka dari sini dapat diketahui bahwa Abu Bakar dan kaum muslimin bersaksi bahwa Ali tidak pernah membaiat sebelumnya kepada Abu Bakar.
.

.

.

Kemudian mari kita lihat riwayat yang dijadikan hujjah oleh salafy nashibi bahwa Imam Ali telah memberikan baiat kepada Abu Bakar pada awal pembaiatan Abu Bakar.

حدثنا أبو العباس محمد بن يعقوب ثنا جعفر بن محمد بن شاكر ثنا عفان بن مسلم ثنا وهيب ثنا داود بن أبي هند ثنا أبو نضرة عن أبي سعيد الخدري رضى الله تعالى عنه قال لما توفي رسول الله صلى الله عليه وسلم قام خطباء الأنصار فجعل الرجل منهم يقول يا معشر المهاجرين إن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان إذا استعمل رجلا منكم قرن معه رجلا منا فنرى أن يلي هذا الأمر رجلان أحدهما منكم والآخر منا قال فتتابعت خطباء الأنصار على ذلك فقام زيد بن ثابت فقال إن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان من المهاجرين وإن الإمام يكون من المهاجرين ونحن أنصاره كما كنا أنصار رسول الله صلى الله عليه وسلم فقام أبو بكر رضى الله تعالى عنه فقال جزاكم الله خيرا يا معشر الأنصار وثبت قائلكم ثم قال أما لو فعلتم غير ذلك لما صالحناكم ثم أخذ زيد بن ثابت بيد أبي بكر فقال هذا صاحبكم فبايعوه ثم انطلقوا فلما قعد أبو بكر على المنبر نظر في وجوه القوم فلم ير عليا فسأل عنه فقال ناس من الأنصار فأتوا به فقال أبو بكر بن عم رسول الله صلى الله عليه وسلم وختنه أردت أن تشق عصا المسلمين فقال لا تثريب يا خليفة رسول الله صلى الله عليه وسلم فبايعه ثم لم ير الزبير بن العوام فسأل عنه حتى جاؤوا به فقال بن عمة رسول الله صلى الله عليه وسلم وحواريه أردت أن تشق عصا المسلمين فقال مثل قوله لا تثريب يا خليفة رسول الله صلى الله عليه وسلم فبايعاه

Telah menceritakan kepada kami Abul ‘Abbas Muhammad bin Ya’qub yang berkata telah menceritakan kepada kami Ja’far bin Muhammad bin Syaakir yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Affan bin Muslim yang berkata telah menceritakan kepada kami Wuhaib yang berkata telah menceritakan kepada kami Dawud bin Abi Hind yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Nadhrah dari Abu Sa’id Al Khudriy radiallahu ta’ala ‘anhu yang berkata “ketika Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] wafat maka khatib khatib di kalangan anshar berdiri kemudian datanglah salah seorang dari mereka yang berkata “wahai kaum muhajirin sungguh jika Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] menyuruh salah seorang diantara kalian maka Beliau menyertakan salah seorang dari kami maka kami berpandangan bahwa yang memegang urusan ini adalah dua orang, salah satunya dari kalian dan salah satunya dari kami, maka khatib-khatib Anshar itu mengikutinya. Zaid bin Tsabit berdiri dan berkata “Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berasal dari kaum muhajirin maka Imam adalah dari kaum muhajirin dan kita adalah penolongnya sebagaimana kita adalah penolong Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]”. Abu Bakar radiallahu ta’ala anhu berdiri dan berkata “semoga Allah membalas kebaikan kepada kalian wahai kaum Anshar, benarlah juru bicara kalian itu” kemudian ia berkata “jika kalian mengerjakan selain daripada itu maka kami tidak akan sepakat dengan kalian” kemudian Zaid bin Tsabit memegang tangan Abu Bakar dan berkata “ini sahabat kalian maka baiatlah ia” kemudian mereka pergi.

Ketika Abu Bakar berdiri di atas mimbar, ia melihat kepada orang-orang kemudian ia tidak melihat Ali, ia bertanya tentangnya maka ia menyuruh orang-orang dari kalangan Anshar memanggilnya, Abu Bakar berkata “wahai sepupu Rasulullah dan menantunya apakah engkau ingin memecah belah kaum muslimin?”. Ali berkata “jangan mencelaku wahai khalifah Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]” maka ia membaiatnya. Kemudian Abu Bakar tidak melihat Zubair, ia menanyakan tentangnya dan memanggilnya kemudian berkata “wahai anak bibi Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan penolongnya [hawariy] “apakah engkau ingin memecah belah kaum muslimin?”. Zubair berkata “jangan mencelaku wahai khalifah Rasulullah” maka ia membaiatnya. [Mustadrak Al Hakim juz 3 no 4457]

Hadis riwayat Al Hakim di atas juga diriwayatkan oleh Baihaqi dalam Sunan Al Kubra 8/143 no 16315 dan Al I’tiqad Wal Hidayah hal 349-350 dengan jalan sanad yang sama dengan riwayat Al Hakim di atas.

Hadis semakna juga diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dalam Tarikh Ibnu Asakir 30/276-277, Baihaqi dalam Sunan Al Kubra 8/143 no 16316 dan Al I’tiqad Wal Hidayah hal 350. Berikut riwayat Ibnu Asakir

وأخبرنا أبو القاسم الشحامي أنا أبو بكر البيهقي أنا أبو الحسن علي بن محمد بن علي الحافظ الإسفراييني قال نا أبو علي الحسين بن علي الحافظ نا أبو بكر بن إسحاق بن خزيمة وإبراهيم بن أبي طالب قالا نا بندار بن بشار نا أبو هشام المخزومي نا وهيب نا داود بن أبي هند نا أبو نضرة عن أبي سعيد الخدري قال قبض النبي (صلى الله عليه وسلم) واجتمع الناس في دار سعد بن عبادة وفيهم أبو بكر وعمر قال فقام خطيب الأنصار فقال أتعلمون أن رسول الله (صلى الله عليه وسلم) كان من المهاجرين وخليفته من المهاجرين ونحن كنا أنصار رسول الله (صلى الله عليه وسلم) فنحن أنصار خليفته كما كنا أنصاره قال فقام عمر بن الخطاب فقال صدق قائلكم أما لو قلتم غير هذا لم نتابعكم وأخذ بيد أبي بكر وقال هذا صاحبكم فبايعوه وبايعه عمر وبايعه المهاجرون والأنصار قال فصعد أبو بكر المنبر فنظر في وجوه القوم فلم ير الزبير قال فدعا بالزبير فجاء فقال قلت أين ابن عمة رسول الله (صلى الله عليه وسلم) وحواريه أردت أن تشق عصا المسلمين قال لا تثريب يا خليفة رسول الله (صلى الله عليه وسلم) فقام فبايعه ثم نظر في وجوه القوم فلم ير عليا فدعا بعلي بن أبي طالب فجاء فقال قلت ابن عم رسول الله (صلى الله عليه وسلم) وختنه على ابنته أردت أن تشق عصا المسلمين قال لا تثريب يا خليفة رسول الله (صلى الله عليه وسلم) فبايعه هذا أو معنا

Telah mengabarkan kepada kami Abul Qaasim Asy Syahaamiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Al Baihaqi yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Al Al Hafizh Al Isfirayiniy yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu ‘Ali Husain bin ‘Ali Al Hafizh yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Ishaq bin Khuzaimah dan Ibrahim bin Abi Thalib, keduanya berkata telah menceritakan kepada kami Bindaar bin Basyaar yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Hisyaam Al Makhzuumiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Wuhaib yang berkata telah menceritakan kepada kami Dawud bin Abi Hind yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Nadhrah dari Abu Sa’id Al Khudriy yang berkata “Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] wafat dan orang-orang berkumpul di rumah Sa’ad bin Ubadah dan diantara mereka ada Abu Bakar dan Umar. Pembicara [khatib] Anshar berdiri dan berkata “tahukah kalian bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dari golongan muhajirin dan penggantinya dari Muhajirin juga sedangkan kita adalah penolong Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] maka kita adalah penolong penggantinya sebagaimana kita menolongnya. Umar berkata “sesungguhnya pembicara kalian benar, seandainya kalian mengatakan selain itu maka kami tidak akan membaiat kalian” dan Umar memegang tangan Abu Bakar dan berkata “ini sahabat kalian maka baiatlah ia”. Umar mulai membaiatnya kemudian diikuti kaum Muhajirin dan Anshar.

Abu Bakar naik ke atas mimbar dan melihat kearah orang-orang dan ia tidak melihat Zubair maka ia memanggilnya dan Zubair datang. Abu Bakar berkata “wahai anak bibi Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan penolongnya [hawariy] “apakah engkau ingin memecah belah kaum muslimin?”. Zubair berkata “jangan mencelaku wahai khalifah Rasulullah” maka ia membaiatnya. Kemudian Abu Bakar melihat kearah orang-orang dan ia tidak melihat Ali maka ia memanggilnya dan Ali pun datang. Abu Bakar berkata “wahai sepupu Rasulullah dan menantunya apakah engkau ingin memecah belah kaum muslimin?”. Ali berkata “jangan mencelaku wahai khalifah Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]” maka ia membaiatnya. Inilah riwayatnya atau dengan maknanya [Tarikh Ibnu Asakir 30/276-277]

Salafy berhujjah dengan riwayat Abu Sa’id di atas dan melemparkan riwayat Aisyah dalam kitab shahih. Mereka mengatakan “bisa saja Aisyah tidak menyaksikan baiat tersebut”. Sayang sekali hujjah mereka keliru, riwayat Aisyah shahih dan tsabit sedangkan riwayat Abu Sa’id mengandung illat [cacat] yaitu pada sisi kisah “adanya pembaiatan Ali dan Zubair”.

Perhatikan kedua riwayat di atas yang kami kutip. Kami membagi riwayat tersebut dalam dua bagian. Bagian pertama yang menyebutkan pembaiatan Abu Bakar oleh kaum Anshar dan bagian kedua yang menyebutkan pembaiatan Ali dan Zubair [yang kami cetak biru]. Bagian pertama kedudukannya shahih sedangkan bagian kedua mengandung illat [cacat] yaitu inqitha’. Perawinya melakukan kesalahan dengan menggabungkan kedua bagian tersebut. Buktinya adalah sebagai berikut.

حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا عفان ثنا وهيب ثنا داود عن أبي نضرة عن أبي سعيد الخدري قال لما توفى رسول الله صلى الله عليه و سلم قام خطباء الأنصار فجعل منهم من يقول يا معشر المهاجرين ان رسول الله صلى الله عليه و سلم كان إذا استعمل رجلا منكم قرن معه رجلا منا فنرى أن يلي هذا الأمر رجلان أحدهما منكم والآخر منا قال فتتابعت خطباء الأنصار على ذلك قال فقام زيد بن ثابت فقال إن رسول الله صلى الله عليه و سلم كان من المهاجرين وإنما الإمام يكون من المهاجرين ونحن أنصاره كما كنا أنصار رسول الله صلى الله عليه و سلم فقام أبو بكر فقال جزاكم الله خيرا من حي يا معشر الأنصار وثبت قائلكم ثم قال والله لو فعلتم غير ذلك لما صالحناكم

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Affan yang berkata telah menceritakan kepada kami Wuhaib yang berkata telah menceritakan kepada kami Dawud dari Abi Nadhrah dari Abi Sa’id Al Khudriy yang berkata “ketika Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] wafat maka khatib khatib di kalangan anshar berdiri kemudian datanglah salah seorang dari mereka yang berkata “wahai kaum muhajirin sungguh jika Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] menunjuk salah seorang diantara kalian maka Beliau menyertakan salah seorang dari kami maka kami berpandangan bahwa yang memegang urusan ini adalah dua orang, salah satunya dari kalian dan salah satunya dari kami, maka khatib-khatib Anshar itu mengikutinya. Zaid bin Tsabit berdiri dan berkata “Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berasal dari kaum muhajirin maka Imam adalah dari kaum muhajirin dan kita adalah penolongnya sebagaimana kita adalah penolong Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]”. Abu Bakar radiallahu ta’ala anhu berdiri dan berkata “semoga Allah membalas kebaikan kepada kalian wahai kaum Anshar, benarlah juru bicara kalian itu” kemudian ia berkata “ demi Allah, jika kalian mengerjakan selain daripada itu maka kami tidak akan sepakat dengan kalian” [Musnad Ahmad 5/185 no 21657, Syaikh Syu’aib berkata “sanadnya shahih sesuai dengan syarat Muslim”]

Hadis riwayat Ahmad ini juga diriwayatkan dalam Mu’jam Al Kabir Ath Thabrani 5/114 no 4785, Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 14/562 no 38195, Ahadits ‘Affan bin Muslim no 307, Tarikh Ibnu Asakir 30/278 dengan jalan sanad ‘Affan bin Muslim. ‘Affan bin Muslim memiliki mutaba’ah yitu Abu Dawud Ath Thayalisi sebagaimana disebutkan dalam Musnad Abu Dawud Ath Thayalisi 1/84 no 602. Riwayat Wuhaib bin Khalid dengan jalan sanad yang tinggi hanya menyebutkan bagian pertama tanpa menyebutkan bagian kedua. Sedangkan bagian kedua adalah perkataan Abu Nadhrah.

حَدَّثَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ الْقَوَارِيرِيُّ ، نا عَبْدُ الأَعْلَى بْنُ عَبْدِ الأَعْلَى ، نا دَاوُدُ بْنُ أَبِي هِنْدٍ ، عَنْ أَبِي نَضْرَةَ ، قَالَ : ” لَمَّا اجْتَمَعَ النَّاسُ عَلَى أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَقَالَ مَا لِي لا أَرَى عَلِيًّا ، قَالَ : فَذَهَبَ رِجَالٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَجَاءُوا بِهِ ، فَقَالَ لَهُ : يَا عَلِيُّ قُلْتَ ابْنُ عَمِّ رَسُولِ اللَّهِ وَخَتَنُ رَسُولِ اللَّهِ ؟ فَقَالَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : لا تَثْرِيبَ يَا خَلِيفَةَ رَسُولِ اللَّهِ ابْسُطْ يَدَكَ فَبَسَطَ يَدَهُ فَبَايَعَهُ ، ثُمَّ قَالَ أَبُو بَكْرٍ : مَا لِي لا أَرَى الزُّبَيْرَ ؟ قَالَ : فَذَهَبَ رِجَالٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَجَاءُوا بِهِ ، فَقَالَ : يَا زُبَيْرُ قُلْتَ ابْنُ عَمَّةِ رَسُولِ اللَّهِ وَحَوَارِيُّ رَسُولِ اللَّهِ ؟ قَالَ الزُّبَيْرُ : لا تَثْرِيبَ يَا خَلِيفَةَ رَسُولِ اللَّهِ ابْسُطْ يَدَكَ فَبَسَطَ يَدَهُ فَبَايَعَهُ “

Telah menceritakan kepadaku Ubaidullah bin Umar Al Qawaariiriy  yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdul A’laa bin ‘Abdul A’laa yang berkata telah menceritakan kepada kami Daawud bin Abi Hind dari Abu Nadhrah yang berkata Ketika orang-orang berkumpul kepada Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu, ia berkata “Ada apa denganku, aku tidak melihat ‘Aliy ?”. Maka pergilah beberapa orang dari kalangan Anshaar yang kemudian kembali bersamanya Lalu Abu Bakr berkata kepadanya “Wahai ‘Ali, engkau katakan engkau anak paman Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam dan sekaligus menantu beliau?”. ‘Ali radliyallaahu ‘anhu berkata : “Jangan mencela wahai khalifah Rasulullah. Bentangkanlah tanganmu” kemudian ia membentangkan tangannya dan berbaiat kepadanya. Kemudian Abu Bakr pun berkata “Ada apa denganku, aku tidak melihat Az-Zubair?”. Maka pergilan beberapa orang dari kalangan Anshaar yang kemudian kembali bersamanya. Abu Bakr berkata “Wahai Zubair, engkau katakan engkau anak bibi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan sekaligus hawariy beliau”. Az-Zubair berkata “Janganlah engkau mencela wahai khalifah Rasulullah. Bentangkanlah tanganmu”. Kemudian ia membentangkan tangannya dan berbaiat kepadanya” [As Sunnah Abdullah bin Ahmad no 1292].

Dawud bin Abi Hind dalam periwayatannya dari Abu Nadhrah memiliki mutaba’ah dari Al Jurairiy sebagaimana yang diriwayatkan Al Baladzuri dalam Ansab Al Asyraf 1/252 dengan jalan sanad Hudbah bin Khalid dari Hammad bin Salamah dari Al Jurairy dari Abu Nadhrah. Hammad bin Salamah memiliki mutaba’ah dari Ibnu Ulayyah dari Al Jurairy dari Abu Nadhrah sebagaimana disebutkan Abdullah bin Ahmad dalam As Sunnah no 1293

Riwayat Al Jurairy juga disebutkan oleh Ibnu Asakir dengan jalan sanad dari Ali bin ‘Aashim dari Al Jurairy dari Abu Nadhrah dari Abu Sa’id [Tarikh Ibnu Asakir 30/278]. Riwayat Ibnu Asakir ini tidak mahzfuzh karena kelemahan Ali bin ‘Aashim. Yaqub bin Syaibah mengatakan ia banyak melakukan kesalahan. Ibnu Ma’in menyatakan tidak ada apa-apanya dan tidak bisa dijadikan hujjah. Al Fallas berkata “ada kelemahan padanya, ia insya Allah termasuk orang jujur”. Al Ijli menyatakan tsiqat. Al Bukhari berkata “tidak kuat di sisi para ulama”. Daruqutni juga menyatakan ia sering keliru. [At Tahdzib juz 7 no 572]. An Nasa’i menyatakan Ali bin ‘Aashim “dhaif” [Ad Dhu’afa no 430]. Ali bin ‘Aashim dhaif karena banyak melakukan kesalahan dan dalam riwayatnya dari Al Jurairiy ia telah menyelisihi Hammad bin Salamah dan Ibnu Ulayyah keduanya perawi tsiqat. Riwayat yang mahfuzh adalah riwayat dari Al Jurairy dari Abu Nadhrah tanpa tambahan dari Abu Sa’id.

Dengan jalan sanad yang tinggi yaitu riwayat Dawud bin Abi Hind dan riwayat Al Jurairiy dari Abu Nadhrah maka diketahui bahwa bagian kedua yang menyebutkan pembaiatan Ali dan Zubair bukan perkataan Abu Sa’id Al Khudriy melainkan perkataan Abu Nadhrah.

Riwayat Wuhaib yang disebutkan Al Hakim, Baihaqi dan Ibnu Asakir dengan sanad yang panjang menggabungkan kedua bagian tersebut dalam satu riwayat padahal sebenarnya bagian pertama adalah perkataan Abu Sa’id Al Khudriy sedangkan bagian kedua adalah perkataan Abu Nadhrah. Riwayat Ja’far bin Muhammad bin Syaakir dari ‘Affan bin Muslim dari Wuhaib dan riwayat Abu Hisyaam dari Wuhaib memiliki pertentangan yang menunjukkan bahwa riwayat tersebut diriwayatkan dengan maknanya sehingga memungkinkan terjadinya pencampuran kedua perkataan Abu Sa’id dan Abu Nadhrah.

  • Pada riwayat ‘Affan dari Wuhaib disebutkan kalau yang berkata “sesungguhnya juru bicara kalian benar” adalah Abu Bakar tetapi pada riwayat Abu Hisyaam dari Wuhaib yang mengatakan itu adalah Umar.
  • Pada riwayat ‘Affan dari Wuhaib disebutkan kalau yang memegang tangan Abu Bakar dan berkata “ini sahabat kalian” adalah Zaid bin Tsabit tetapi dalam riwayat Abu Hisyaam dari Wuhaib yang memegang tangan Abu Bakar dan mengatakan itu adalah Umar.

Riwayat yang tsabit dalam penyebutan baiat Ali dan Zubair kepada Abu Bakar adalah riwayat perkataan Abu Nadhrah sedangkan riwayat Wuhaib dengan sanad yang panjang telah terjadi pencampuran antara perkataan Abu Nadhrah dan Abu Sa’id Al Khudri. Hal ini dikuatkan oleh riwayat Wuhaib dengan sanad yang tinggi tidak terdapat keterangan penyebutan baiat Ali dan Zubair. Abu Nadhrah Mundzir bin Malik adalah tabiin yang riwayatnya dari Ali, Abu Dzar dan para sahabat terdahulu [Abu Bakar, Umar dan Utsman] adalah mursal [Jami’ Al Tahsil Fii Ahkam Al Marasil no 800] maka riwayat yang menyebutkan pembaiatan Ali dan Zubair adalah riwayat dhaif.

.

.

Apalagi telah disebutkan dalam riwayat shahih dan tsabit dari Aisyah sebelumnya bahwa baiat Imam Ali kepada Abu Bakar terjadi setelah kematian Sayyidah Fathimah [‘alaihis salam] yaitu setelah enam bulan. Dalih salafy yang melahirkan istilah “baiat kedua” jelas tidak masuk akal karena jika memang riwayat Abu Sa’id benar maka baiat Imam Ali kepada Abu Bakar itu sudah disaksikan oleh kaum muslimin lantas mengapa perlu ada lagi baiat kepada Imam Ali setelah enam bulan dihadapan kaum muslimin. Apalagi setelah enam bulan Abu Bakar malah dalam khutbahnya menyebutkan kalau Ali belum pernah memberikan baiat dan alasannya. Kemusykilan ini terjelaskan bahwa riwayat Abu Sa’id itu dhaif, Abu Sa’id tidak menyebutkan baiat Ali dan Zubair, itu adalah perkataan Abu Nadhrah yang tercampur dengan riwayat Abu Sa’id.

Jadi jika kita melengkapi riwayat Al Hakim dan yang lainnya [tentang penyebutan baiat Ali] dengan riwayat yang mahfuzh maka riwayat tersebut sebenarnya sebagai berikut.

حدثنا أبو العباس محمد بن يعقوب ثنا جعفر بن محمد بن شاكر ثنا عفان بن مسلم ثنا وهيب ثنا داود بن أبي هند ثنا أبو نضرة عن أبي سعيد الخدري رضى الله تعالى عنه قال لما توفي رسول الله صلى الله عليه وسلم قام خطباء الأنصار فجعل الرجل منهم يقول يا معشر المهاجرين إن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان إذا استعمل رجلا منكم قرن معه رجلا منا فنرى أن يلي هذا الأمر رجلان أحدهما منكم والآخر منا قال فتتابعت خطباء الأنصار على ذلك فقام زيد بن ثابت فقال إن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان من المهاجرين وإن الإمام يكون من المهاجرين ونحن أنصاره كما كنا أنصار رسول الله صلى الله عليه وسلم فقام أبو بكر رضى الله تعالى عنه فقال جزاكم الله خيرا يا معشر الأنصار وثبت قائلكم ثم قال أما لو فعلتم غير ذلك لما صالحناكم ثم أخذ زيد بن ثابت بيد أبي بكر فقال هذا صاحبكم فبايعوه ثم انطلقوا أبو نضرة قال فلما قعد أبو بكر على المنبر نظر في وجوه القوم فلم ير عليا فسأل عنه فقال ناس من الأنصار فأتوا به فقال أبو بكر بن عم رسول الله صلى الله عليه وسلم وختنه أردت أن تشق عصا المسلمين فقال لا تثريب يا خليفة رسول الله صلى الله عليه وسلم فبايعه ثم لم ير الزبير بن العوام فسأل عنه حتى جاؤوا به فقال بن عمة رسول الله صلى الله عليه وسلم وحواريه أردت أن تشق عصا المسلمين فقال مثل قوله لا تثريب يا خليفة رسول الله صلى الله عليه وسلم فبايعاه

Telah menceritakan kepada kami Abul ‘Abbas Muhammad bin Ya’qub yang berkata telah menceritakan kepada kami Ja’far bin Muhammad bin Syaakir yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Affan bin Muslim yang berkata telah menceritakan kepada kami Wuhaib yang berkata telah menceritakan kepada kami Dawud bin Abi Hind yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Nadhrah dari Abu Sa’id Al Khudriy radiallahu ta’ala ‘anhu yang berkata “ketika Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] wafat maka khatib khatib di kalangan anshar berdiri kemudian datanglah salah seorang dari mereka yang berkata “wahai kaum muhajirin sungguh jika Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] menyuruh salah seorang diantara kalian maka Beliau menyertakan salah seorang dari kami maka kami berpandangan bahwa yang memegang urusan ini adalah dua orang, salah satunya dari kalian dan salah satunya dari kami, maka khatib-khatib Anshar itu mengikutinya. Zaid bin Tsabit berdiri dan berkata “Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berasal dari kaum muhajirin maka Imam adalah dari kaum muhajirin dan kita adalah penolongnya sebagaimana kita adalah penolong Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]”. Abu Bakar radiallahu ta’ala anhu berdiri dan berkata “semoga Allah membalas kebaikan kepada kalian wahai kaum Anshar, benarlah juru bicara kalian itu” kemudian ia berkata “jika kalian mengerjakan selain daripada itu maka kami tidak akan sepakat dengan kalian” kemudian Zaid bin Tsabit memegang tangan Abu Bakar dan berkata “ini sahabat kalian maka baiatlah ia” kemudian mereka pergi.

Abu Nadhrah berkata Ketika Abu Bakar berdiri di atas mimbar, ia melihat kepada orang-orang kemudian ia tidak melihat Ali, ia bertanya tentangnya maka ia menyuruh orang-orang dari kalangan Anshar memanggilnya, Abu Bakar berkata “wahai sepupu Rasulullah dan menantunya apakah engkau ingin memecah belah kaum muslimin?”. Ali berkata “jangan mencelaku wahai khalifah Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]” maka ia membaiatnya. Kemudian Abu Bakar tidak melihat Zubair, ia menanyakan tentangnya dan memanggilnya kemudian berkata “wahai anak bibi Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan penolongnya [hawariy] “apakah engkau ingin memecah belah kaum muslimin?”. Zubair berkata “jangan mencelaku wahai khalifah Rasulullah” maka ia membaiatnya

Akhir kata sepertinya Salafy nashibi harus berusaha lagi mengais-ngais riwayat dhaif untuk melindungi doktrin mereka. Atau mungkin akan keluar jurus “ngeyelisme” yang seperti biasa adalah senjata pamungkas orang yang berakal kerdil. Lebih dan kurang kami mohon maaf [kayak bahasa “kata sambutan”]. Salam Damai

12 Tanggapan

  1. TRADE MARK WAHHABI-SALAFI (NASHIBI) ADALAH :

    ‘SAYA PASTI BENAR DAN YG SELAIN SAYA ADALAH SALAH-KAFIR-PELAKU BID’AH! KARENA SAYA ADALAH PEMBELA SAHABAT DIMANA SAHABAT ADALAH IS THE BEST SEDANGKAN AHLULBAIT IS NOT THE BEST’

    TRADE MARK TSB AKAN TERUS DIPAKAI SAMPAI KIAMAT!!!

    DAN MEREKA AKAN MELAKUKAN APA SAJA DAN DENGAN CARA APAPUN UNTUK MEMPERTAHANKAN TRADE MARK TSB! HAL ITU SAMA PERSIS DENGAN TRADE MARKNYA ZIONIS MASONIAH!

    JADI HANYA PETUNJUK DAN HIDAYAH DARI ALLAH SWT SAJALAH YANG DAPAT MENYADARKAN KESESATAN DAN KEKELIRUAN MEREKA!!!

    Salam Damai, mohon ma’af lahir-bathin, Allohumma sholli ‘alaa Muhammad wa aali Muhammad.

    Selamat menjalankan Ibadah Puasa

  2. saya mau nanya sama mas Sp, kalau dilihat dari hadits aisyah ra, tidak membaiatnya imam ali ke Abubakar ra itu dikarenakan masalah kholifah atau masalah warisan dari Nabi SAW ?

  3. @nania
    kalau dilihat dari hadis Aisyah ra maka tidak ada alasan yang menyebutkan kenapa Imam Ali tidak membaiat Abu Bakar selama enam bulan. Tetapi ketika Imam Ali memutuskan untuk membaiat, Imam Ali menyatakan di depan banyak orang bahwa dalam perselisihan antara ahlul bait dan Abu Bakar maka ahlul baitlah yang berhak. Kemungkinan perselisihan yang dimaksud terkait dengan harta warisan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]

  4. Memang kalau dilihat dari hadis Aisyah riwayat Bukhari, Imam Ali as tidak ada alasan untuk tdk bait kepada Abu Bakar ra.

    Akan tetapi banyak hadis2 dari sunny yang menyatakan bahwa Imam Ali lebih berhak untuk menduduki kekhalifahan dibandingkan dengan Abu Bakar ra. Karena imam Ali as lebih banyak memiliki keutamaan diantaranya beliau adalah ahlul bait Nabi, pedoman ummat, pewaris Nabi, wazir Nabi, maula kaum muslimin, kedudukannya seperti Harun terhadap Musa dan masih banyak keutamaan yang lainya.

    Khalifah haruslah dipilih oleh Allah melalui sabda Nabi. Adapun kekhalifahan yang terjadi pada Abu Bakar ra adalah atas dasar jalan musyawarah sebagian ummat islam yang hampir saja memicu perang saudara. Dan Abu Bakar notabenenya adalah prajurit dari Usamah bin zaid yang dikirim ke syam.

    Dan tiadalah yg diucapkannya itu (alquran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tdk lain hanyalah wayu yg diwahyukan kepadanya. (QS an Najm 3-4).

  5. Ada bantahan dari para Nashibi.Nashibi yang kami maksud tidak lain adalah Abul-Jauzaa dan Alfanarku. Keduanya memang orang yang sama dalam hal “kenashibian” versi mereka dan sama dalam hal cara membantah. Orang yang satu [alfanarku] terkenal dengan penyakit “ngeyelisme” dan yang satunya tipikal orang yang tidak bisa menerima kebenaran dari orang yang ia tuduh Syiah. Kami akan katakan pada mereka berdua kalau Cuma asal jawab dan membantah maka orang bodoh dan gila pun bisa. Jadi kalau ingin membantah dengan ilmiah maka silakan tunjukkan bantahan tersebut secara objektif dengan ilmu bukannya prasangka dan sikap taklid. Abul Jauzaa’ berkata

    Perhatikan kalimat yang bercetak tebal. Itu adalah sisipan (idraaj) yang dibuat-buat oleh orang Syi’ah. tentu saja kualitasnya dla’iif, bahkan palsu. Itu bukan riwayat Al-Haakim jadinya, tapi riwayat bikinan orang Syi’ah. Yang aslinya gak ada kalimat yang bercetak tebal.

    Ini contoh orang membantah sambil mengkhayal. Jelas-jelas kami sebelumnya mengutip riwayat Al Hakim tanpa sisipan “Abu Nadhrah berkata” dan kami jelaskan secara detail bahwa disitu perawi mencampuradukkan perkataan Abu Sa’id dan perkataan Abu Nadhrah. Riwayat yang tsabit menyebutkan bahwa kisah pembaiatan Ali dan Zubair adalah perkataan Abu Nadhrah. Jadi kalau ada yang menyatakan dhaif dan palsu soal sisipan itu maka itu menunjukkan orang yang dimaksud tidak paham apa yang ditulis orang lain. Adapun sisipan yang kami buat hanya untuk menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya.

    Ada kaedah yang mengatakan : Al-Mutsbitu muqaddamun ‘alan-nafy” (yang menetapkan itu didahulukan daripada penafikan). Kenapa ?. Karena yang penetapan itu mengandung ilmu tambahan daripada penafikan. Dan dalam riwayat ‘Abdullah bin Ahmad, Al-Haakim, Al-Baihaqiy, dan yang lainnya sangat tegas bahwa baiat ‘Aliy itu segera setelah pembaiatan Abu Bakr. Dan itu diriwayatkan oleh orang yang menyaksikan pembiatan Abu bakr dan pembaiatan ‘Aliy, yaitu Abu Sa’iid Al-Khudriy.

    Sebelum bicara soal kaidah ya perhatikan dulu riwayat yang benar-benar tsabit yang anda tolak dengan basa-basi seenaknya. Riwayat Aisyah itu sangat jelas menunjukkan Imam Ali baiat setelah enam bulan dan itu adalah baiatnya yang pertama dan satu-satunya. Selain itu Abu Bakar sendiri di hadapan kaum muslimin mengakui kalau Imam Ali tidak ikut serta dalam membaiat. Artinya Abu Bakar dan kaum muslimin mengakui Imam Ali tidak membaiat.

    Jadi riwayat Abu Sa’id yang menyebutkan adanya baiat Ali dan Zubair di hadapan kaum muslimin adalah khata’ [salah] dan memang terdapat qarinah yang menunjukkan bahwa riwayat itu salah. Riwayat soal pembaiaatan Ali dan Zubair bukan perkataan Abu Sa’id tetapi perkataan Abu Nadhrah. Itulah riwayat yang tsabit.

    Logika aneh orang Syi’ah itu mengatakan bahwa lafadh :
    قالفلما قعد أبو بكر على المنبر نظر في وجوه القوم فلم ير عليا فسأل
    “Ketika Abu Bakar berdiri di atas mimbar, ia melihat kepada orang-orang kemudian ia tidak melihat Ali, ia bertanya …..dst”
    adalah perkataan Abu Nadlrah, bukan Abu Sa’iid.
    Orang Syi’ah ini memang tidak membiasakan diri memakai akal sehatnya. Seandainya itu memang perkataan Abu nadlrah,…. lantas bagaimana bisa ia bercerita panjang lebar secara detail tentang peristiwa baiat ?.

    Justru kami bertanya wahai Abul Jauzaa. Akal sehat apa yang anda maksud?. Apa anda bingung mengapa Abu Nadhrah bisa bercerita panjang lebar?. Apa yang patut anda bingungkan?. Apa anda tidak pernah menyaksikan riwayat tabiin yang menceritakan apa yang terjadi di zaman Nabi?. Kalau anda mengakui bahwa para tabiin sering memursalkan hadis atau riwayat maka apa yang sekarang anda permasalahkan sambil mengutip “akal sehat”. Kalau anda tidak paham istilah “akal sehat” tolong jangan sok menggunakannya disini, itu bikin malu anda sendiri.

    Tentu saja ada orang yang menceritakan kepadanya. Dan dalam riwayat Al-Haakim, Al-Baihaqiy, dan yang lainnya telah disebutkan bahwa orang yang menceritakan kepadanya itu adalah Abu Sa’iid Al-Khudriy.

    Yang lucu dari perkataan anda adalah anda tidak mengerti atau tidak mengerti cara membedakan riwayat mahfuzh dan tidak mahfuzh. Silakan analisis setiap sanad riwayat Al Hakim dan Baihaqi kemudian riwayat Abdullah bin Ahmad dan Al Baladzuri?. Manakah riwayatnya yang paling kuat. Kalau analisis kami maka riwayat yang tsabit [kuat] adalah riwayat Abdullah bin Ahmad dan Al Baladzuri yang menyatakan pembaiatan Ali dan Zubair adalah perkataan Abu Nadhrah. Sanadnya lebih kuat dan lebih tinggi. Jadi ushul riwayat tersebut adalah perkataan Abu Nadhrah kalau ada yang menyambungnya dengan riwayat Abu Sa’id maka dilihat benar tidakkah riwayat tersebut karena riwayat yang bersambung ini bertentangan dengan riwayat yang terputus.

    Kalau anda menganggap riwayat yang bersambung lebih kuat maka itu persepsi anda sendiri yang maaf saja jelas-jelas bertentangan dengan riwayat yang sanadnya lebih kuat dan lebih tinggi.

    Lantas, bagaimana bisa ia membagi-bagi riwayat seenaknya sendiri ?. Ini dari logika sehat. Adapun dari sisi ilmu riwayat, maka riwayat yang seperti itu adalah mahfudh dan merupakan satu kesatuan.

    Apanya yang seenaknya?. Kemana ilmu hadis yang anda pelajari. Lenyap ditelan nafsu membantah. Kami tidak membagi riwayat tersebut dengan seenaknya. Dasar kami menyatakan riwayat tersebut mengandung illat [cacat] karena riwayat tersebut bertentangan dengan riwayat yang tsabit dari Aisyah. Sedangkan hujjah basa basi anda dan alfanarku bahwa Aisyah tidak menyaksikan baiat tersebut adalah ucapan basa-basi orang yang tidak bisa memahami riwayat. Tolong dibaca baik-baik wahai Abul Jauzaa, Aisyah tidak hanya menyampaikan perkataannya sendiri, ia juga menyampaikan perkataan Abu Bakar dihadapan kaum muslimin bahwa Imam Ali memang tidak membaiatnya sebelumnya. Kalau anda tidak bisa mengatasi pertentangan ini dengan baik ya jangan hanya berpuas dengan hujjah basa-basi Aisyah tidak menyaksikan baiat pertama.Apa Abu Bakar juga tidak menyaksikan baiat dirinya? Ucapan macam apa itu :mrgreen:

    Selain itu tolong dipikir dengan akal sehat wahai orang yang menyebut dirinya Abul Jauzaa, apa perlunya ada baiat kedua. Jangan cuma taklid dan ngoceh sana-sini tetapi tidak paham. Kalau baiat sudah dilakukan dihadapan kaum muslimin maka mengapa Imam Ali perlu menyatakan baiat kedua dihadapan kaum muslimin. Apa baiat pertama itu tidak sah?. Yah paling anda cuma bisa ngoceh basa-basi. Inilah Perkara yang perlu dipikir dengan akal sehat, itu kalau memang anda mengerti apa yang dimaksud dengan akal sehat.

    Sangat aneh orang Syi’ah ini. Dalam hadits Abu Hurairah yang jelas-jelas ada qarinah yang membedakan antara perkataannya dengan perkataan Nabi ia tolak (http://alfanarku.wordpress.com/2011/07/08/apakah-abu-hurairah-berdusta-basa-basi-syi%E2%80%99ah/).

    Susah memang diskusi dengan orang yang gak paham bahasa manusia. Silakan perhatikan tulisan kami soal hadis Bukhari dan hadis Baihaqi. [ini contoh yang tepat sebagai analogi]. Riwayat Bukhari jelas menyatakan bahwa seluruh lafazh tersebut adalah maushul perkataan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Riwayat Baihaqi menambahkan lafaz “idraj” qaala Abu Hurairah. Dengan dasar riwayat Baihaqi baik anda maupun saya menyatakan bahwa riwayat Bukhari yang semuanya mengandung lafaz maushul adalah berasal dari kekeliruan perawinya. Perawi mencampuradukkan perkataan Abu Hurairah dan perkataan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Perkara ini bisa diterima

    Tetapi kemudian saya menunjukkan riwayat lain yang tegas-tegas menyatakan bahwa lafaz yang merupakan perkataan Abu Hurairah adalah ia jadikan sebagai perkataan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Disini tidak ada lagi hujjah perawi mencampuraduk karena jelas-jelas riwayat itu adalah riwayat yang terpisah yaitu riwayat Daruquthni dan Nasa’i. Riwayat yang terpisah ini jelas menunjukkan bahwa Abu Hurairah menjadikan lafaz perkataannya sebagai perkataan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam].

    Kembali ke riwayat soal baiat. Riwayat Al Hakim dan Al Baihaqi yang menyebutkan pembaiatan Ali dan Zubair mengandung illat [cacat] perawinya mencampuradukkan perkataan Abu Nadhrah dan Abu Sa’id. Apa buktinya? Yaitu dari riwayat tsabit dan sanad yang tinggi [riwayat Abdullah bin Ahmad dan Al Baladzuri] bahwa kisah pembaiatan Ali dan Zubair adalah perkataan Abu Nadhrah. Riwayat ini justru menyebutkan secara khusus soal pembaiatan Ali dan Zubair. Jadi hujjah kami membagi kedua riwayat tersebut sudah sesuai dengan metode ilmu hadis.

    Eh,…giliran di sini yang tidak ada qarinah sharih adanya idraaj ia tetapkan adanya pembagian (ini perkataan Abu nadlrah, ini perkataan Abu Sa’iid). Kita dapat lihat bagaimana hawa nafsu memegang peranan dalam penshahihan dan pendlaifan riwayat.

    Aduhai dimana mata anda wahai Abul Jauzaa’? Riwayat Abdullah bin Ahmad dan Al Baladzuri jelas qarinah yang tegas bahwa pembaiatan Ali dan Zubair adalah perkataan Abu Nadhrah. Qarinah tambahan adalah riwayat yang tsabit dengan sanad yang tinggi hanya menyebutkan kisah pembaiatan kaum Anshar tanpa adanya pembaiatan Ali dan Zubair. Riwayat Al Hakim dan Baihaqi jelas kami palingkan pada riwayat yang tsabit dengan sanad yang tinggi karena semakin panjang sanad tersebut maka semakin mungkin terjadi campur aduk riwayat oleh para perawinya. Mengapa tidak ada satupun riwayat Abu Sa’id dengan sanad yang tinggi menyebutkan pembaiatan Ali dan Zubair?. Ya karena pada dasarnya pembaiatan Ali dan Zubair itu memang bukan perkataan Abu Sa’id.

    Riwayat Ja’far bin Muhammad bin Syaakir dari ‘Affan bin Muslim dari Wuhaib dan riwayat Abu Hisyaam dari Wuhaib; ia katakan mempunyai ‘pertentangan’. Jangan aneh kalau ia mengatakan demikian. Namun perlu dicatat, riwayat itu bersatu atau bersepakat tentang pernyataan berbaiatnya ‘Aliy segera setelah baiatnya kaum muslimin kepada Abu Bakr. Jadi, penyebutan adanya ‘pertentangan’ oleh orang Syi’ah ini adalah penyebutan tanpa faedah dalam bahasan, kecuali faedah bagi dirinya sendiri.

    Seharusnya anda paham wahai nashibi bahwa ketika kami menunjukkan pertentangan antara kedua riwayat tersebut kami ingin menunjukkan bahwa riwayat itu diriwayatkan secara makna melalui hafalan para perawinya. Pertentangan menunjukkan adanya hafalan yang bermasalah dan hafalan yang bermasalah ini kami pakai untuk menguatkan kemungkinan bahwa perawi mencampuradukkan perkataan Abu Sa’id dan Abu Nadhrah. Jadi pertentangan itu hanya sekedar petunjuk yang menguatkan. Kalau anda tidak paham apa yang kami sampaikan ya mau bagaimana lagi.

    Mutaba’ah Al-Jurairiy riwayat Ibnu ‘Asaakir dikatakannya tidak mahfudh karena kelemahan ‘Aliy bin ‘Aashim. Memang benar, ia seorang yang shaduuq, namun banyak keliru (yukhthi’). Namun periwayatannya dari Al-Jurairiy tersebut berkesesuaian dengan riwayat Daawud bin Abi Hind.

    Ini lucu, Riwayat Dawud bin Abi Hind yang tsabit adalah riwayat perkataan Abu Nadhrah, mana mungkin riwayat Al Hakim dan Baihaqi yang mengandung illat [cacat] dijadikan penguat bagi riwayat Al Jurairiy. Lagipula Abul Jauzaa ini pura-pura tidak paham cara menetapkan mana riwayat mahfuzh dan tidak mahfuzh. Riwayat Ibnu Asakir itu tidak menyebutkan kisah pembaiatan kaum Anshar tetapi hanya menyebutkan riwayat pembaiatan Ali dan Zubair. Ali bin ‘Ashim meriwayatkan dari Al Jurairy dari Abu Nadhrah dari Abu Sa’id. Ali bin Ashim menyelisihi Hammad bin Salamah yang lebih tsiqat yang meriwayatkan dari Al Jurairay dari Abu Nadhrah secara mursal. Maka riwayat Ali bin Ashim yang dhaif jelas tertolak.

    Aneh sekali ia mengatakan : Tidak mahfudh, karena menyelisihi Hammaad bin Salamah dari Jurairiy, dari Abu Nadlrah secara mursal; sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Balaadzuriy. Ia lupa – atau pura-pura lupa – bahwa Al-Baladzuriy sendiri bukan seorang yang kuat dalam hadits. Haditsnya itu hasan jika tidak ada perselisihan.

    Ucapannya yang mengatakan Al Baladzuri bukan seorang kuat dalam hadis adalah ucapan dusta. Kami minta padanya agar menunjukkan ulama yang menyatakan demikian “bukan orang yang kuat dalam hadis”. Tolong jangan jadikan prasangka anda sebagai hujjah. Terdapat para ulama yang memuji Al Baladzuri tetapi tidak terdapat ulama yang mencela Al Baladzuri. Selain itu riwayat Al Baladzuri juga dikuatkan oleh riwayat Abdullah bin Ahmad dimana Ibnu Ulayyah juga meriwayatkan dari Al Jurairy dari Abu Nadhrah secara mursal [As Sunnah no 1293]

    Muslim ketika mengomentari riwayat Abu Sa’iid di atas berkata :
    هَذَا حَدِيثٌ يَسْوِي بَدَنَةً
    “Hadits ini menyamai badanah (onta yang gemuk)”.
    Mendengar itu, Ibnu Khuzaimah berkata :
    يَسْوِي بَدَنَةً؟ بَلْ هُوَ يَسْوِي بَدْرَةً
    “Menyamai badanah ? Bahkan menyamai harta yang sangat banyak”.
    Artinya apa ? Hadits ini shahih menurut penilaian Muslim dan Ibnu Khuzaimah.

    Terus apa hubungannya dengan hujjah kami. Apa kami sedang mendhaifkan riwayat Al Baihaqi tersebut. Maaf anda tidak mengerti wahai Abul Jauzaa’ kami menyatakan riwayat tersebut terjadi campuraduk antara perkataan Abu Nadhrah dan Abu Sa’id kami tidak mendhaifkan riwayat tersebut secara keseluruhan.Jika salafy nashibi itu menshahihkan seluruh riwayat Baihaqi yang dishahihkan Ibnu Khuzaimah dan Muslim maka apa yang akan ia katakan soal pertentangan hadis Baihaqi dengan riwayat Hakim dan yang lainnya [seperti yang telah kami sebutkan]. Adanya pertentangan justru menunjukkan keraguan pada hafalan perawinya, apa keraguan ini masih dipertahankan shahih wahai nashibi

    Tentang hadits ‘Aaisyah. Ia sendiri mengakui bahwa kemungkinan ‘Aaisyah tidak melihat peristiwa pembaiatan sebagaimana yang disaksiakan Abu Sa’iid. Ini memang benar bahwa . Lazimnya para wanita adalah tinggal di rumah. Dan ‘Aaisyah memang kenyataannya tidak melihat secara langsung pembaiatan tersebut karena berada di rumah. Syari’at tidak memperbolehkan seorang wanita untuk keluar rumah beberapa waktu lamanya setelah suaminya meninggal dunia.

    Aneh kapan kami mengakui hal itu?. Pada saat pembaiatan Abu Bakar di Saqifah Aisyah dan istri Nabi lainnya beserta Ahlul Bait [termasuk] Imam Ali mengurus pemakaman Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Jadi jika nashibi itu mengatakan Aisyah tidak menyaksikan maka Imam Ali pun juga tidak disana, justru ketika itu Aisyah menyaksikan Imam Ali ikut mengurus pemakaman Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Kemudian berkali-kali kami katakan dan semoga telinga salafy itu mendengar atau mata mereka bisa melihat bahwa Aisyah juga menyampaikan khutbah Abu Bakar di hadapan kaum muslimin bahwa Abu Bakar sendiri mengakui Imam Ali sebelumnya memang tidak ikut serta membaiat. Kalau Imam Ali memang ikut membaiat maka itu berarti perkataan Abu Bakar adalah dusta. Jadi jangan sibuk dengan waham anda sendiri wahai nashibi

    Sebenarnya dalih salafy yang menyatakan Aisyah tidak menyaksikan pembaiatan Ali dan Zubair [riwayat Al Hakim dan Baihaqi] jelas tidak masuk akal. Jika kita perhatikan kedua riwayat Al Hakim dan Baihaqi maka disebutkan bahwa kisah pembaiatan Ali dan Zubair terjadi ketika Abu Bakar telah berdiri di atas mimbar Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Mimbar tersebut berada di masjid Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan kamar Aisyah tepat bersebelahan letaknya. Sungguh tidak bisa dipercaya peristiwa itu tidak disaksikan oleh Aisyah kalau memang pernah terjadi. Sedangkan di riwayat Bukhari ketika AbuBakar naik mimbar dan Imam Ali membaiatnya setelah enam bulan, Aisyah radiallahu ‘anha bisa menyaksikannya maka apa alasannya dalam riwayat Abu Sa’id muncul dalih Aisyah tidak menyaksikannya.

    Yang jelas di sini adalah bahwa ‘Aaisyah MEMANG TIDAK MELIHAT peristiwa pembaiatan Abu Bakr.
    Bagaimana bisa kesaksian orang yang melihat bisa dikalahkan oleh kesaksian orang yang tidak melihat ?.

    Lho bagaimana bisa kesaksian Abu Nadhrah mengalahkan kesaksian Aisyah radiallahu ‘anhu. Bagaimana mungkin kesaksian orang yang belum lahir mengalahkan kesaksian orang yang telah lama hidup di zaman itu.

    Kita tidak mengatakan bahwa ‘Aaisyah berdusta, karena ia hanya mengatakan berdasarkan pengetahuannya saja. Jika ada ta’arudl, maka hal pertama harus dijamak. Kalaupun harus ditarjih, maka harus sesuai dengan kaedah-kaedah tarjih. Dan qarinah pentarjihan hadits Abu sa’iid adalah kuat, karena ia menceritakan runutan peristiwa yang sedang dilihatnya dari awal hingga akhir peristiwa pembaiatan.

    Faktanya kalian sedang mengatakan kalau Abu Bakar berdusta. Abu Bakar sendiri sebagai orang yang dibaiat mengakui kalau Ali sebelumnya tidak ikut membaiat dirinya dan baru setelah enam bulan sebagaimana yang disaksikan Aisyah dan kaum muslimin lainnya Imam Ali baru membaiat Abu Bakar. Riwayat Aisyah ini jelas menjadi bukti kuat bahwa Abu Sa’id tidak mungkin menyebutkan pembaiatan Ali dan Zubair dan kami telah tunjukkan illat [cacat] bahwa ternyata itu adalah perkataan Abu Nadhrah bukan riwayat Abu Sa’id. Kalau ingin menjamak maka jangan asal jamak dengan hujjah basa-basi yang bertentangan dengan lafaz riwayatnya dan kalau ingin mentarjih maka silakan tarjih dengan metode yang benar dalam Ulumul hadis. Riwayat Aisyah tsabit dan shahih berasal dari kitab mu’tabar [menurut alfanarku] sedangkan riwayat Abu Sa’id itu mengandung illat [cacat] sebagaimana yang kami tunjukkan

    Kemudian ia membawakan riwayat Ibnu Abi Syaibah yang sudah pernah kami bahas yaitu riwayat berikut

    Juga, riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 14/567 no 38200 :
    حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ ، حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ ، عْن أَبِيهِ أَسْلَمَ ؛ أَنَّهُ حِينَ بُويِعَ لأَبِي بَكْرٍ بَعْدَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، كَانَ عَلِيٌّ وَالزُّبَيْرُ يَدْخُلاَنِ عَلَى فَاطِمَةَ بِنْتِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، فَيُشَاوِرُونَهَا وَيَرْتَجِعُونَ فِي أَمْرِهِمْ ، فَلَمَّا بَلَغَ ذَلِكَ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ خَرَجَ حَتَّى دَخَلَ عَلَى فَاطِمَةَ ، فَقَالَ : يَا بِنْتَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، وَاللهِ مَا مِنْ الْخَلْقِ أَحَدٌ أَحَبَّ إِلَيْنَا مِنْ أَبِيك ، وَمَا مِنْ أَحَدٍ أَحَبَّ إِلَيْنَا بَعْدَ أَبِيك مِنْك ، وَأَيْمُ اللهِ ، مَا ذَاكَ بِمَانِعِيَّ إِنَ اجْتَمَعَ هَؤُلاَءِ النَّفَرُ عِنْدَكِ ، أَنْ آمُرَ بِهِمْ أَنْ يُحَرَّقَ عَلَيْهِمَ الْبَيْتُ قَالَ : فَلَمَّا خَرَجَ عُمَرُ جَاؤُوهَا ، فَقَالَتْ : تَعْلَمُونَ أَنَّ عُمَرَ قَدْ جَاءَنِي ، وَقَدْ حَلَفَ بِاللهِ لَئِنْ عُدْتُمْ لَيُحَرِّقَنَّ عَلَيْكُمَ الْبَيْتَ ، وَأَيْمُ اللهِ ، لَيَمْضِيَنَّ لِمَا حَلَفَ عَلَيْهِ ، فَانْصَرِفُوا رَاشِدِينَ فَرُوْا رَأْيَكُمْ ، وَلاَ تَرْجِعُوا إِلَيَّ ، فَانْصَرَفُوا عنها ، فَلَمْ يَرْجِعُوا إِلَيْهَا ، حَتَّى بَايَعُوا لأَبِي بَكْرٍ
    Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bisyr yang berkata telah menceritakan kepada kami Ubaidillah bin Umar telah menceritakan kepada kami Zaid bin Aslam dari Aslam Ayahnya yang berkata bahwasanya ketika bai’at telah diberikan kepada Abu Bakar sepeninggal Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam], Ali dan Zubair masuk menemui Fatimah binti Rasulullah, mereka bermusyawarah dengannya mengenai urusan mereka. Ketika berita itu sampai kepada Umar bin Khaththab, ia bergegas keluar menemui Fatimah dan berkata ”wahai Putri Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] demi Allah tidak ada seorangpun yang lebih kami cintai daripada Ayahmu dan setelah Ayahmu tidak ada yang lebih kami cintai dibanding dirimu tetapi demi Allah hal itu tidak akan mencegahku jika mereka berkumpul di sisimu untuk kuperintahkan agar membakar rumah ini tempat mereka berkumpul”. Ketika Umar pergi, mereka datang dan Fatimah berkata “tahukah kalian bahwa Umar telah datang kepadaku dan bersumpah jika kalian kembali ia akan membakar rumah ini tempat kalian berkumpul. Demi Allah ia akan melakukan apa yang ia telah bersumpah atasnya jadi pergilah dengan damai, simpan pandangan kalian dan janganlah kalian kembali menemuiku”. Maka mereka pergi darinya dan tidak kembali menemuinya sampai mereka membaiat Abu Bakar [Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 14/567 no 38200 dengan sanad shahih sesuai syarat Bukhari Muslim]

    Kemudian nashibi itu berkomentar seperti ini

    [logika aneh : Ada yang mengatakan bahwa perkataan : ‘Maka mereka pergi darinya dan tidak kembali menemuinya sampai mereka membaiat Abu Bakar’ — tidak menunjukkan bahwa ‘Aliy pergi berbaiat pada hari itu juga. Katanya, bisa jadi beberapa hari kemudian, atau seminggu, dan seterusnya. Kalau logika kita jalan, memangnya ‘Aliy pergi dari rumah Faathimah itu berhari-hari ? Mau nginep dimana ? sedangkan waktu itu Faathimah sedang membutuhkan dirinya (‘Aliy) karena kesedihannya ditinggal Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ?. Tentu saja ia segera berbaiat, dan kemudian kembali lagi ke Faathimah untuk menghiburnya, juga menafkahi keluarganya].

    Kalau ia tidak bisa memahami riwayat tersebut maka kami sudah pernah membahasnya dan silakan dibaca baik-baik sebelum berkomentar. Lafaz yang anda jadikan hujjah adalah

    فَانْصَرَفُوا عنها ، فَلَمْ يَرْجِعُوا إِلَيْهَا ، حَتَّى بَايَعُوا لأَبِي بَكْرٍ

    ‘Maka mereka pergi darinya dan tidak kembali menemuinya sampai mereka membaiat Abu Bakar
    Memangnya siapa “mereka” yang dimaksud?. Itu telah kami katakan sebelumnya yaitu orang-orang yang diusir Sayyidah Fathimah dari rumahnya. Hal itu sangat tampak dari kalimat Sayyidah Fathimah kepada mereka

    تَعْلَمُونَ أَنَّ عُمَرَ قَدْ جَاءَنِي ، وَقَدْ حَلَفَ بِاللهِ لَئِنْ عُدْتُمْ لَيُحَرِّقَنَّ عَلَيْكُمَ الْبَيْتَ ، وَأَيْمُ اللهِ ، لَيَمْضِيَنَّ لِمَا حَلَفَ عَلَيْهِ ، فَانْصَرِفُوا رَاشِدِينَ فَرُوْا رَأْيَكُمْ ، وَلاَ تَرْجِعُوا إِلَيَّ

    “tahukah kalian bahwa Umar telah datang kepadaku dan bersumpah jika kalian kembali ia akan membakar rumah ini tempat kalian berkumpul. Demi Allah ia akan melakukan apa yang ia telah bersumpah atasnya jadi pergilah dengan damai, simpan pandangan kalian dan janganlah kalian kembali menemuiku”

    Perhatikan lafaz “janganlah kalian kembali menemuiku” itu menunjukkan bahwa mereka yang dimaksud tidak diinginkan oleh Sayyidah Fathimah untuk kembali menemuinya lagi di rumahnya. Mereka ini jelas tertuju pada orang-orang yang berkumpul di rumahnya selain Imam Ali. Sangat tidak mungkin kalau Sayyidah Fathimah juga mengusir Imam Ali dari rumahnya dan melarangnya untuk kembali ke rumahnya sendiri. Orang yang mengatakan Imam Ali ikut diusir keluar oleh Sayyidah Fathimah sangat jelas kenashibiannya. Jadi mereka yang membaiat itu adalah mereka yang memang diusir Sayyidah Fathimah dari rumahnya dan Imam Ali tidak termasuk di dalamnya.

    Kami juga membantah alfanarku si nashibi yang suka basa-basi. Ia mengira Sayyidah Fathimah menyuruh mereka membaiat Abu Bakar termasuk Imam Ali baru kemudian mengizinkan Imam Ali pulang ke rumahnya. Ucapan nashibi ini hanya wahamnya saja. Tidak ada dalam ucapan Sayyidah Fathimah lafaz yang menunjukkan perintah agar mereka membaiat Abu Bakar. Dan tidak ada ucapan Sayyidah Fathimah kepada Imam Ali yang tidak mengizinkan kembali kerumahnya sebelum Imam Ali membaiat Abu Bakar.

    Ucapan Sayyidah Fathimah menunjukkan kalau ia mengusir mereka yang berkumpul di rumahnya karena ancaman Umar yang akan membakar rumahnya. Mereka yang berkumpul dirumahnya menjadi sebab Umar mengeluarkan ancaman membakar rumah ahlul bait. Lihat saja perkataan Umar yang begitu jelas

    demi Allah hal itu tidak akan mencegahku jika mereka berkumpul di sisimu untuk kuperintahkan agar membakar rumah ini tempat mereka berkumpul.

    Jadi Sayyidah Fathimah mengusir mereka agar tidak kembali menemuinya sehingga Umar tidak jadi membakar rumah ahlul bait. Mereka yang diusir jelas tidak termasuk Imam Ali. Mana mungkin Imam Ali dikatakan Sayyidah Fathimah “jangan kembali menemuiku”. Tolong dipakai akal sehatnya wahai Abul Jauzaa dan alfanarku. Semakin lama kenashibian kalian semakin nyata saja.

  6. nampaknya mereka Ibn jauzaa sangat keras hendak membuat kambing bisa terbang…two tumbs buat @sp atas semua usaha dan penjelasannya yg begitu rinci dan sabar…keep fighting bro….

  7. Tumben bang Sp, Salafy nashibi menyingkirkan hadisnya Bukhari karena hadis tsb tdk sesuai dg keyakinannya.
    Kemudian mencomot riwayat yg mengandung cacat, apapun bisa dilakukan salafy nashibi demi tercapai kehendaknya.

    Mau dikemanakan metoda tarjihnya salafy nashibi..??

  8. Assalamualaikum
    lagi nyimak gang’

  9. masa allah semakin cinta saja aku sama blog tercinta ini ..

    mantab broo sp ..lanjutkan perjuanganm ..

    salam dri negri timur ……merdeka

  10. Mas SP,
    Bisa tolong sebutkan nama bab dari riwayat di atas dlm kitab bukhari dan muslim?
    Terima kasih sebelmnya.

  11. Fakta Fatimah tidak berbaiat kepada Abu Bakar sampai akhir hayatnya, maka akan sangat sulit diterima jika ada pendapat Ali berbaiat kepada Abu Bakar. Maka fakta permusuhan terhadap keluarga Nabi hingga syahidnya Hussain cucu Rasul dikemudian hari merupakan refleksi dari peristiwa besar saat Rasulullah menjelang wafat yang oleh Abas disebut Tragedi hari kamis. Saya hanya mengingatkan satu ayat Quran ” la ass alukum alaihi ajran illa mawadah fil qurba.”

Tinggalkan komentar